Adisti sudah mengabdikan hidupnya pada sang suami. Namun, ternyata semua sia-sia. Kesetiaan yang selalu dia pegang teguh akhirnya dikhianati. Janji yang terucap begitu manis dari bibir Bryan—suaminya, ternyata hanya kepalsuan.
Yang lebih membuatnya terluka, orang-orang yang selama ini dia sayangi justru ikut dalam kebohongan sang suami.
Mampukah Adisti menjalani kehidupan rumah tangganya yang sudah tidak sehat dan penuh kepalsuan?
Ataukah memilih berpisah dan memulai hidupnya yang baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Dimanfaatkan
"Antarkan aku pulang ke apartemen. Aku juga harus mengambil mobilku di sana," ucap Adisti saat dia bersama dengan Roni dan Leo sedang dalam perjalanan pulang.
Ini masih siang, masih cukup waktu untuk pergi ke butik melihat-lihat pekerjaannya di sana. Hingga akhirnya Leo mengatakan sesuatu yang membuat Adisti cukup terkejut.
"Ada sesuatu juga yang ingin aku sampaikan kepadamu."
"Apa itu?"
"Mengenai sahabatmu, kamu harus hati-hati sama dia, ternyata selama ini dia juga terlibat dalam perselingkuhan suamimu."
"Sahabat? Siapa? Arsylla? Kayaknya itu tidak mungkin," sahut Adisti yang tidak percaya. Rasanya sangat tidak mungkin karena selama ini dia dan sahabatnya itu sangat dekat bahkan sudah seperti saudara.
"Itulah kebodohanmu, mudah sekali percaya pada orang lain. Sudah jelas-jelas dia menghianatimu. Justru dialah yang memperkenalkan suamimu dengan wanita itu."
"Apa kamu tidak salah? Aku saja tidak mengenal siapa wanita itu, sepertinya tidak mungkin karena semua orang yang dikenal Arsylla aku juga kenal."
"Wanita itu berasal dari kampung halaman Arsylla, tentu saja kamu tidak mengenalnya. Dia itu sepupu jauhnya yang baru saja datang ke kota untuk mencari pekerjaan."
Adisti mengangguk, dia memang tidak mengenal keluarga Arsylla di kampung. Dulu memang pernah ikut sahabatnya pulang kampung saat liburan, tetapi Arsylla tidak pernah mengenalkannya pada saudaranya. Mereka lebih suka menghabiskan waktu di sawah dan kebun.
"Kalau memang dia sepupu jauh yang datang ke kota, berarti Arsylla tidak ada niat untuk ikut campur dengan perselingkuhan mereka. Kenapa kamu berpikir Arsylla mengkhianatiku?"
"Susah bicara sama orang yang sudah tertutup mata hatinya," gerutu Leo saat Adisti masih saja keras kepala. "Arsylla itu sengaja ingin memperkenalkan suamimu dengan sepupunya karena selama ini dia iri sama kamu. Kamu bisa mendapatkan segalanya, sementara dia tidak memiliki apa-apa. Dia ingin kamu merasakan apa yang dia rasakan selama ini. Mungkin bagi kamu dia orang yang baik, tapi sebenarnya dia itu menaruh dendam yang begitu dalam padamu. Terserah kalau kamu tidak percaya padaku, aku hanya mengatakan apa yang aku ketahui dan kamu sendiri yang menilai kebenarannya."
Adisti mengepalkan kedua telapak tangannya, tidak menyangka jika orang yang selama ini dia anggap saudara ternyata seorang penghianat juga. Padahal Arsylla tahu betapa cintanya dia pada Bryan. Mungkin itu juga yang menjadi alasan Arsylla agar Adisti merasa terpuruk, tapi sahabatnya salah. Brian memang pria yang dicintainya, tetapi bukan berarti wanita itu akan merasa hancur jika sang suami pergi meninggalkannya.
Justru para pengkhianat itulah yang akan hancur setelah ini. Tidak tahu saja siapa dirinya sebenarnya, untung saja selama ini Adisti banyak menutupi tentang jati dirinya pada Arsylla dan Bryan. Meskipun mereka orang yang paling dekat dengannya, tetapi bukan berarti harus tahu segalanya. Mungkin ini juga alasan kenapa dulu kedua orang tuanya sudah mewanti-wanti agar menyembunyikan jati dirinya.
"Mengenai semua harta yang dimiliki oleh Bryan, apa kamu sudah mengurusnya?" tanya Adisti yang sudah mengganti ekspresinya dengan datar.
"Semuanya sedang dalam proses, tidak mudah mengubahnya hanya dalam waktu sekejap saja," sahut Leo apa adanya.
"Mengenai kedua orang tua Bryan, apa mereka juga mengetahui pernikahan siri anaknya?" tanya Adisti ragu, dari kemarin dia penasaran mengenai hal ini, tetapi belum ada waktu untuk berbicara.
