Aura, gadis berusia 26 tahun yang selama hidupnya tidak pernah memahami arti cinta.
Karena permintaan keluarga, Aura menyetujui perjodohan dengan Jeno.
Akan tetapi, malam itu akad tak berlanjut, karena Aura yang tiba-tiba menghilang di malam pengantinnya.
Entah apa yang terjadi, hingga keesokan harinya Aura justru terbangun di sebuah kamar bersama Rayyan yang adalah anak dari ART di kediamannya.
"Aku akan bertanggung jawab," kata Rayyan lugas.
Aura berdecih. "Aku tidak butuh pertanggungjawaban darimu, anggap ini tidak pernah terjadi," pungkasnya.
"Lalu, bagaimana jika kamu hamil?"
Aura membeku, pemikirannya belum sampai kesana.
"Tidak akan hamil jika hanya melakukannya satu kali." Aura membuang muka, tak berani menatap netra Rayyan.
"Aku rasa nilai pelajaran biologimu pasti buruk," cibir Rayyan dengan senyum yang tertahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chyntia R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Dapat menerima
Aura bergerak gelisah, sesekali menggigitt kuku jarinya sendiri. Perasaannya berkecamuk, antara harus mengikuti saran sang Mama atau tidak.
Saat Aura menelepon mamanya, Mama Yara meminta Aura untuk tenang dan membeli sebuah testpack agar bisa memastikan kecurigaan soal kehamilan tersebut, tapi belum apa-apa gadis itu sudah terserang panik yang membuat pikirannya semrawut dan bingung. Haruskah dia mengikuti saran sang Mama?
"Oke, tenang, Aura kamu pasti bisa. Ini semua gak akan membuat kamu down. Kamu harus menghadapinya." Aura berkata-kata pada dirinya sendiri, menstimulasi otaknya agar dia tidak stress dan menganggap semuanya akan baik-baik saja--apapun yang terjadi.
Aura menarik nafas dalam, mencoba menenangkan diri. Dalam sekali pergerakan dia langsung meraih silngbag miliknya dan melesat pergi menuju apotek terdekat.
Akhirnya benda yang tadi dia anggap keramat kini sudah berada ditangannya. Aura membeli beberapa, yang katanya paling akurat dan tidak harus di cek pada pagi hari.
Aura kembali ke apartmennya dan langsung mencobanya dengan perasaan was-was luar biasa. Dalam hati, Aura merapal doa agar ketakutannya tidak terjadi.
Akan tetapi, mungkin Tuhan punya rencana tersendiri. Untuk saat ini, doa Aura tidak dikabulkan begitu saja. Mungkin menurutNya, Aura sudah pantas dan layak untuk menerima amanah tersebut.
Dua garis merah yang membuat Aura mendengkus keras. Dia hamil. Tapi Aura tidak sepenuhnya percaya begitu saja. Dia akan mencoba lagi sebab alat itu masih tersisa beberapa.
"Tenang, masih ada harapan kalau ini pasti salah. Aku akan mencobanya lagi besok pagi biar akurat."
Masih saja gadis itu meyakinkan diri bahwa hasil dari tes nya adalah kesalahan, meski jauh didalam lubuk hatinya sudah melenguuh lesu karena mengakui bahwa hasil itu tak akan berubah kembali.
...***...
Keluarga Aura di Indonesia cemas akan kabar yang diberitakan Aura. Mama Yara sendiri takut jika putrinya akan berbuat hal nekat jika kenyataannya Aura benar-benar hamil. Memang Oma Indri pun sudah memberikan penjagaan untuk Aura disana. Dua orang bodyguard yang mampu melindungi Aura dari siapapun, tapi bukan berarti mereka akan bisa mencegah segala hal yang dibuat Aura karena Aura berada didalam kamar apartmen-nya seorang diri.
Mereka melakukan perundingan dan hasilnya adalah Mama Yara yang akan menyusul Aura untuk berada lebih dekat dengan putrinya. Mama Yara tau, disaat seperti ini Aura pasti membutuhkan banyak dukungan. Kendati mereka belum mendapat kabar pasti dari Aura soal kehamilan itu dan masih praduga saja karena Aura belum menyampaikan hasil testpack-nya tapi keyakinan Mama Yara adalah Aura benar-benar hamil.
"Apa kita harus memberitahukan kabar ini pada Rayyan? Aku pikir dia harus tau kondisi Aura sekarang," kata Papa Sky pada istrinya.
"Kita harus memastikan dulu dari Aura dan jika dia benar-benar hamil kamu harus memastikan mereka agar segera menikah. Aku gak mau anak itu lahir dan tidak mengenal sosok ayahnya," papar Yara.
Papa Sky mengangguki. Dia sudah memikirkan segalanya. Jikapun Aura harus menolak kembali, Papa Sky tetap harus mendesaknya menikah dengan Rayyan. Mungkin itu terdengar kelewatan sebab termasuk pemaksaan kehendak, tapi dia juga tidak mau jika cucunya lahir tanpa seorang ayah. Jadi disini, Papa Sky tidak boleh hanya memikirkan perasaan Aura seorang, dia juga harus memikirkan kondisi yang paling buruk dan jika memang Aura hamil anak Rayyan maka mereka harus menikah secepatnya. Kasihan bayi yang tidak berdosa itu, pikirnya.
...***...
Aura menghela nafas pasrah, tak lama dia mengelus perutnya sendiri. Setelah mengulangi pengecekan lagi, hasilnya benar-benar tidak berubah. Dua garis dua yang sama berhasil membuatnya bungkam tak dapat berkata-kata.
Aura menitikkan airmatanya. Ia tidak tau harus senang atau sedih sekarang. Harusnya dia bisa merasakan bahagia disaat dia mendapati ada kehidupan lain yang tumbuh didalam dirinya, kan?
