Perjodohan adalah sesuatu yang Mazaya benci. Dari setiap novel yang ia baca, selalu saja pihak perempuan yang jadi sosok tertindas. Kadangkala ending cerita sang suami menjadi bucin. Kadang kala ada juga yang berakhir dengan perceraian dengan sang perempuan menikah lagi kemudian hidup bahagia dan laki-laki hidup dalam penyesalan.
Namun bagaimana bila Mazaya lah yang menjadi tokoh seperti dalam novel tersebut, terpaksa menikah karena perjodohan?
Apalagi setelah ia tahu, sosok yang dijodohkan dengan dirinya telah memiliki kekasih.
Sungguh, Mazaya tak ingin melewati proses jadi istri yang tertindas.
BIG NO!!!
Namun untuk ending, siapa yang tahu. Yang pasti, ia tak mau ditindas apalagi oleh sang pelakor meskipun dia adalah wanita yang suaminya cintai. Lalu bagaimana caranya agar ia tidak ditindas oleh pasangan sialan tersebut?
Makanya, yuk tap ❤️ untuk mengikuti cerita selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bekerja
"Bersiaplah!" Ucap Gemilang tiba-tiba saat mereka baru saja menyelesaikan sarapan mereka.
"Hah!" Hanya satu kata itu yang keluar dari bibir Mazaya. Iya bingung, bersiaplah? Bersiaplah untuk apa dan kemana pikirnya.
"Kenapa bengong? Ayo cepatlah! 10 menit kau harus sudah siap." Ucapnya lagi makin cengo lah Mazaya.
"Mas, kamu ngomong sama aku?" tanya Mazaya bingung.
Pletak ...
Gemilang lantas menyentil dahi Mazaya membuat gadis itu meringis seraya mencebik.
"Mas Elang," protes Mazaya tanpa sadar mengeluarkan suara manjanya yang justru membuat Gemilang dag dig dug ser. "Sakit tau!" Mata Mazaya memicing tajam, sedangkan sumber kekesalan Mazaya tampak cuek-cuek saja. Tanpa Mazaya sadari, sebenarnya Gemilang tengah mati-matian menahan debaran tak menentu di dalam dadanya.
"Apa?" jawab Gemilang acuh tak acuh.
"Sakit tau. Ck ... "
"Makanya, disuruh buruan bersiap malah bengong aja."
"Iya, aku tahu kamu nyuruh aku bersiap, tapi yang buat aku bingung itu buat apa? Dan emangnya mas mau ajak aku kemana? Nggak mungkin kan ke kantor mas? Bisa-bisa si bibit pelakor ngakak ribut mulu. Mana belum ada yang tahu aku itu siapa. Terus juga, aku kan mau kerja. Mas amnesia atau apa sih?" cerocos Mazaya membuat Gemilang gemas dan menjepit bibir sang istri.
"Ini mulut kalau udah nyerocos, udah kayak kereta. Aku mau anterin kamu kerja, paham?" Ucapnya.
"Oooo ... bilang dong dari tadi." Ujar Mazaya sambil mesem-mesem membuat Gemilang mengepalkan tangannya menahan sesuatu yang bergolak di dalam dadanya.
'Astaga, kenapa dia jadi imut banget sih? Eh, apa kataku barusan? Imut? Hah, kenapa aku bisa muji dia sih? Astaga ... '
Mazaya pun bergegas masuk ke dalam kamar dan sesuai perintah Gemilang tadi, ia harus sudah bersiap dalam waktu 10 menit.
"Aku sudah siap. Cepat kan. Tepat 10 menit tak lebih, justru kurang dari itu. Kurang 5 detik tepatnya," ujar Mazaya bangga.
Gemilang tak menanggapi Mazaya sama sekali. Ia justru segera berjalan menuju mobilnya dan masuk begitu saja. Mazaya pun ikut menyusul di belakangnya. Sebelum masuk mobil, Mazaya terlebih dahulu menyapa Juna.
"Hai Jun, makasih ya!" ucap Mazaya ceria seperti biasanya.
"Eh, i-iya Nona. Hai juga. Sama - ... "
"Juna, cepat jalankan mobilnya! Terlambat satu detik, 20% gajimu melayang," tegas Gemilang tak suka melihat Mazaya menyapa ramah Juna. Entah apa sebabnya, dirinya sendiri pun bingung. Mulutnya reflek saja menyatakan ketidaksukaan itu secara tidak langsung. Ingin rasanya ia menepuk mulutnya sendiri, tapi Gemilang urungkan. Ia tak mau menjatuhkan imagenya di hadapan Mazaya.
Tak butuh waktu lama, mobil yang membawa Gemilang dan Mazaya pun tiba tak jauh dari depan gerbang perusahaan. Mazaya sendiri lah ya h meminta agar mobil itu tidak tiba tepat di depan sana. Mazaya beralasan ia malu dan takut dijadikan bahan pergunjingan orang-orang yang melihatnya. Alhasil Gemilang pun menurut meskipun ia merasa sedikit aneh dengan sikap Mazaya.
Setelah memastikan Mazaya masuk ke gedung perusahaan Syailendra Group, mobil Gemilang pun melaju kencang menuju perusahaannya sendiri, CB Group.
