Judul novel : "MY STUDENT IS MY STUPID WIFE
Ini kisah tentang NANA DARYANANI, seorang mahasiswi cantik yang selalu mendapat bullying karna tidak pandai dalam pelajaran apapun. Nana sudah lama diam-diam naksir dosen tampan di kampusnya, sampai suatu hari Nana ketahuan suka sama dosennya sendiri yang membuat geger seisi kampus.
Bagaimana dengan Sang Dosen, apakah dia juga akan menyukai Nana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gabby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AIR MATA
"Nana, pulang bareng yuk hari ini aku bawa motor kau bisa nebeng denganku." ajak Arin, mereka menyusuri lobi kampus.
"Kau duluan saja, aku ada les tambahan dengan pak Hessel." ucap Nana.
"Aku tunggu ya."
"Jangan Rin, nanti ayahmu ngojek pakai apa jika kau menungguku."
"Tapi kau pulang nanti dengan siapa?"
"Aku bisa naik angkot atau ojek kau jangan memikirkanku."
"Serius gak apa-apa aku tinggal?"
"Iya benar pulang sana, kasian ayahmu."
"Hei, kok kalian masih disini?" Andrean tiba-tiba aja datang menghampiri Nana dan Arin.
"Iya tadi aku nawarin Nana buat pulang bareng tapi dia ada les tambahan." ucap Arin.
"Oo, biar Nana nanti pulang bareng aku aja, kamu maukan Na?" ujar Andrean merangkul Nana, Nana langsung menurunkan tangan Andrean yang merangkul bahunya.
"Sana Rin, kau pulanglah besok-besok aja kita pulang bareng." ujar Nana.
"Baiklah aku pulang, Andrean aku titip Nana ya awas kalau kau macam-macam padanya aku akan menghabisimu."
"Iya nona galak, temanmu selalu aman bersamaku."
"Na, aku pulang ya."
Arin pun melangkah menjauh dari Nana dan Andrean, akhirnya dia berlalu pergi.
"Kamu ngapain masih disini? pergi sana, aku ada les jangan menungguku." ketus Nana.
"Aku sudah berjanji pada Arin, aku akan menunggu sampai lesmu berakhir."
"Tidak perlu Drean, aku bisa pulang sendiri."
"Tapi kan lesmu sampai sore bagaimana bisa aku membiarkanmu pulang sendirian, kau ini seorang wanita bahaya jalan sendirian."
"Terima kasih kau selalu baik dan peduli padaku, tapi aku rasa jangan terlalu berlebihan."
"Nana apa kau tidak bisa membuka hatimu sedikit saja untukku."
"Aku rasa bukan waktu yang tepat untuk membahas perasaan sekarang."
"Iya aku tau, tolong biarkan aku menunggumu."
"Kau tidak tau Jessi itu menyukaimu, kenapa kau lebih memilih gadis bodoh sepertiku dibanding Jessi, lebih baik kau ajak dia pulang bersamamu, kau tidak lihat disana ada Jessi." Nana menunjuk ke arah gerbang utama terlihat Jessi sedang menunggu jemputan daro supir pribadinya.
"Aku tidak mau, dia itu memang genit pada semua laki-laki."
"Jika kau mencintaiku maka lakukan saja apa yang ku minta, cepatlah temui Jessi, aku harus segera keruangan pak Hessel."
"Kau sangat keras kepala Na, baiklah aku akan pergi dan mengantar Jessi pulang ke rumahnya."
"Cepat pergilah! jangan melihat kebelakang fokuslah berjalan kedepan."
"Aku akan melakukan apapun yang kamu inginkan, termasuk mendekati Jessi meski aku tidak menyukainya tapi aku akan melakukannya untukmu." batin Andrean. Andrean meluruskan pandangannya ke depan tanpa menoleh kebelakang lagi sesuai permintaan Nana.
"*Apa yang kulakukan ini yang terbaik untukmu Drean, kau berhak bahagia bersama Jessi wanita yang jelas menyukaimu, aku tidak ingin kau berharap padaku, maafkan aku."
******
"Pergi kemana Nana, kenapa dia lama sekali?" batin Hessel* mulai gelisah karna Nana belum juga datang ke ruangannya.
Jekglekkk...
