Tania seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya yang kebetulan tidak memiliki keturunan. Di usianya yang ke 20 tahun ini Tania harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya karena paman dan bibinya pun sudah meninggal dunia.
Memiliki seorang sahabat yang baik, tentu merupakan anugerah bagi Tania. Shasa adalah sahabat yang selalu ada untuknya. Mereka bersahabat mulai dari SMA. Siapa yang menyangka persahabatan mereka akan berubah menjadi keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Opname
Shasa panik, begitu pun Saif. Melihat Tania tanpa menggunakan hijab, Saif pun langsung menyuruh adiknya untuk mengambilkan hijab untuk Tania. Shasa masuk ke kamar Tania untuk mengambilnya. Kebetulan ada hijab instan yang digantung di belakang pintu kamarnya. Shasa langsung memakaikannya. Shasa juga mengambil minyak angin yang ada di kasur Tania. Ia membalurkan minyak angin tersebut ke jaki Tania, dada dan juga hidungnya. Mereka berharap Tania segera sadar sebelum dibawa ke rumah sakit.
"Gimana ini, bang?"
Dengan terpaksa Saif menggendong Tania keluar dari rumahnya.
"Kunci rumahnya, dek. Kita bawa saja ke rumah sakit."
"I-iya, bang."
Ada salah satu tetangga Tania yang melihat saat ia dibawa dalam keadaan tidak sadar.
"Tania Tania, kenapa dengannya? " Sapa ibu tersebut.
"Tania pingsan, bu. Kami akan membawanya ke rumah sakit." Jawab Shasa dengan ter buru-buru.
"Ya Allah, kasihan sekali."
Saif mempercepat langkahnya. Baginya tubuh Tania terasa enteng. Sehingga ia tidak kesulitan saat menggendongnya. Wajah dan bibir Tania tampak pucat. Saif tidak dapat membayangkan jika terjadi sesuatu kepadanya.
Shasa membukakan pintu tengah. Saif membaringkan Tania di jok tengah.
"Dek, kamu jaga Tania saja!"
"Iya bang."
Shasa pun masuk dan duduk di jok tengah. Ia mengangkat kepala Tania ke pangkuannya. Saif segera tancap gas membawa Tania ke rumah sakit terdekat.
10 menit kemudian mereka sampai di rumah sakit. Sebelum Tania dibawa masuk ke IGD, ia sudah siuman. Tania membuka mata dan memperhatikan sekitarnya.
"Tania, kamu sadar?"
"Shasa... "
"Ya Allah alhamdulillah, akhirnya kamu sadar."
Saif memanggil perawat untuk membawa Tania masuk. Tania pun dipindah ke brangkar dan dibawa masuk ke dalam IGD. Samosi di dalam ia langsung ditangani oleh seorang dokter.
"Apa yang Anda rasakan?"
"Rasanya kepala saya muter, dok."
"Tekanan darahnya rendah. Anda mengalami vertigo. Mungkin ada terlalu capek dan kurang tidur. Saya akan mengambil sampek darah untuk mengetahui hb anda."
Dokter langsung meminta perawat untuk menginfus Tania.
"Keluarga mbak Tania!"
Shasa dan Saif maju.
"Iya dok, bagaimana?"
"Mbak Tania tekanan darahnya rendah 80/70. Makanya dia mengalami vertigo. Kami masih akan melakukan pemeriksaan lanjutan. Jadi untuk saat ini mbak Tania harus dirawat inap. Bagaimana, oak?"
"Lakukan yang terbaik, dok!"
"Baik, kalau begitu mbak Tania akan kami pindah ke ruang rawat inap. Tapi maaf ruangan yang biasa kosong. Adanya yang VIP, pak."
"Masukkan ke ruang VIP."
"Baik."
Tania pun di dorong untuk pundak ke kamar VIP yang ada di lantai 2. Saif menyelesaikan administrasi di loket
"Sha, aku mau dibawa ke mana?"
"Ke kamar."
"Opname Sha?"
"Iya, kamu harus opname. Nggak pa-pa ya, biar kamu cepat sembuh."
Yang ada di pikiran Tania saat ini adalah bagaimana ia akan membayar biaya rumah sakit dan siapa yang akan menjaganya. Dia tidak mungkin merepotkan Shasa dan keluarganya.
Setelah sampai di kamar, perawat pun meninggalkan mereka.
"Pencet tombol ini jika memerlukan bantuan kami ya, mbak."
"Iya Sus, terima kasih."
Setelah kepergian perawat tersebut, Saif pun datang.
"Gimana, bang?"
"Sudah beres."
Shasa segera mengabari orang tuanya karena khawatir mereka kepikiran.
