Ibu,,, aku merindukanmu,, airmatanya pun berderai tatkala ia melihat seorang ibu dan anaknya bercanda bersama. Dimanakah ibu saat ini,, aku membutuhkanmu ibu,,,
Kinara gadis berusia 18thn yang harus menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian kedua orang tuanya yang mengejar bahagia mereka sendiri, hingga ia harus merelakan harga dirinya yang tergadai pada seorang CEO untuk kesembuhan sang adik,,apakah bahagia akan hadir dalam hidupnya atau hanya derita dan derita,,,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Liliana *px*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 14 kehamilan Nara
"Kak,,, bangun,,,jangan menakutiku,,,"
Naya menepuk pelan pipi Nara yang kini berada dalam dekapannya.
Naya pun panik, cemas, khawatir dengan kondisi Kakak nya saat ini.
"Tolong,,,, adakah orang disini,,, Kakak ku pingsan,,, tolong,,,"
Teriak Naya sekencang kencangnya sambil berderai air mata.
Ia berharap akan ada yang datang membantu mereka.
Raffi yang berada di ruang kerjanya pun bergegas ke kamarnya, setelah mendengar teriakan Naya.
Dilihatnya Nara pingsan bersandar di bahu Naya. Segera Raffi mengangkat tubuh Nara, lalu membaringkannya di tempat tidur. Sedang Naya membuntutinya dari belakang.
"Tuan,,, Kak Nara baik baik saja kan?"
Dengan derai air mata Naya duduk di samping tempat tidur yang berseberangan dengan Raffi.
Ia terus membelai rambut Kakaknya berusaha menyadarkan Nara.
Raffi yang melihat betapa tulusnya kasih sayang ketiga saudara ini hanya bisa tersenyum kecut, jauh di lubuk hatinya ia merasa iri dengan kasih sayang ketiganya.
Karena selama ini ia tak pernah merasakan ketulusan cinta yang sebenarnya.
Dari istri yang dulu sangat dicintainya namun kini rasa cinta itu telah terkikis waktu oleh pengkhianatan Cindy.
Juga Mama dan Papanya yang lebih mementingkan bisnis mereka dari pada putranya. Hingga Raffi tumbuh dalam rasa kesepian, jauh dari kasih sayang kedua orang tuanya.
Tanpa menjawab pertanyaan Naya, ia segera menghubungi Rendra.
"Cepat ke kamarku dalam lima menit, kalau tidak kau tahu akibatnya."
Ancaman Raffi pada Rendra setelah sambungan ponselnya terhubung dan diterima oleh Rendra. Ia pun segera menutup sambungannya setelah mengancam Rendra, tanpa memperdulikan kondisi Rendra sedang diawasi atau tidak.
Sedangkan Rendra di ruangannya hanya bisa ngomel sendiri dengan ulah sahabatnya itu.
Ia pun bergegas menuju kamar Raffi setelah memastikan keadaan aman.
Dengan berlari memasuki lift, akhirnya dalam waktu lima menit ia sudah sampai di kamar peristirahatan Raffi. Dengan nafas yang tersengal sengal akibat berlari tadi. Setelah mengatur pernafasannya, ia pun mulai mendekati Raffi yang sudah memandangnya dengan tatapan yang tajam.
"Kenapa kau memanggilku kemari, bukankah sudah ada Nara yang bisa menghiburmu?"
Ucap Rendra sedikit kesal.
"Tak perlu banyak bicara, cepat periksa Nara, ia pingsan lagi!"
Raffi berjalan ke kamarnya diikuti oleh Rendra.
Naya yang melihat Rendra datang pun menepi agar Dokter itu bisa memeriksa Kakaknya.
Setelah beberapa menit memeriksa Nara, Rendra nampak terdiam seakan memikirkan sesuatu. Lalu ia menatap ke arah Raffi seakan tak percaya dengan semua hasil pemeriksaannya.
Raffi yang menatapnya tajam penuh tanya pun memberi isyarat pada Rendra untuk mengatakan hasil pemeriksaannya.
"Sebaiknya kau memeriksakan Nara pada Dokter kandungan, karena ku yakin, ia sedang hamil sekarang, meski baru 3 hari ini kalian berhubungan, tapi ku yakin ia telah positif hamil sekarang."
Tutur Rendra sambil menatap ke arah Raffi dan Nara secara bergantian.
Raffi yang mendengar penjelasan dari Rendra mengernyitkan keningnya seakan tak percaya dengan analisa dari sahabatnya itu.
"Apa kamu yakin dengan hasil pemeriksaanmu? Mana mungkin bisa secepat ini, sedang aku dan Cindy yang sudah 8 tahun menikah, belum juga dikasih momongan."
Raffi pun duduk di tepi tempat tidur, sambil memandang wajah Nara yang terlihat pucat.
