Memang sangat tersiksa tatkala menikah dengan Pria yang sejatinya tak pernah mencintaiku. Namun apakah bodoh, jika aku lebih memilih terluka demi bisa terus bersamanya?
— Erika Rawles —
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon picisan imut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembicaraan ibu dan Veni
Sudah dua malam Elvan tidak tidur di rumah. Erika semakin di selimuti kegalauan. Padahal perlakuan pria itu amat tidak baik padanya. Namun justru, apapun yang dilakukan Elvan tak serta merta membunuh cinta yang sudah semakin bersemi di hatinya.
Mungkin karena pria itu adalah cinta pertamanya. Karena sejak dulu, Erika tidak pernah memikirkan untuk suka pada laki-laki. Hingga sekalinya menjatuhkan pilihan hati, ia langsung menumpahkan seluruhnya untuk Elvan.
sekarang yang terus muncul dalam benaknya adalah, bagaimana cara dia bisa membuat laki-laki itu jatuh cinta.
Ia pun bercermin. Mencoba untuk memakai pakaian yang ketat seperti yang selalu digunakan Veni.
Sayangnya, saat melihat pakaian itu melekat di tubuhnya. Ia justru semakin terlihat tidak menarik.
"Hiks!"
Baru kali ini, ia merasa tidak pede dengan penampilannya. Padahal sebelum ini ia biasa cuek, menikmati apapun yang membuatnya lapar, hingga tanpa sadar, angka timbangannya semakin bertambah.
Sebenarnya selama dua tahun belakangan ia juga sudah mulai mengeluhkan tubuh yang sudah tidak bebas lagi bergerak. Sendinya lebih sering cedera, bahkan tak satu dua kali ia terjatuh saat sedang berjalan. Seperti beberapa hari yang lalu.
Namun dari semua itu tak juga Erika menyadari kelebihan berat badanya yang sudah mencapai batas di atas rata-rata.
Mungkin pengaruh orang-orang selalu memujinya cantik salah satunya.
Belum lagi ketika ditanya, apakah ia terlalu gendut? Orang-orang akan menjawab 'tidak, postur tubuhmu sangat ideal.' Yang di tutup dengan tawa penuh arti.
Apakah selama ini mereka membohongiku.
Ia kembali mengganti busananya dengan yang lebih longgar. Agar seluruh lemak yang menggelambir tertutup.
***
Siang ini, Erika meminta sekretarisnya untuk ke kantor lebih dulu. Karena ia ada urusan lain sebelum kembali.
Benar, hari ini adalah hari ulang tahun ibu mertua nya. Dan ia ingin memberikan kado spesial untuk Bu Regina.
"Baiklah, Nyonya. Kalau ada apa-apa langsung hubungi saya saja." Sekretaris Wina yang awalnya ragu akhirnya membolehkan Erika untuk membawa mobilnya sendiri.
"Ya, pasti nanti akan ku hubungi jika butuh bantuan. Maaf Wina, aku harus meninggalkanmu di sini."
"Tidak apa, Nyonya. Hati-hati di jalan—"
Dengan senyum cerianya perempuan gendut itu langsung masuk ke dalam kursi kemudi.
Sang sekretaris pun menghela nafas, karena seharusnya dengan tubuh besar itu Bosnya tidak perlu menyetir sendiri. Melihatnya duduk di kursi kemudi saja seperti ikut pengap sendiri. Apalagi jika merasakan ada di posisi Erika.
Namun, perempuan itu memang agak susah untuk diberitahu. Karena Beliau lebih senang menerima dukungan ketimbang saran dari orang-orang di sekitarnya. Ia pun kembali ke kantor menggunakan taksi online.
…
Sebelum menemui ibunya Elvan, ia harus mampir ke toko bunga dan salah satu cinderamata kesukaan ibunya Elvan.
Tiba di salah satu toko barang branded Erika buru-buru masuk.
"Selamat datang—" sambutan hangat langsung ia terima.
"Terima kasih."
"Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?"
"Saya mau cari tas yang terbaru."
"Silahkan ikut saya, Nyonya."
Sang manager toko langsung mengarahkan wanita itu ke area VVIP. Menawarkan beberapa barang baru yang belum lama ini rilis.
Tak begitu sulit bagi Erika yang langsung mengetahui kalau ibu mertuanya sangat menyukai model yang terlihat mewah dan elegan.
"Yang ini saja!" Pilihnya langsung.
"Ada yang lain, Nyonya? Sepatu ini juga baru rilis. Hanya ada dua puluh di dunia. Toko kami pun satu-satunya yang memiliki ini."