Seseorang masuk ke ruangan Hessel, Hessel pikir Nana yang datang ternyata malah Laras yang masuk.
"Hah dia kemari lagi." batin Hessel kesal, sebenarnya Hessel mulai terganggu dengan sikap Laras.
"Kau sibuk ya?" Laras tiba-tiba memeluk Hessel dari belakang, Hessel menyibukkan diri dengan memainkan laptopnya.
Laras dengan sengajanya menutup laptop Hessel.
"Kau mau apa?" tanya Hessel kesal.
"Pulang bareng yuk sekalian temani aku memilih buku referensi menjadi guru yang baik itu seperti apa."
"Aku tidak bisa, hari ini ada les dengan salah satu muridku."
"Kenapa hanya satu?"
"Aku guru privatnya makanya hanya dia sendiri."
"Bisa di cancel kan, ganti dihari lain, hari ini kau harus menemaniku belanja."
Tak lama kemudian Nana pun datang.
"Hessel." panggil Nana sambil membuka pintu, betapa terkejutnya Nana saat melihat Hessel bersama dosen baru itu, Hessel juga kaget sehingga dia berusaha melepaskan pelukkan Laras tapi Laras terlalu erat memeluknya.
"Kemari Na." pinta Hessel dengan sikapnya yang seolah tidak merasa bersalah.
Nana berusaha tenang, dia tidak ingin menampakkan rasa cemburunya karna Nana datang untuk belajar bukan untuk membahas perasaan.
Nana pun melangkahkan kakinya menuju meja Hessel, dan dengan berat Nana harus duduk di hadapan Hessel yang sedang bersama seorang wanita.
"Jadi ini bu Laras, dia memang sangat cantik." batin Nana memperhatikan Laras yang sangat posesif terhadap Hessel sedangkan Hessel hanya melihat Nana tanpa Nana sadari.
"Tadi kamu bilang apa, kenapa kau memanggil Hessel dengan namanya, apa kau tidak tau sopan santun bicara pada orang yang lebih tua."
"Laras, dia muridku jangan bicara seperti itu bisa saja dia tidak sengaja mengucapkannya" ujar Hessel.
"Dia muridmu, tapi aku tidak menyukainya."
"Bagaimana kau bisa tidak menyukai seseorang tanpa kau mengenalnya lebih dulu."
"Aku tidak perlu mengenalnya, karna aku tau semua murid dan dosen di sini membicarakan tentangnya, bukankah dia menyukaimu Hes, kenapa kau masih mau menjadi guru privatnya?"
"Aku tidak bisa mencampurkan masalah pribadi dengan tanggung jawab, dia muridku aku bertanggung jawab memberinya bimbingan dan pengajaran, saat bekerja kita harus profesional bukan?"
"Ya kau benar, tapi aku tetap tidak menyukainya."
Sedari tadi Nana hanya diam mendengar cemohan Laras, mungkin Laras pikir Nana tidak berani melawannya, Nana bisa saja menyobek mulut Laras hanya saja Nana tidak ingin masuk kasus hanya gara-gara Laras yang menjelek-jelekkan Nana dihadapan suaminya sendiri.
"Kenapa kau terus memandangku?" ketus Laras mulai terganggu karna Nana terus memandangnya, Nana memberikan senyum kecutnya pada Laras.
"Laras, tolong keluarlah." tegas Hessel, Hessel tau Nana pasti menahan rasa cemburu karna Laras terus saja nempel dipundak Hessel terlihat jelas dari raut wajah Nana yang selalu berusaha tegar.
"Kau mengusirku hanya karna stupid ini?"
"Iya, sekarang waktunya belajar, saya tidak ingin mendengar keributan."
"Biarkan aku menunggumu disini."
"Keluar!" tegas Hessel lagi menyeret Laras keluar dari ruangannya dan Hessel pun mengunci pintunya agar Laras tidak bisa masuk.
"Maafkan dia, sikapnya selalu seperti itu." ujar Hessel pada Nana.
"Sepertinya bapak tau banyak tentang bu Laras."
"Kenapa kamu tidak bicara sepatah kata pun saat dia berkata kasar padamu?"
"Saya rasa mendengar bapak bicara itu sudah cukup."
"Kenapa begitu?"