Naya yang mendengar Nara sedang hamil pun tak percaya, ia berjalan terhuyung ke belakang hingga membentur tembok, lalu tubuhnya luruh hingga bersimpuh di lantai dengan derai air mata membasahi pipinya.
Hatinya benar benar hancur menerima kenyataan yang ia sendiri pun tak tau, antara bahagia akan memiliki keponakan atau sedih dengan faktanya nanti, kakaknya nanti akan terpisah dari anaknya.
Dan bagaimana hancurnya hati Nara, jika itu benar benar terjadi. Naya tak bisa menahan lagi sesak di dadanya, ia pun berlari kearah balkon lalu berteriak dengan kerasnya, berharap hatinya akan lebih baik.
Rendra yang melihat betapa hancurnya Naya pun menyusulnya ke balkon.
Tanpa sadar, tangannya sudah merengkuh tubuh gadis itu kedalam dekapannya.
"Menangislah sepuas hatimu, jika itu bisa menguatkanmu kembali, setelah itu, tetalah menjadi Naya yang kuat melawan dunia yang kejam ini."
Rendra membelai rambut Naya yang kini masih terisak dalam dekapannya.
"Dok,,, apa salah kami hingga takdir mempermainkan kami seperti ini, kapan kakak ku akan bahagia, seumur hidupnya ia akan tersiksa menanggung rindu dan rasa bersalah pada anaknya, mungkin bisa jadi anak itu akan membenci kakak nantinya, cobaan ini berat buat kami, Dok ,,, hikksss,,, hhiikkksss,,,,"
Naya yang tak kuasa lagi menahan semua rasa yang membebani hatinya pun mengeluarkan semua uneg uneg nya pada Rendra.
Sedang dokter tampan itu hanya bisa mendesah berat sambil terus menenangkan Naya. Ia juga merasakan kekhawatiran yang sama dengan Naya, tapi bukan karena Nara yang akan terpisah dengan anaknya tapi bagaimana jika ibu suri tau dengan kehamilan Nara, pasti mereka akan terpisah sebelum Nara melahirkan anak itu.
Itulah yang sedang dipikirkan oleh Rendra, mencari jalan untuk menyelamatkan Nara juga bayinya dari Nyonya Lia Aditama, yang tak lain Mama dari Raffi Aditama.
Sementara itu, Raffi yang bersama dengan Nara membelai lembut rambutnya, menyibakkan rambut Nara yang menutupi separuh wajahnya.
Dipandang lekat wajah wanita yang akan memberikannya seorang keturunan itu. Senyuman tipis terbit di bibirnya. Namun itu hanya sebentar.
Kini rona kecemasan nampak terlihat di wajahnya.
"Kamu jangan khawatir sayang,,, apa pun yang terjadi nanti, aku tak akan pernah meninggalkan kalian, selamanya kita akan bersama, meski aku harus kehilangan semuanya."
Gumam Raffi dalam hati lalu mencium kening Nara dan beralih mencium punggung tangan Nara yang di pegangnya erat saat ini.
Raffi pun membelai wajah Nara dengan lembut.
Seakan tubuhnya merespon sentuhan Raffi, akhirnya Nara pun tersadar dari pingsannya.
Perlahan matanya mengerjab lalu terbuka sempurna. Ia bisa melihat wajah tampan yang pertama kali dilihatnya saat ia membuka matanya, terbangun dari tidurnya. Seperti saat ini, untuk sesaat mereka saling menyelami tatapan masing masing.
Hingga Nara memutus tatapannya karena kecupan telah mendarat di keningnya. Ia hanya bisa memejamkan matanya menerima perlakuan Raffi yang begitu lembut, hingga ia bisa merasakan bibirnya di kecup lembut oleh Raffi.
"Syukurlah kamu sudah sadar sayang,,, jangan bikin aku khawatir lagi."
Nara pun mencoba bangkit dari tidurnya dengan bantuan Raffi, lalu bersandar di kepala ranjang dengan bantal sebagai penyangga punggungnya.
Nara pun teringat jika tadi ia pingsan, namun sebelum Nara bertanya, Raffi sudah mengejutkannya.
"Jaga dirimu baik baik, juga calon baby kita sayang, jangan pernah berpikir macem macem kalau tak ingin hukuman dari ku, kau bisa berjanji padaku, kan Kinara Rasya Aditama."
Nara yang mendengar perkataan Raffi pun menitikkan airmatanya, ia memandang tak percaya ke arah Raffi yang tersenyum penuh arti kearahnya. Lalu menganggukkan kepalanya. Nara pun segera berhambur ke pelukan Raffi yang sudah membuka kedua tangannya menyambut tubuh Nara.
"*Kakak,,,,"
bersambung,,, 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹*