NovelToon NovelToon
Dinikahi Sang Duda Kaya

Dinikahi Sang Duda Kaya

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Duda / Nikah Kontrak / Berbaikan
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Savana Liora

​Kiana Elvaretta tidak butuh pangeran. Di usia tiga puluh, dia sudah memiliki kerajaan bisnis logistiknya sendiri. Baginya, laki-laki hanyalah gangguan—terutama setelah mantan suaminya mencoba menghancurkan hidupnya.

​Namun, demi mengamankan warisan sang kakek, Kiana harus menikah lagi dalam 30 hari. Pilihannya jatuh pada Gavin Ardiman, duda beranak satu yang juga rival bisnis paling dingin di ibu kota.

​"Aku tidak butuh uangmu, Gavin. Aku hanya butuh statusmu selama satu tahun," cetus Kiana sambil menyodorkan kontrak pra-nikah setebal sepuluh halaman.

​Gavin setuju, berpikir bahwa memiliki istri yang tidak menuntut cinta akan mempermudah hidupnya. Namun, dia salah besar. Kiana tidak datang untuk menjadi ibu rumah tangga yang penurut. Dia datang untuk menguasai rumah, memenangkan hati putrinya yang pemberontak dengan cara yang tak terduga, dan perlahan... meruntuhkan tembok es di hati Gavin.

​Saat g4irah mulai merusak klausul kontrak, siapakah yang akan menyerah lebih dulu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Savana Liora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

​Bab 13: Transformasi Sang Putri

​"Berhenti nangis. Ingusmu meleleh ke baju, jorok tahu."

​Kiana melempar kotak tisu ke pangkuan Alea yang masih sesenggukan di pinggir kasur. Wajah bocah itu sembap, matanya bengkak, dan sisa martabak manis di sudut bibirnya membuat penampilannya makin mengenaskan.

​"Aku nggak mau keluar..." cicit Alea, suaranya serak. Dia memeluk lututnya yang diperban, menolak menatap Kiana. "Mata aku bengkak. Nanti orang-orang ketawa."

​"Justru kalau kamu sembunyi di kamar, mereka yang menang. Dino pasti lagi pesta pora sekarang sambil ketawa-ketiwi karena berhasil bikin anak Ardiman nangis bombay di pojokan," sindir Kiana sambil menyambar kunci mobilnya lagi.

​Dia berjalan ke lemari pakaian Alea, membukanya kasar, lalu melempar sebuah jaket hoodie ke arah Alea.

​"Pakai. Kita keluar sekarang."

​Alea mendongak kaget. "Malam-malam gini? Mau kemana?"

​"Bengkel," jawab Kiana singkat.

​"Hah? Mobil Tante rusak?"

​"Bukan. Kita mau memperbaiki muka kamu yang penyok itu," Kiana menarik tangan Alea agar berdiri. "Ayo. Jangan buang waktu Tante. Salon langganan Tante tutup jam sembilan. Kalau kita telat, terpaksa Tante potong rambutmu pakai gunting rumput."

​Mendengar ancaman 'gunting rumput', Alea buru-buru memakai jaketnya sambil mengelap ingus. Dia tidak tahu apa yang direncanakan wanita gila ini, tapi rasa penasaran dan sedikit rasa takut membuatnya menurut.

​Pierrenova & Co. Salon, kawasan Senopati.

​Aroma lavender dan bahan kimia mahal menyambut indra penciuman begitu pintu kaca otomatis terbuka. Ini bukan salon sembarangan. Ini tempat di mana sosialita Jakarta 'memperbaiki' diri sebelum terjun ke medan perang arisan.

​"Ah! Madame Kiana!" Seorang pria gemulai dengan rambut dicat perak berlari kecil menyambut mereka. "Tumben malam-malam kemari? Biasanya booking dulu."

​"Darurat, Pierre," kata Kiana sambil mendorong bahu Alea ke depan. "Saya bawa proyek renovasi."

​Pierre menatap Alea dari atas ke bawah dengan tatapan menilai yang kritis. Dia memegang ujung rambut Alea yang kusut dan bercabang.