Leo terkekeh dibuatnya. Sungguh manusia kenapa begitu mudah diperdaya. "Tentu saja. Kalau tidak, mana mungkin mereka saat ini sedang menyiapkan acara tujuh bulanan untuk menantunya."
"Wah! Benarkah? Kapan acaranya?" tanya Adisty dengan tersenyum sinis sekaligus terkejut karena memang dirinya tidak tahu apa-apa.
Padahal hubungan dia dan ibu mertuanya cukup baik. Mungkin lebih tepatnya baik karena dirinya selama ini selalu memberinya uang. Dia ingin tahu bagaimana jika dirinya tidak mengirimkan uang mulai dari sekarang sama sekali. Apakah mereka masih baik atau tidak.
"Acaranya dua hari lagi, di rumah mertuamu. Apa kamu tidak mendapat undangannya? Padahal kamu menantu kesayangannya," sindir Leo yang memang disengaja.
Adisti mencebikkan bibirnya mendengar ejekan dari Leo. Namun, dia tidak begitu peduli. Wanita itu akan merencanakan sesuatu yang tidak mereka sangka, ingin tahu bagaimana nanti saat dirinya datang ke acara itu. Adisti juga ingin memberi hadiah untuk madunya yang tidak pernah dia ketahui. Sudah pasti di hari itu tiba, semua milik Bryan sudah menjadi miliknya, pria itu sudah tidak memiliki apa-apa lagi.
"Aku suka dengan pekerjaan ini. Tenang saja, semuanya akan beres sebelum waktunya tiba," sahut Leo dengan begitu bersemangat. Pria itu memang suka sekali tantangan.
Adisti pun tersenyum, kini tinggal menghubungi sahabat dari papanya yang juga atasan dari Bryan dan Arsylla. Mengenai sahabatnya itu, dia akan mengurusnya nanti setelah urusan dengan sang suami selesai. Pada suaminya saja wanita itu tega, bagaimana dengan Arsylla yang hanya seorang teman malah memanfaatkan keadaan. Semuanya harus tahu siapa Adisti sebenarnya, bukan wanita yang bisa dimanfaatkan seenaknya.
Mobil yang dikendarai oleh Roni berhenti di apartemen milik Adisti. Wanita itu pun segera turun, sebelum itu dia mengatakan pada Leo jika ada berita apa pun mengenai sang suami dan orang di sekitarnya, pria itu harus segera menghubunginya. Leo pun mengiyakan saja meskipun dia pandai dalam teknologi, tetapi bukan berarti bisa tahu segala hal tentang mereka. Namun, dikarenakan tidak ingin mengecewakan Adisti lebih baik mengangguk saja.
Baru saja Adisti masuk ke dalam kamar, ponsel yang ada di dalam tasnya berdering. Tertera nama sang mertua yang tidak lain adalah Lusi menghubunginya. Dia pun mengangkat salah satu sudut bibirnya, bisa dipastikan jika sang mertua menghubunginya karena membutuhkan uang. Selalu seperti itu.
Awalnya memang berbasa-basi menanyakan keadaannya dan juga keadaan Brian, padahal Adisti tahu pasti jika sangat mertua sudah bertemu Brian setiap hari. Setelah itu barulah Lusi meminta uang dengan cara memelas dan menjual kesedihan. Entahlah apa yang selama ini dia katakan itu benar atau tidak, mengenai keadaan ekonomi mereka. Namun, di saat seperti ini wanita itu yakin jika selama ini dia hanya dimanfaatkan. Padahal Bryan juga sudah bekerja, tetapi sang mertua tetap saja meminta padanya, sungguh tidak tahu malu.
Adisty menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk bersikap biasa saja. "Halo, assalamualaikum, Ma."
"Waalaikumsalam, Sayang. Kamu ada di mana?" tanya sang mertua yang berada di seberang telepon.
"Di jalan, Ma. Ino lagi mau ketemu klien," jawab Adisti berbohong. Dia juga tidak mungkin juga mengatakan keberadaannya saat ini pada sang mertua.
"Kamu apa kabar? Sehat, kan? Kata Bryan kemarin kamu dari luar negeri?"
"Iya, Ma, kemarin aku memang baru datang. Maaf, aku nggak bawa oleh-oleh karena memang acaranya begitu padat."
"Mama nggak minta oleh-oleh apa-apa, yang penting kamu pulang dengan selamat Mama sudah sangat bahagia."
Adisti memutar bola matanya malas, merasa muak dengan apa yang dikatakan oleh sang mertua. Seandainya saja itu benar-benar kata yang keluar tulus dari dalam hati Mama Lusi, dia pasti akan merasa senang. Dulu memang mertuanya selalu berkata seperti itu dan Adisti sangat senang karena merasa dicintai. Sekarang saat semuanya terbongkar, dia baru tahu apa tujuannya mengatakan hal seperti itu.