"Jun, minta orang-orang kita cari tau segala hal mengenai istriku. Jangan sampai ada yang terlewat satu info pun. Apa kau mengerti?" Titah Gemilang saat mobilnya baru melaju menembus padatnya jalanan ibukota.
"Baik tuan. Segera saya laksanakan!" sahut Juna sambil melirik sang atasan melalui kaca spion.
Sementara itu, Mazaya yang baru melewati gerbang Syailendra Group langsung berbelok menuju sebuah mobil yang terparkir sebelum lobby. Itu adalah mobil Windy, sekretarisnya.
"Akhirnya ... " gumam Mazaya saat telah berada di dalam mobil.
"Loe beneran diantar laki loe?" tanya Windy yang diangguki Mazaya.
"Loe udah pastiin kan nggak ada yang liat gue masuk ke mobil ini?" tanya Mazaya sedikit khawatir. Matanya celingak-celinguk memperhatikan sekitar, takut-takut ada yang melihatnya. Sebab biasanya ia datang ke kantornya dengan menggunakan masker. Bahkan karyawannya pun tak ada yang mengetahui wajah Mazaya, kecuali Willy dan Windy sebab mereka memang sudah saling mengenal sejak lama.
"Tenang aja, semua aman. Bahkan security kantor pun tak menyadari." Sahut Windy cepat. "Itu pakaianmu. Kau ganti di sini atau ... "
"Di sini aja. Kalau aku ikut masuk, bisa-bisa ada yang melihat diriku."
"Baiklah. Bergantilah pakaian." Setelah mengucapkan itu, sebuah kaca tepat di belakang jok kursi Windy tertarik ke atas membuat Mazaya bisa berganti pakaian dengan bebas tanpa merasa malu diperhatikan Windy. Mobil itu memang telah dimodifikasi sedemikian rupa untuk kenyamanan Mazaya. Bahkan seluruh perlengkapan bekerja Mazaya hampir sepenuhnya berada di sana. Tak lupa Mazaya menyapu wajahnya dengan make up tipis khususnya area mata untuk mempertegas tatapannya. Apalagi ia menutupi sebagian wajahnya dan hanya menampakkan area mata, jadi ia perlu menunjukkan ketegasan dirinya melalui sorot mata yang dipertegas dan dipertajam. Setelah ia selesai melakukan ritual wajibnya sebelum bekerja, Windy pun segera menjalankan mobil dan memarkirkannya di tempat semestinya. Setelah mobilnya terparkir sempurna, barulah Windy turun terlebih dahulu dan membukakan pintu mobil untuk Mazaya.
Dengan anggun, Mazaya turun dari mobil dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam perusahaan. Di perusahaan, Mazaya bersikap sebaliknya. Ia sama seperti CEO-CEO lain yang sengaja bersikap dingin dan datar agar para bawahannya segan dan tidak berani macam-macam. Semua tentu saja atas didikan sang kakek.
Awalnya memang ia seakan diremehkan bawahannya. Mereka menilai Mazaya bisa duduk di kursi tertinggi Syailendra Group hanya karena ia putri satu-satunya mendiang Narendra Syailendra. Namun seiring berjalannya waktu, Mazaya mampu membuktikan kalau dia mampu. Terbukti, meski saat beberapa bulan yang lalu ia hanya menjabat sebagai COO Syailendra Group, Mazaya mampu membuat beberapa terobosan dan menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan besar sehingga nama Syailendra Group makin berjaya dan mampu menduduki puncak kerajaan bisnis di tanah air. Setelah itu, barulah ia benar-benar diangkat menjadi CEO menggantikan sang kakek.
...***...
Sementara itu, di sebuah rumah mewah, ada seorang pria paruh baya tapi tetap gagah diusianya yang menginjak hampir kepala lima sedang mendengarkan informasi yang diberikan anak buahnya.
"Jadi benar perempuan itu putri dari Narendra yang selama ini disembunyikan?"
"Saya tidak tahu pasti tuan, tapi kemungkinan besar iya sebab tampuk kekuasaan telah diserahkan sepenuhnya pada perempuan itu." Lapornya.
Brakkk ...
"Pekerjaanmu selama ini apa, hah? Bagaimana kau sampai kecolongan sampai-sampai tak tahu anak itu telah kembali dan bahkan telah menduduki posisi CEO? Bertahun-tahun aku menugaskan mu mencari tahu keberadaannya dan segera melenyapkannya, tapi kau justru lalai. Kau mau anak istrimu ku habisi, hah?" bentak pria paruh baya itu.
"Ampun, tuan! Maafkan saya! Saya mohon jangan sakiti keluarga saya, saya mohon! Saya akan melakukan tugas saya dengan baik kali ini." Mohon anak buah laki-laki itu sambil bersimpuh di kaki tuannya.
"Saya beri kamu kesempatan satu kali lagi, cari tahu segala hal mengenai perempuan itu. Bila ada kesempatan, habisi dia! Aku ingin semua anak keturunan Narendra habis tanpa sisa." Sentak laki-laki itu dengan rahang mengeras.
...***...