​"Oh la la... Kasihan sekali rambutnya. Seperti sapu ijuk yang habis dipakai kerja bakti," komentar Pierrenova tanpa filter.

​Alea cemberut, merasa terhina. "Rambutku bagus tahu! Cuma lagi kusut aja!"

​"Duduk, Alea," perintah Kiana. Dia menunjuk kursi kulit hidrolik di depan cermin besar.

​Alea menurut dengan ragu. Dia duduk di sana, melihat pantulan dirinya yang kecil dan menyedihkan di cermin raksasa.

​"Pierre, saya mau total makeover," instruksi Kiana sambil berdiri di belakang kursi Alea, menatap pantulan anak tirinya. "Potong rambutnya. Buang semua bagian yang rusak. Saya mau model sleek bob. Rata, tajam, berkelas. Jangan ada poni lempar yang menutupi mata. Mata dia harus kelihatan biar kalau melotot orang takut."

​"Siap, Madame," Pierre langsung menyambar guntingnya dengan mata berbinar.

​"Tunggu! Jangan dipotong pendek!" protes Alea panik. "Aku suka rambut panjang!"

​"Rambut panjang cuma bikin gerah dan gampang ditarik musuh waktu berkelahi," potong Kiana kejam. "Kamu mau rambut panjang tapi dijambak Dino lagi? Atau rambut pendek tapi nggak ada yang berani sentuh?"

​Alea terdiam. Bayangan Dino menarik pitanya tadi siang melintas.

​"Oke... tapi jangan jelek," gumam Alea pasrah.

​Proses itu dimulai. Pierre bekerja dengan cepat. Rambut panjang Alea yang kusut dipotong habis, jatuh berserakan di lantai. Kiana mengawasi seperti mandor proyek, sesekali memberi koreksi.

​"Kuku dia juga, Pierre. Bersihkan. Potong rapi. Kasih nail polish bening yang glossy. Jangan warna-warni kayak badut. Saya mau dia kelihatan bersih dan mahal."

​Saat Pierre sibuk dengan rambut, seorang staf lain membersihkan kuku-kuku kecil Alea yang kotor karena tanah.

​Alea memandangi cermin. Perlahan, gumpalan rambut kusut itu hilang. Wajahnya mulai terlihat jelas. Garis rahangnya yang mirip Gavin mulai terekspos.

​"Tante..." panggil Alea pelan di tengah suara hairdryer.

​"Apa?" Kiana sedang sibuk membalas email di ponselnya.

​"Kenapa harus diginiin? Kan besok aku pakai seragam juga."

​Kiana meletakkan ponselnya. Dia memutar kursi Alea agar menghadapnya.

​"Dengar, Alea. Di dunia ini, orang menilai buku dari sampulnya. Itu fakta pahit," ucap Kiana serius. "Kalau kamu kelihatan kucel, lusuh, dan lemah, orang akan menganggap kamu gampang ditindas. Mereka akan injak kamu."

​Kiana menyentuh dagu Alea, mengangkatnya sedikit.

​"Tapi kalau kamu kelihatan rapi, bersih, dan tajam... mereka akan mikir dua kali sebelum cari masalah. Penampilan itu senjata, Alea. Baju zirah kamu. Kamu Ardiman. Kamu harus kelihatan mahal biar orang segan."

​Alea mencerna kata-kata itu. Dia melihat kuku-kukunya yang kini mengkilap bersih. Dia menyentuh rambut pendeknya yang halus dan wangi.

​Rasanya... ringan. Beban di kepalanya seolah ikut terpotong bersama rambut-rambut tadi.

​"Selesai!" seru Pierre, memutar kursi Alea kembali ke cermin.

​Alea ternganga. Bocah di cermin itu bukan Alea yang tadi menangis. Bocah itu terlihat segar, modern, dan... berani. Rambut bob sebahu itu membingkai wajahnya dengan sempurna, membuatnya terlihat lebih dewasa dan fierce.

​"Gimana?" tanya Kiana.

​Alea tersenyum lebar, memamerkan gigi kelincinya. "Keren! Kayak model di majalah Papa!"

​"Bagus. Sekarang bayar, terus kita belanja. Baju zirahmu belum lengkap."

