"Sampai kapan kamu akan berlindung di ketiak mama? Kalau sikap kamu manja seperti ini mana ada laki-laki yang mau menikahi kamu. Abang tahu kamu sering dimanfaatkan oleh pacar-pacar kamu itu 'kan?"
"Abang, jangan meremehkan aku. Aku ini bukan gadis manja seperti yang kau tuduhkan. Aku akan buktikan kalau aku bisa mandiri tanpa bantuan dari kalian."
Tak terima dianggap sebagai gadis manja, Kristal keluar dari rumahnya.
Bagaimana dia melalui kehidupannya tanpa fasilitas mewahnya selama ini?
Yang baca wajib komen!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nirwana Asri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gilang Kebingungan
Sore ini Meilani dan Gilang mengunjungi Nara di rumah sakit. Mereka memasuki kamar yang diberitahukan oleh Ruli tapi keduanya tak menemukan Nara terbaring di sana. "Apa dia sudah diperbolehkan pulang?" Gumam Meilani.
"Pulang? Pulang ke mana?" Tidak mungkin pulang ke rumah Ruli karena Ruli sendiri yang memberi tahu jika Nara masih berada di rumah sakit. Nara juga tidak mungkin kembali ke tempat kos Meilani karena jelas-jelas dia ikut bersamanya. Lalu pulang ke rumah siapa? Gilang berpikir keras.
"Apa sebaiknya kita tanya saja ke resepsionis?" Gilang mengangguk setuju dengan saran Meilani.
Kemudian mereka bertanya pada resepsionis. "Pasien dengan nama Kristal Quenara di ruangan mana?" Gilang mengerutkan kening ketika mendengar nama panjang Nara.
"Di ruang VVIP no. 2," jawab perawat yang bertugas sebagai resepsionis tersebut. Wajah Gilang penuh kebingungan. Di ruang VVIP? Apa Ruli memindahkannya? Tidak mungkin, jika dia yang memindahkan seharusnya Ruli memberi tahu. Meilani menyadari jika atasannya itu meras bingung. Dia bahkan menahan tawa melihat tampang Gilang yang kebingungan.
Meilani berjalan lebih dulu lalu Gilang mengikuti di belakangnya. Saat tiba di depan kamar yang disebutkan oleh perawat tadi Meilani mengetuk pintu.
"Apa kamu yakin ini kamarnya?" Gilang masih tidak percaya Nara dirawat di ruang berkelas seperti ini. Meilani hanya tersenyum.
Berlian yang mendengar bunyi ketukan pintu dari luar berjalan untuk membukakan pintu itu. Meilani tersenyum ketika melihat orang tua Kristal. Dia masih ingat wajah cantik ibunya meski hanya beberapa kali bertemu.
"Temannya Kristal ya?" Tanya Berlian. Meilani mengangguk.
Lho, Kristal? Gilang makin penasaran apa benar yang dirawat itu memang Nara? Mungkin ibunya lebih suka memanggil nama depannya, pikir Gilang.
"Kristal," panggil Meilani. Gilang menoleh ke arah gadis yang dipanggil. Benar, itu Nara.
"Apa Pak Ruli yang memberi tahu kalau aku dirawat di sini?" tanya Kristal. Meilani mengangguk.
"Aku sangat khawatir padamu. Kamu sakit apa sampai masuk rumah sakit segala?" tanya Meilani.
Sebelum menjawab pertanyaan Meilani, kristal menatap mantan atasannya, Gilang. "Apa pak Gilang bingung dengan semua ini?" Kristal mulai bicara padanya. Gilang mengangguk.
Meilani tak bisa lagi menahan tawanya. Berlian ikut menunggu reaksi Kristal. Kristal mau tidak mau menjelaskan pada Gilang. Tapi Gilang malah lebih dulu mengajukan pertanyaan. "Sebenarnya siapa nama asli kamu?"
"Nama panjang saya Kristal Quenara Jaden. Sehari-hari saya lebih sering dipanggil Kristal. Tapi waktu itu saya pakai nama Nara yang saya ambil dari nama tengah saya untuk melamar pekerjaan."
"Apa dia tidak memberikan CV ketika melamar kerja di tempat kamu?" tanya Berlian pada Gilang. Gilang menggeleng.
"Itu salah kamu, kenapa kamu percaya pada gadis penipu ini," ucapan Berlian tidak bermaksud merendahkan Gilang. Tapi dia hanya menyesalkan tindakan Gilang yang ceroboh saat menerima pegawai.
"Mama," protes Kristal agar ibunya itu tidak menyalahkan Gilang. Bagaimana pun dia pernah menjadi orang yang dihormati Kristal.
"Andai saja kamu tidak menipu atasanmu ini, dia pasti tidak akan kebingungan seperti ini." Gilang merasa malu mendengarkan omongan ibunya Kristal.
"Apa kamu juga tidak tahu kalau Kristal berbohong?" tanya Berlian pada Meilani.