Melihat wajah Tania yang nampak murung jauh dari biasanya, Shasa pun mengerti perasaannya.
"Tania, kamu ndak perlu memikirkan apa-apa. Fokus dengan kesehatanmu. Ada aku dan keluargaku yang akan menjagamu."
Saif tidak bisa berkata apa-apa. Dia hanya duduk di sofa sambil mendengarkan percakapan mereka.
Tiba-tiba air mata Tania menetes. Kekuatannya sudah kikis.
"Hei kok malah nangis? Ini bukan Tania ku. Tania ku orangnya ceria dan penuh semangat." Shasa menghapus air mata Tania.
"Sha, baru kali aku masuk rumah sakit."
"Huh... itu karena kamu sudah menumpuknya bertahun-tahun. Akhirnya kamu tumbang. Aku sudah menelpon pemilik counter untuk meminta izin. Kalau misal nanti dia pecat kamu, ya sudah. Berarti memang sudah waktunya kamu berhenti dari sana. Mending kamu ngelesi saja. Kamu bisa buka les di rumahmu juga nanti kalau sedang kosong."
Entah kenapa Saif merasa sakit melihat keadaan Tania. Saif tidak bisa membayangkan jika adiknya berasa pada posisi Tania.
Tidak lama kemudian, dokter memanggil keluarga Tania. Kali ini Saif yang menemui dokter.
"Pak, adik anda anemia. Butuh transfusi darah. Apa dari keluarga anda memiliki golongan darah yang sama dengannya?Kalau tidak ada biar kami usahakan ke bank darah."
"Golongan darahnya apa, dok?"
Dokter merasa heran karena Saif sebagai kakaknya tidak mengetahui golongan darah adiknya sendiri. Saif dapat melihat keraguan dokter.
"Maaf dok, sebenarnya Tania bukan adik kandung saya. Tania adik angkat saya."
"Oh iya, pantas saja. Golongan darahnya B."
"MasyaAllah, kebetulan golongan darah saya B. Silahkan ambil darah saya, dok." Ujar Saif tanpa berpikir panjang.
"Alhamdulillah, Allah mempermudah segalanya. Kami hanya butuh satu hingga dua kantong."
"Tidak apa-apa, ambil darah saya dok."
"Baik Pak, biar perawat yang periksa keadaan anda terlebih dahulu.
Sebelum itu, Saif kembali ke kamar Tania untuk pamit keluar sebentar kepada Shasa. Ia tidak berterus terang perihal pendonoran darah.
Setelah Saif diperiksa, dan semuanya baik-baik saja. Dokter pun mulai melakukan tindakan pengambilan darah terhadap Saif.
"Sudah siap apa?"
"Insyaallah siap, dok."
"Apa sebelumnya sudah pernah melakukan pendonoran darah?"
"Belum pernah, baru kali ini."
"Oh iya, pak. Semoga misi kita lancar."
"Aamiin... "
"Jangankan mendonorkan darah, melihat suntikan saja saya takut, dok." Batin Saif.
Akhirnya pendonoran darah selesai. Tubuh Saif sedikit lemah karena darahnya keluar hampir 850 cc. Untungnya ia memiliki metabolisme tubuh yang baik, sehingga ia masih dapat menopang tubuhnya sendiri.
Dokter pun masuk ke ruangan Tania bersama seorang perawat.
"Mbak, kami akan melakukan tranfusi darah. Tahan ya, mungkin akan sedikit nyeri."
"Iya, dok."
Shasa menoleh ke pintu berkali-kali mencari keberadaan abangnya.
"Abang pergi ke mana sih, kok lama?" Batinnya.
Setelah tidak merasakan pusing, Saif pergi ke Musholla rumah sakit untuk shalat Dhuhur. Setelah itu, dia pergi ke kantin untuk membeli makanan karena sudah waktunya makan siang. Dia juga membelikan makan untuk Shasa.
Saat Saif kembali ke kamar, Tania baru selesai tranfusi darah. Dokter dan perawat pun sudah keluar.
"Bang, dari mana?"
"Tadi ada perlu sebentar. Terus shalat dan beli makanan ini."
"Oh, aku kira ke mana."
Makanan untuk Tania pun sudah datang. Shasa ingin menyuapi Tania. Namun Tania menolaknya.
"Sha, aku masih bisa makan sendiri. Kamu makan juga gih."
"Baiklah, baiklah."
Untungnya hari ini tidak ada kuliah. Jadi Shada bisa menjaga Tania. Sedangkan Saif harus pulang karena ada jam ngajar untuk nanti sore.
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Biar lebih gampang merawat Tania dan full pahala
Aku yakin ayah ,bunda sama Sasha setuju
semoga cepat sembuh dan kabar bahagia untuk Tania soon y Thor 🤲🥰