​Destinasi selanjutnya adalah sebuah butik barang branded anak-anak di mall yang sepi pengunjung karena sudah hampir tutup.

​Kiana berjalan cepat di antara rak-rak sepatu dan tas, diikuti Alea yang terkagum-kagum melihat deretan barang mewah.

​"Ini," Kiana mengambil sebuah tas punggung kulit berwarna hitam dengan aksen emas minimalis. "Ini edisi terbatas. Kulit asli, tahan air, dan resletingnya nggak gampang macet."

​Alea melihat label harganya dan matanya nyaris melompat. "Harganya nolnya banyak banget! Bisa buat beli sepuluh tas Elsa Frozen!"

​"Tas Elsa Frozen kamu itu norak dan gampang sobek kalau ditarik," cibir Kiana. Dia memakaikan tas itu ke punggung Alea. "Pas. Kelihatan elegan."

​Lalu Kiana beralih ke rak sepatu. Dia mengambil sepasang sepatu pantofel hitam dari kulit paten yang mengkilap.

​"Ganti sepatu kets buluk kamu pakai ini. Sepatu ini solnya tebal. Kalau kamu nggak sengaja injak kaki Dino, dia yang bakal nangis, bukan kamu."

​Alea tertawa kecil membayangkan menginjak kaki Dino. Dia mencoba sepatu itu. Nyaman dan membuatnya merasa lebih tinggi.

​"Kita beli semua?" tanya Alea ragu. "Papa nggak marah? Kata Papa harus hemat."

​"Uang Papa kamu nggak bakal habis cuma buat beli tas dan sepatu, Alea. Tenang aja. Kalau dia marah, bilang Tante yang belikan," jawab Kiana sambil menyerahkan kartu kredit hitamnya ke kasir. "Ingat, ini bukan sekadar belanja. Ini investasi mental."

​Keluar dari mall, Alea berjalan dengan punggung lebih tegak. Dia menenteng paperbag besar berisi "senjata" barunya. Dia merasa seperti prajurit yang baru saja mendapat pedang baru.

​"Makasih, Tante," ucap Alea pelan saat mereka berjalan ke parkiran.

​Kiana menoleh, tersenyum tipis. "Sama-sama. Tapi ingat, barang mahal nggak ada gunanya kalau yang pakai mentalnya tempe. Besok, jangan nangis lagi."

​"Siap, Bos!" seru Alea, meniru gaya karyawan Kiana.

​Begitu sampai di rumah, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Lampu ruang tengah masih menyala terang.

​Gavin duduk di sofa tunggal dengan wajah gelap, tangan bersedekap di dada. Dia sudah menunggu. Tatapannya langsung jatuh pada tumpukan belanjaan yang dibawa Kiana dan penampilan baru Alea.

​"Dari mana saja kalian?" suara Gavin berat dan mengintimidasi. "Alea, kenapa jam segini baru pulang? Besok sekolah!"

​Alea yang baru saja merasa percaya diri, mendadak ciut lagi mendengar bentakan Papanya. Dia bersembunyi di balik punggung Kiana.

​"Mundur, Alea. Naik ke kamar, siap-siap tidur," perintah Kiana tenang. Dia menyerahkan belanjaan ke Alea.

​Alea mengangguk cepat dan berlari menaiki tangga secepat kilat, meninggalkan Kiana berhadapan dengan "monster" yang sesungguhnya.

​"Jelaskan, Kiana," tuntut Gavin, berdiri dan menunjuk pintu. "Kamu bawa anak saya keluyuran malam-malam, potong rambutnya tanpa izin saya, dan..." Gavin melirik struk belanja yang menyembul dari tas Kiana. "...membelikan dia barang-barang branded yang harganya nggak masuk akal buat anak SD? Kamu mau merusak dia?"

​Kiana melempar tas tangannya ke sofa dengan santai, lalu duduk menyilangkan kaki. Dia sama sekali tidak terlihat takut.

​"Merusak? Koreksi, Gavin. Saya sedang memperbaiki dia. Kamu lihat dia tadi? Dia pulang sekolah nangis-nangis, bajunya kotor, lututnya berdarah. Dia di-bully habis-habisan karena dia kelihatan lemah dan menyedihkan. Dan apa yang kamu lakukan? Kamu cuma duduk di sini nungguin dia pulang buat dimarahi?"