"Emmm tidak tau, jadi sekarang kita mulai dari mana belajarnya pak?"
Nana mengalihkan pembicaraan, Hessel semakin merasa kagum pada Nana, dia tetap kuat meskipun hatinya sangat terluka saat menyaksikan Hessel digelut oleh Laras dihadapannya sendiri.
"Apa kau tidak cemburu?" tanya Hessel tiba-tiba memegang tangan Nana membuat Nana sedikit kaget.
"Ya saya bisa saja cemburu, tapi saya tidak akan cemburu dengan wanita sepertinya." ujar Nana.
"Bagaimana jika dia terus mengganggu saya?"
"Selama bapak tidak mengganggunya saya akan membiarkannya."
"Kenapa kau sangat keras kepala Na?"
"Maksud bapak?"
"Ah lupakan itu, kita sambung lagi belajarnya sebentar lagi kamu ujiankan jadi saya tidak mau mendengar ataupun melihat nilaimu mengecewakan."
Akhirnya les pun berakhir.
Hessel dan Nana keluar dengan bahagia dari ruangan itu, sebenarnya Hessel berniat untuk mengajak Nana pulang bareng dan mengajak Nana makan malam, tapi pas Hessel membuka pintu ternyata di depan masih ada Laras yang menunggu.
"Kau disini?" Hessel kaget.
"Memangnya kemana aku akan pergi, ya jelaslah aku masih disini kita kan sudah janjian kau akan menemaniku belanja."
"Hah bagaimana dengan rencanaku, Laras menggagalkan semuanya." batin Hessel kesal.
Hessel memandang Nana, dia merasa kasian melihat istrinya, tapi wanita yang bernama Laras ini benar-benar membuat Hessel bingung.
"Aku tidak bisa meninggalkannya sendirian ini sudah sore, tapi jika aku menolak Laras maka Laras bisa curiga, aku tidak mau orang lain tau pernikahan kami, maafkan aku Na aku harus pergi bersama Laras."
"Aku pergi dulu Na." ujar Hessel.
"Emmm..." Mengangguk dengan terpaksa.
"Ayo Hes, ngapain sih pamitan segala dia itu muridmu bukan istrimu."
Nana tersenyum kecut menatap Hessel yang berlalu pergi bersama Laras.
Tanpa sadar air mata jatuh membasahi pipi Nana, sekuat apapun Nana berusaha bersabar namun Nana tetap merasa sakit menjalani pernikahan rahasia yang dijalani.
Nana keluar dari kampus sambil berlari, tanpa peduli dia terus menangis tersedu-sedu.
Ternyata sedari tadi Andrean masih setia menunggu Nana di garasi, sesudah mengantar Jessi Andrean langsung kembali ke kampus hanya untuk memastikan Nana aman.
Andrean bisa merasakan ada sesuatu yang terjadi dengan Nana meskipun sekarang dia sedang mengamati Nana dari kejauhan.
Andrean pun langsung menghampiri Nana, dan benar dugaannya Nana menangis.
"Apa yang terjadi padamu?" tanya Andrean.
Nana yang menyadari kedatangan Andrean dengan cepat menghapus air matanya, tapi Nana tidak bisa menyembunyikan kesedihannya karna Andrean sudah melihatnya menangis dengan jelas.
"Tidak apa-apa, kenapa kau masih disini?"
"Kau menangis Na, apa pak Hessel memarahimu?"
"Tidak kok, aku bilang kenapa kau masih disini, bukankah aku memintamu untuk mengantar Jessi pulang?"
"Aku sudah melakukan perintah darimu Na, makanya sekarang aku kembali ke sini lagi karna aku ingin memastikan kau baik-baik saja tapi sepertinya kau mendapat masalah."
"Tidak, kau jangan sok tau."
"Ceritakan padaku apa masalahmu."
"Tidak semua masalah harus diceritakan dengan orang lain."
"Ok baiklah jika memang demikian."
"Kau pulanglah."
"Aku akan pulanh setelah mengantarmu sampai di rumah."
"Tidak perlu, aku bisa naik angkot itu ada angkot, aku pergi dulu."
Nana pun langsung pergi dengan menaiki angkot, sedang Andrean masih berdiri di depan kampuas menatap kepergian Nana dengan penuh kebingungan.