Ya, sepertinya dia harus menikmati hal itu dengan secercah senyum untuk menyemangati dirinya sendiri.
"It's oke, aku bisa. Aku pasti bisa melewati ini." Aura terbiasa mendoktrin pikirannya sendiri sejak dia mengikuti terapi psikis saat dulu dia berobat. Untungnya kali ini dia membuat sebuah stimulus yang baik agar dia bisa lebih tenang. Tidak terbayang jika dia sampai mensupport diri agar melakukan hal yang buruk terkait kehamilannya.
Tanpa sengaja Aura melihat cermin besar di dekat nakas. Dia berdiri dan beranjak menuju kesana.
Aura memandangi seluruh bentuk tubuhnya dari pantulan cermin itu. Tanpa sadar dia berdiri menyamping seolah ingin melihat perubahan yang signifikan dari perutnya karena kini dia sudah tau bahwa dia benar-benar mengandung.
"Baiklah, kita akan hidup berdua dan semuanya akan baik-baik saja." Aura mengganti kata 'aku' menjadi 'kita' yang artinya adalah dia dan bayinya. Dia harus menerima bayi itu. Setidaknya mulai dari sekarang meski kemarin dia betul-betul tidak mau mengandung sang jabang bayi.
"Kita akan melakukan banyak hal. Kita akan bahagia." Aura kembali meyakinkan diri, bahwa bayi tersebut adalah salah satu bagian dari dirinya sendiri yang harus dia terima kehadirannya. Aura tidak mau menepis lagi, dia harus bisa menerima keadaan yang sudah digariskan untuknya.
Dua hari setelah hari itu, Aura dikejutkan dengan kedatangan Mamanya ke apartmennya di Berlin.
"Maaf ya, Ma. Aura selalu merepotkan Mama."
Aura belum mengatakan secara gamblang pada sang Mama soal kehamilannya meski kemarin dia sempat mengatakan ketakutannya akan hal itu.
"Gak apa-apa, Mama juga udah rindu sama putri mama," sahut Mama Yara dengan senyum hangatnya.
"Papa gak ikut, Ma?"
Mama Yara menggeleng pelan. "Bukankah ini lebih baik? Udah lama kita gak quality time berdua."
Aura memeluk sang Mama. Entah kenapa ada gejolak dalam dirinya yang merasa kegiatan ini menyenangkan. Pemikirannya juga jadi memikirkan bagaimana jika yang dia kandung adalah anak perempuan. Apa anak itu bisa dekat dengannya seperti sang Mama yang juga seperti itu kepada putrinya?
"Jadi, kamu apa kabar?" Mama Yara mulai mau menyinggung soal kehamilan Aura yang membawanya terbang jauh ke Jerman hari ini.
Aura mengangguk. Diluar prediksi--gadis yang akan menjadi ibu beberapa bulan lagi itu malah menyunggingkan senyuman yang manis.
Mata mama Yara langsung memicing kearah putrinya, dengan alis yang bertemu satu sama lain. Heran, tentu saja. Apa senyum Aura mengartikan gadis itu tidak hamil? Makanya Aura setenang ini?
Segala pemikiran dan praduga mulai timbul di kepala Mama Yara.
"Jadi?"
Aura tau apa yang ingin di dengar sang Mama. Dia kini mengangguk-anggukkan kepala.
"Ma, Aura memang hamil," kata gadis itu menyahut setenang mungkin.
Malah mata Mama Yara yang mendelik kecil, meski sebenarnya dia sudah memperkirakan hal ini sebelumnya tapi sikap Aura yang tenang inilah yang menjadi pertanyaan besar di kepala wanita paruh baya itu.
"Mama harap, kamu gak minum obat atau apapun sehingga sekarang kandungan itu sudah gugur," ujar Mama Yara blak-blakan.
"Aura gak seperti itu, Ma. Aura menganggap bayi ini adalah bagian dari hidup Aura juga. Jadi, Aura memutuskan untuk mempertahankannya. Mama jangan mengira sikap tenang Aura ini karena Aura udah menyingkirkannya. Aura gak tega untuk ngelakuin hal yang Mama tuduhkan." Kali ini Aura menunduk pilu.
Mama Yara langsung merangkul putrinya. "Maaf sayang, maafin mama ya udah nuduh kamu yang enggak-enggak. Mama cuma gak yakin kamu bisa setenang ini saat mengetahui kejelasan soal kehamilan kamu. Mama jadi berpikir yang macam-macam. Maafin mama, ya," paparnya sungguh-sungguh
"Iya, Ma. Gak apa-apa. Wajar mama curiga sama Aura."
Mama Yara kembali menatap putrinya dengan intens.
"Jadi, kamu mau mempertahankan kandungan itu?"
Aura mengangguk yakin, dia sudah pada keputusannya.
"Kamu mau menikah sama Rayyan?"
Kali ini Aura menggeleng tegas. "Kalau itu, enggak, Ma!" tukasnya.
Mama Yara menghela nafas panjang. "Mama pikir jika kamu mau menerima bayinya kamu juga harus bisa menerima Rayyan. Dia ayah dari bayi itu, Nak."
"Aura memang bisa menerima bayi ini karena menganggap bayi ini adalah bagian dari diri Aura." Aura memegang perutnya sendiri. "Tapi kalau Rayyan, dia bukan siapa-siapa buat Aura, Ma. Aura gak bisa menerima dia dalam kehidupan Aura," putusnya.
...Bersambung ......
Maaf update kesiangan. Othor bnyk cucian🤣🤣
Dah ya, nanti agak siangan lagi update novelnya Cean dulu deh ya. Makasih 🙏