​Gavin terdiam, sedikit tersentak mendengar soal lutut berdarah. "Saya... saya nggak tahu dia luka. Saya baru pulang."

​"Makanya cari tahu!" sembur Kiana. "Anak kamu itu butuh kepercayaan diri, Gavin. Dia butuh merasa setara dengan teman-temannya yang sombong itu. Kamu pikir dengan mendidik dia 'sederhana' di sekolah internasional yang isinya anak sultan itu bakal bikin dia rendah hati? Nggak! Itu bikin dia jadi target!"

​"Tapi nggak perlu pakai tas seharga motor, Kiana! Itu mengajarkan materialisme!" debat Gavin.

​"Itu mengajarkan branding!" balas Kiana tak kalah sengit. Dia berdiri, menatap mata Gavin tajam. "Di dunia sosialita tempat Bu Siska dan gengnya berada, penampilan menentukan perlakuan. Kalau Alea pakai tas pasar, dia dianggap remeh. Kalau dia pakai barang bagus, dia dianggap punya kuasa. Itu bahasa yang mereka mengerti, Gavin. Kamu pebisnis, harusnya kamu paham soal packaging!"

​"Dia masih kecil, Kiana! Dia nggak perlu paham dunia kotor itu!"

​"Dia sudah ada di dalamnya, suka atau tidak! Dan tugas kita sebagai orang tua adalah kasih dia baju zirah biar dia nggak mati konyol dimakan hiu-hiu kecil itu!"

​Napas Kiana memburu. Dia benar-benar emosi. Dia teringat masa kecilnya sendiri yang sering diremehkan karena yatim piatu, sampai dia membuktikan diri dengan kesuksesan.

​Gavin menatap Kiana lama. Dia melihat api di mata istrinya. Api yang membakar demi melindungi Alea.

​Perlahan, bahu Gavin turun. Amarahnya surut. Dia sadar, Kiana benar. Caranya selama ini yang terlalu protektif dan 'lempeng' ternyata tidak berhasil melindungi Alea dari kekejaman pergaulan.

​"Lututnya... parah?" tanya Gavin pelan, suaranya melunak.

​"Lecet. Sudah saya obati," jawab Kiana, nadanya juga ikut turun. "Besok pagi kamu lihat sendiri hasilnya. Kalau kamu merasa saya salah karena bikin anak kamu jadi shopaholic, nggak usah ganti uang saya. Saya nggak peduli. Yang penting besok Alea nggak nunduk lagi kalau jalan."

​Kiana memungut tasnya, lalu berjalan menuju tangga.

​"Tidur, Gavin. Besok kita ada perang besar. Kosongkan jadwalmu."

​Gavin tidak menjawab. Dia hanya menatap punggung Kiana yang menjauh. Ada rasa kagum yang aneh menyelinap di hatinya. Wanita ini... dia benar-benar melakukan apa saja untuk menang. Dan sekarang, Alea adalah bagian dari tim yang harus dia menangkan.

​Keesokan paginya.

​Sinar matahari pagi menembus jendela ruang makan yang tirainya sudah diganti Kiana dengan warna cream cerah. Aroma kopi arabica yang harum sudah tercium.

​Gavin duduk di ujung meja, menyesap kopinya sambil membaca berita di tablet. Dia masih memikirkan perdebatan semalam. Apakah dia terlalu kaku? Apakah cara Kiana yang materialistis itu benar?

​Tap.Tap.Tap.

​Suara langkah sepatu yang mantap terdengar menuruni tangga. Bukan suara seretan kaki malas seperti biasanya.

​Gavin menoleh. Dan cangkir kopinya nyaris terlepas dari tangan.

​Di ujung tangga, berdiri seorang gadis kecil.

​Alea Ardiman.

​Tapi bukan Alea yang biasa Gavin lihat dengan rambut kucir kuda berantakan dan seragam kedodoran.

​Anak yang berdiri di sana terlihat seperti... Kiana versi mini.

