✍🏻 Spin-off Dearest Mr Vallian 👇🏻
Cinta itu buta, tapi bagaimana jika kau menemukan cinta saat kau memang benar-benar buta? Itulah yang di alami Claire, gadis berusia 25 tahun itu menemukan tambatan hatinya meskipun dengan kekurangannya.
Jalinan cinta Claire berjalan dengan baik, Grey adalah pria pertama yang mampu menyentuh hati Claire. Namun kenyataan pahit datang ketika Claire kembali mendapatkan penglihatannya. Karena di saat itu juga, Claire kehilangan cintanya.
"Aku gagal melupakanmu, aku gagal menghapus bayang-bayangmu, aku tidak bisa berhenti merindukanmu. Datanglah padaku, temuinaku sekali saja dan katakan jika kau tidak menginginkanku lagi." Claire memejamkan matanya mencoba merasakan kembali kehadiran kekasih hatinya yang tiba-tiba menghilang entah kemana.
📝Novel ini alurnya maju mundur ya, harap perhatikan setiap tanda baca yang author sematkan disetiap paragraf 🙂
Bantu support dengan cara like, subscribe, vote, dan komen.
Follow FB author : Maria U Mudjiono
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21
Grey keluar dari rumah sakit setelah memastikan operasi Claire berjalan dengan lancar. Saat ini Claire sedang beristirahat di kamar perawatannya, sehingga Grey pulang untuk mengambil beberapa barang, dan sesuatu yang sudah lama Grey persiapkan untuk Claire.
Ketika Grey berjalan menuju rumah, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti menghadangnya, seseorang yang tidak asing bagi Grey keluar dari dalam mobil itu.
"Hi son," ucap pria yang tak lain adalah Casper. Grey menatap tidak suka padanya. "Jangan menatapku seperti itu, aku tahu kau sangat bahagianya melihat ku lagi, setelah beberapa bulan kita tidak bertemu." Casper membuka kacamata hitamnya.
"Aku tidak punya waktu untuk orang yang tidak penting seperti mu!" kata Grey mendengus kesal. Casper terkekeh mendengar itu.
"PKP 90 menit, kamar nomer 202, penanggung jawab dokter Phillip." ucap Casper menyeringai. "Jika sampai terjadi kesalahan, gadis itu akan buta permanen. Kau sudah tahu bukan?" Grey menggeretakkan giginya mendengar semua itu. Lagi-lagi Casper mengusik wanitanya.
"APA YANG KAU INGINKAN BRENGSEK!" teriak Grey sambil mencengkram kerah kemeja Casper.
"Kau tidak sekuat itu untuk melawan ku!" ejek Casper melihat raut wajah Grey yang merah padam.
"Jangan coba-coba..."
"Semua tergantung padamu," Casper menepis tangan Grey. "Keputusan ada di tanganmu," Casper kembali masuk dalam mobil dan membuka pintu lainya. Grey sangat kesal dengan kelakuan Casper yang seenaknya itu, tapi mau tidak mau Grey menurutinya kali ini.
Keselamatan Claire jauh lebih penting, Grey akan pikirkan cara untuk lepas dari Casper setelah memastikan Claire baik-baik saja. Setidaknya tidak saat ini, karena Claire baru saja melakukan transplantasi kornea mata, jika sampai sesuatu buruk terjadi pada Claire, maka seperti yang di katakan oleh Casper. Claire akan buta secara permanen dan Grey tidak mau jika sampai itu terjadi.
"Pilihan yang tepat, kau memang pintar sepertiku." kata Casper setelah Grey masuk dan duduk disebelahnya.
"Aku mengikuti mu bukan berarti kau menang!" Grey mengingatkan Casper jika dirinya belum kalah.
"Will see," sahut Casper tenang, berbeda dengan Grey yang kesal setengah mati.
...
Sesampainya di mansion, Grey melihat Barbara dan Adeline berada di ruang utama. Sepertinya kedua wanita itu menunggu kedatangannya, Barbara tersenyum lebar menyambut kedatangan Casper, sedangkan Adeline hanya menundukkan kepalanya.
"Akhirnya kalian datang," kata Barbara memeluk Casper, sambil melirik kearah Grey.
"Tentu saja, kalian sudah siap?" Casper melihat anak tirinya yang hanya diam dan menunduk.
"Adeline," wanita itu baru mengangkat kepala saat Casper menyebut namanya.
"Ya, Daddy." sahut Adeline. Casper tersenyum manis pada Adeline.
"Teddy, berikan pakaian Grey!" teriak Casper sontak membuat Grey bingung.
"Aku tidak membutuhkan...."
"Aku tidak ingin di bantah, atau kau akan tahu akibatnya!" tegas Casper, tak lama seorang pria paruh baya membawa sebuah kotak coklat mendekat Grey.
"Paman Teddy, apa ini?" tanya Grey. Pria bernama Teddy itu menoleh kearah Casper dan menundukkan kepalanya.
"Capat pakai, jangan membuang waktuku yang berharga ini!" kata Casper tanpa bisa di bantah.
"Mari, Tuan." dengan perasaan kesal, Grey mengikuti pria paruh baya itu masuk ke kamarnya.