"Wah…"
Erika tertarik melihat sepatu cantik berwarna gold ini. Namun sayang, ukurannya sangat kecil pasti tidak akan muat di kakinya.
"Anak perempuan Anda pasti cantik memakai ini, Nyonya. Atau kalau tidak punya anak perempuan, menantu anda juga bisa," rayunya.
Erika tersenyum kecut, "Saya belum punya anak. Kebetulan usiaku masih tiga puluh tahun. Jadi mustahil juga kalau saya sudah punya menantu."
"Uppsss– maaf, Nyonya." Sang manager menutup mulutnya sendiri. Ku pikir usianya sudah diatas lima puluh tahun.
"Tapi saya tetap akan membelinya. Bisa saja suatu saat nanti akan muat di pakai." Erika optimis.
"Hahaha… iya, Nyonya." Akan muat katanya? Pfffft….
"Saya rasa sudah cukup. Saya akan melakukan pembayaran sekarang. Ini kartu debit saya."
"Baiklah, Nyonya—" wanita itu bergegas menyuruh pegawainya untuk membungkus barang yang dibeli Erika. Sementara dirinya kembali berbincang basa basi.
Selesai berbelanja. Erika mengangkat tinggi-tinggi dua paper bag di tangan. Satu berisi tas, dan satu lagi sepatu impian.
Senyumnya melebar sempurna akibat tidak sabar melihat reaksi bahagia ibu mertuanya, dan kini tinggal menuju toko bunga setelah itu melanjutkan perjalanan akhir ke rumah rumah orang tua Elvan.
–—–
Setibanya di rumah mewah milik keluarga Wira, Erika sudah disambut dua security di rumah itu. Namun yang membuatnya gagal fokus adalah mobil lain yang turut terparkir di depan rumah Elvan.
"Selamat siang, Mbak Erika."
"Siang, Pak," sautnya ramah. "Di dalam sedang ada tamu, ya?"
"Emmm, iya, Mbak. Baru saja datang."
"Oh, ya sudah— saya masuk dulu, ya, Pak."
"Iya, Mbak Erika."
Perempuan gemuk itu mulai menaiki satu persatu dari tiga anak tangga di depannya. Kemudian masuk begitu saja karena pintu rumah memang sudah terbuka.
Mendekati ruang tengah Erika mendengar tawa ibunya, dan seorang wanita yang sepertinya tidak asing. Pelan-pelan, Erika mengintip dari pintu.
Betapa tercengangnya dia saat melihat Veni sedang duduk di sebelah ibu mertua-nya. Dengan satu kotak beludru warna biru berukuran agak besar di atas meja.
"Ya ampun cantik sekali–" puji Bu Regina saat mendapatkan kalung berlian cantik dari Veni.
"Aku hanya mampu membelikan ini, Bu. Ku harap Ibu Regina suka dengan Hadiah ulang tahun dariku," ucapnya terlihat sopan.
"Aiiiih, seharusnya kau tak perlu repot-repot. Ini benar-benar cantik loh. Persis seperti yang memberikan." Terkekeh.
"Memang tidak besar sih batu permatanya. Tapi itu kudapatkan agak sulit juga, pun dapatnya di Paris. Kebetulan beberapa hari yang lalu aku habis pemotretan di sana. Doakan, semoga brand Louis V benar-benar mengangkatku jadi modelnya."
"Lo–louis V?" Regina ternganga bangga pada gadis di depannya.
"Iya, Bu," balas Veni dengan senyum malu-malu sambil menyematkan rambut panjangnya ke belakang telinga.
Erika termenung di tempat, rasanya iri sekali melihat kedekatan Veni dengan ibu mertuanya. Padahal jika sedang bersama Erika, wanita itu tidak pernah mau duduk bersebelahan dengan jarak sedekat itu.
"Ibu jadi menyesal ketika Elvan harus menikah dengan wanita lain, bukan dengan mu, Nak."
Deg! Erika kembali menajamkan telinganya.
"Padahal, dia lebih cocok denganmu. Ketimbang dengan CEO gendut itu. Ya… bagaimana ya? Seperti disayangkan sekali, anak laki-lakiku yang tampan harusnya mendapatkan angsa cantik sepertimu bukan malah mendapatkan bison jelek seperti Erika."
Seperti terhantam benda berat. Erika tidak percaya selama ini ibu mertuanya yang dianggap baik rupanya menghina dia di belakang.
sehat selalu kak imut..selalu berkarya