Meilani menatap Gilang sekilas. "Tahu, Tante," jawab Meilani. Dia tak enak telah ikut-ikutan berbohong pada Gilang. Gilang menatap tajam pada Meilani. Dia harus menghukumnya nanti.
"Apa Ruli sudah tahu?" tanya Gilang setelah itu.
Kristal mengangguk. "Iya, dia yang mencari tahu keluargaku setelah aku dirawat di rumah sakit." Itu yang dipikirkan Kristal nyatanya Ruli mencari tahu karena dia mencurigai Kristal yang sengaja menyamar menjadi orang miskin.
"Ah, kami sudah terlalu lama di sini bagaimana kalau kita biarkan Kristal beristirahat." Gilang mengangguk setuju dengan omongan Meilani. Dia juga harus memberikan hukuman pada gadis itu karena telah bersekongkol dengan Kristal.
"Cepat sembuh ya Nara, ah maksud aku Kristal." Gilang belum terbiasa dengan nama itu.
"Terima kasih sudah menjengukku." Meilani berpelukan dengan Kristal sebentar lalu keluar bersama Gilang.
Di tempat lain, Ruli yang sudah rapi turun dari lantai atas. "Kamu mau ke mana, nak?" Tanya Lira.
"Mau ke..." Ruli menggantung kalimatnya. Dia malu kalau mengaku pada ibunya ingin mengunjungi Kristal.
"Kalau mau ke rumah sakit, mama ikut ya?" Lira menyambar tasnya lalu menarik lengan Ruli agar segera menaiki mobil.
"Mama buru-buru sekali?"
"Mama pengen ketemu mamanya Kristal. Mama ingin tahu jauh lebih muda mana mama atau mamanya Kristal." Ruli menggelengkan kepala mendengar ocehan sang ibu.
Tak butuh waktu lama, mobil Ruli sampai di area parkir rumah sakit. Ketika dia baru turun, Ruli berpapasan dengan Gilang dan Meilani.
"Kamu mau jenguk Nara, ah maksud aku Kristal? Maaf aku belum terbiasa menyebut namanya." Ruli mengangguk. Dia melirik ke arah Meilani. Gadis itu menunduk hormat pada atasannya.
"Dia sudah dipindahkan ke ruang VVIP no. 2" Ruli tidak kaget lagi karena dia telah mengetahui latar belakang keluarga Kristal yang memiliki banyak kekayaan.
"Terima kasih sudah memberi tahu." Ruli menepuk bahu Gilang lalu berjalan menuju ke ruangan Kristal.
Ruli memperhatikan ibunya yang sibuk merapikan penampilan dari tadi. Setelah tiba di depan kamar Kristal dirawat, Ruli mengetuk pintu.
Berlian membukakan pintu lalu dia tersenyum pada Ruli. Sekilas dia melihat ke arah wanita yang datang bersamanya lalu kembali menoleh ke Ruli. Ruli seolah tahu apa yang ingin ditanyakan oleh ibunya Kristal.
"Perkenalkan ini mama saya."
Lira mengulurkan tangan pada Berlian. "Lira," ucapnya menyebutkan nama.
"Berlian." Wanita itu membalas uluran tangan Ibunya Ruli. "Mari silakan masuk."
Saat itu Kristal sedang membaca novel Kekasihku Pria Amnesia yang baru dibelikan oleh kakak iparnya yang sempat mampir tadi. Dia tidak menyadari kehadiran Ruli dan orang tuanya.
Berlian berdehem barulah Kristal menurunkan novel yang dia baca. Lalu dia melihat Ruli yang sedang berdiri dengan ibunya. Lira berjalan mendekat ke arah Kristal. "Bagaimana keadaan kamu?" Tanyanya dengan lembut sambil mengusap pipi Kristal.
"Baik, Tante. Maaf saya ..." Kristal menggantung omongannya. Dia tidak enak telah berbohong pada semua orang.
"Kamu tidak usah meminta maaf. Kalau kamu tidak berakting jadi gadis miskin mana mungkin Ruli bisa bertemu denganmu. Semua ini sudah diatur oleh Tuhan sayang."
Kristal mengerutkan keningnya. Dia masih belum paham omongan ibunya Ruli. "Jadi Tante sudah tahu kalau saya berbohong?" Tanya Kristal memastikan.
Melihat kamu sekilas saja saya sudah tahu sebelum Ruli memberi tahu. Mana ada gadis miskin yang memakai kalung semahal ini." Lira menyentuh kalung yang menggantung di leher Kristal.
Kristal tidak menyadari kalau dia masih memakai kalung pemberian papanya itu. Dia tersenyum malu-malu.
"Saya tidak bermaksud pamer."
"Iya, kami tahu. Kalau kamu bukanlah gadis yang suka manja yang suka memamerkan kekayaan orang tua kamu." Ucapan Lira membuat Kristal merasa bangga dipuji olehnya. Baru kali ini dia diakui oleh orang lain.
"Terima kasih Tante."
"Nak, Ruli bisakah Tante minta tolong?" Berlian menyela obrolan antara Kristal dan Lira.
Kira-kira mau minta tolong apa ya?