Dalam kotak itu berisi sebuah stelan mahal lengkap dengan dasi kupu-kupu dan sepatu hitam yang senada dengan warna tuxedo. Grey tidak menyangka jika Daddy nya akan melakukan hal segila ini, secara tidak langsung Grey setuju menikah dengan Adeline.
Namun sumpah demi apapun itu, Grey tidak menerima Adeline sebagai istrinya, Grey juga tidak mengakui pernikahan itu. Karena mempelai wanita bukanlah gadis yang dicintainya.
"Aku tidak akan mengampuni kalian!" batin Grey. Hatinya mengeluarkan berbagai macam sumpah serapah dan akan membalas semua kejadian hari ini.
Grey keluar dengan pakaian yang lebih rapih. Pria 33 tahun itu memang sangat tampan hingga membuat Adeline tidak berkedip menatapnya. Grey membalas tatapan terpesona Adeline dengan tatapan dinginnya hingga membuat wanita itu kembali menunduk.
"Baiklah, ayo kita berangkat." kata Casper di ikuti oleh Barbara dan Adeline, juga Grey yang terlihat seperti anak yang baik dengan mengikuti semua perkataan Casper.
"Dia benar-benar hantu yang menyebalkan," batin Grey menyamakan Daddy nya dengan karakter hantu kartun anak-anak.
"Pertahankan sikap manismu," kata Casper melirik pada Grey saat mereka memasuki sebuah Limosin. Grey hanya menanggapinya dengan tatapan malas, sambil memikirkan cara untuk melarikan diri tanpa membahayakan Claire.
Sialnya Grey lupa meminta pengawal pada Ben untuk menjaga Claire saat dirinya pergi. Jika saja hal itu tidak luput dari perkiraan Grey, mungkin sekarang Grey masih bersama Claire dan membicarakan masa depan.
Perjalanan dari mansion menuju kantor pencatatan sipil hanya membutuhkan waktu kurang dari tiga puluh menit. Sepertinya semua sudah dipersiapkan oleh Casper, karena semua berjalan lancar tanpa hambatan. Pernikahan yang tidak pernah Grey harapkan itu terjadi begitu saja tanpa bisa di bantah.
"Apakah aku bisa pergi sekarang?" tanya Grey. Casper tersenyum miring.
"Aku tahu kau sangat menyukai gadis cacat itu! Kau pasti tidak ingin sesuatu terjadi padanya bukan?" Casper menggandeng tangan Barbara kembali masuk dalam mobil, begitupun dengan Adeline.
Grey menghembuskan nafas kasar karena saat ini belum bisa menemui Claire, dan terpaksa mengikuti Casper.
...
Di rumah sakit, Claire masih menunggu kedatangan Grey. Kekasihnya itu tadi pamit pulang karena ingin mengambil sesuatu dan akan segera kembali, tapi sampai makan malam tiba, Grey belum datang.
"Suster, apakah Grey belum kembali?" tanya Claire.
"Tuan Grey masih belum kembali, Nona." jawab suster itu sambil menyuapi Claire.
"Aku sudah kenyang," kata Claire yang langsung kehilangan selera makannya. Rasa makanan itu tidak seenak masakan Grey yang sangat lezat.
"Kapan perban ini akan di buka?" tanya Claire.
"Biasanya dokter Phillip akan membuka perban dua hari setelah operasi," kata suster itu sambil menyiapkan obat yang harus di minum Claire. "Obatnya, Nona." Claire menerima obat itu dan langsung meminumnya.
"Terimakasih," ucap Claire. Suster itu kembali membantu Claire mencari posisi yang nyaman untuk tidur.
"Sayang permisi, Nona." kata suster itu. Claire hanya menjawab dengan anggukan tanpa mengeluarkan sepatah kata.
"Bagaimana dengan gadis itu?" tanya seseorang saat suster itu baru saja menutup pintu kamar perawatan Claire.
"Dia sudah tidur," jawab suster itu sambil menundukkan kepalanya.
"Pergilah," usir ya membuat suster itu langsung lari karena takut.
"Dokter!" seru suster itu memasuki ruang kerja dokter Phillip.
"Maria," ucap dokter itu pelan.
"Aku sangat takut dengan pria itu," suster Maria mengadu pada dokter Phillip.
Dokter Phillip terdiam, beberapa hari sebelum melakukan operasi Claire, dirinya memang sudah mendapatkan ancaman dari seseorang yang tidak dikenal untuk tidak melakukan operasi itu. Tapi, dokter Phillip mengabaikannya karena permintaan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya.
Meskipun ancak itu sangat serius dan beresiko kehilangan nyawanya, tapi dokter Phillip tetap mengabaikannya. Setidaknya dia sudah memenuhi permintaan seseorang itu, meskipun harus kehilangan nyawanya.
"Tenanglah, semua akan baik-baik saja." kata dokter Phillip menenangkan suster Maria yang merupakan suster terbaiknya.
*
*
*
*
*
TBC
Harry merasa tak bisa menempatkan diri, padahal Nick sudah menganggap Harry seperti sahabatnya. Gua rasa Sara Dan Nick bs menerima nya..