​Rambut bob pendeknya yang hitam berkilau membingkai wajahnya dengan sempurna, memberikan kesan tegas dan segar. Seragam sekolahnya licin tanpa kusut sedikit pun. Di punggungnya, tas kulit hitam mewah itu bertengger gagah. Di kakinya, sepatu pantofel mengkilap memantulkan cahaya lampu.

​Alea berdiri tegak, dagunya diangkat sedikit, persis seperti instruksi Kiana. Wajahnya berseri-seri, memancarkan kepercayaan diri yang belum pernah Gavin lihat sebelumnya.

​"Pagi, Papa," sapa Alea. Suaranya lantang, tidak lagi cicitan tikus.

​Gavin ternganga. Dia menurunkan tabletnya perlahan. "Alea? Kamu..."

​"Cantik, kan?" Kiana muncul di belakang Alea, meletakkan tangan di bahu anak itu. Kiana juga sudah siap dengan setelan blazer putih yang memukau dan kacamata hitam di atas kepala. Mereka terlihat seperti pasangan ibu dan anak dari sampul majalah Vogue.

​"Kami siap berangkat perang," kata Kiana sambil mengedipkan mata pada Gavin.

​Alea berjalan menuju meja makan, menarik kursinya, dan duduk dengan anggun. Dia tidak langsung menyambar makanan. Dia meletakkan serbet di pangkuan, meniru gerakan Kiana.

​Gavin masih terpaku. Transformasi ini terlalu drastis. Tapi dia tidak bisa memungkiri, putrinya terlihat... kuat.

​Alea mengambil roti bakarnya, lalu menatap Kiana dengan mata berbinar-binar penuh antisipasi.

​"Tante," panggil Alea.

​"Ya?"

​"Hari ini..." Alea tersenyum lebar, senyum yang sedikit licik, sangat mirip dengan senyum Kiana saat memenangkan tender. "...Tante beneran mau marahin Tante Siska sampai dia nangis?"

​Gavin tersedak kopinya.

​Kiana tertawa renyah, mengusap kepala Alea sayang.

​"Bukan cuma nangis, Sayang. Kita bakal bikin dia minta ampun. Habiskan sarapanmu. Pertunjukan dimulai jam delapan."

1
Savana Liora
mantap kak
Savana Liora
asiaaapp
Nor aisyah Fitriani
uppp teruss seharian cuma nungguin kirana
Nischa
yeayyy akhirnya kiana sadar juga dengan perasaan nyaaa, uhhh jadi ga sabar kelanjutannya😍
Savana Liora
😄😄😄 iya, mantap kiana ya
shenina
😍😍
shenina
woah badass kiana 👍👍
shenina
🤭🤭
Savana Liora: halo. terimakasih udah baca
total 1 replies
shenina
👍👍
Savana Liora: makasih ya 😍😍
total 1 replies
Savana Liora
hahahaha
Nor aisyah Fitriani
upp teeuss thorr baguss
Savana Liora: asiaaap kk
total 1 replies
Nischa
lanjut thorr, ga sabar kelanjutannya🥰
Savana Liora: sabar ya. lagi edit edit isi bab biar cetar
total 1 replies
Nischa
cieee udah ada rasa nih kyknya, sekhawatir itu sm Gavin😄
Savana Liora: hahahaha
total 1 replies
Nor aisyah Fitriani
upp kak cerita nya baguss
Savana Liora: bab 26 udah up ya kak
total 1 replies
Nor aisyah Fitriani
baguss bangett
Savana Liora: makasih kak.😍 selamat membaca ya
total 1 replies
Feni Puji Pajarwati
mantap Thor...ceritanya gak kaleng2...maju terus buat karya nya...semangat...
Savana Liora: terima kasih supportnya kakak
total 1 replies
Iqlima Al Jazira
next thor👍
vote untuk mu
Savana Liora: makasih kak. happy reading ya
total 1 replies
Iqlima Al Jazira
🤩🤩🤩
Savana Liora: Terima kasih dah mampir kak
total 1 replies
Iqlima Al Jazira
🤭🤭
Savana Liora: iya kak. harus tetap semangat. 💪
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!