NovelToon NovelToon
AWAN MERAH

AWAN MERAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:24
Nilai: 5
Nama Author: yotwoattack.

Seorang pemuda tampan yang katanya paling sempurna, berkharisma, unggul dalam segala bidang, dan yang tanpa celah, diam-diam menyimpan sebuah rahasia besar dibalik indahnya.

Sinan bingung. Entah sejak kapan ia mulai terbiasa akan mimpi aneh yang terus menerus hadir. Datang dan melekat pada dirinya. Tetapi lama-kelamaan pertanyaan yang mengudara juga semakin menumpuk. "Mengapa mimpi ini ada." "Mengapa mimpi ini selalu hadir." "Mengapa mimpi ini datang tanpa akhir."

Namun dari banyaknya pertanyaan, ada satu yang paling dominan. Dan yang terus tertanam di benak. "Gadis misterius itu.. siapa."

Suatu pertanyaan yang ia pikir hanya akan berakhir sama. Tetapi kenyataan berkata lain, karena rupanya gadis misterius itu benar-benar ada. Malahan seolah dengan sengaja melemparkan dirinya pada Sinan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

A M BAB 13 - minta kepastian.

Rasa penasaran dan tidak sabar membabat habis urat malu. Rasa-rasanya satu minggu sudah cukup bagi Sinan untuk menahan diri. Sekarang, pemuda tampan itu berniat untuk bergerak lebih ugal-ugalan.

"Jadi selain fakta bahwa kamu tinggal sendirian, apalagi yang enggak aku tau." Sinan bertopang dagu. Menatap gadis di depannya dengan penuh keseriusan. "Dinya, aku mau tau lebih banyak tentang kamu."

Bukan tanpa alasan pemuda itu melakukan ini semua. Kencannya dengan si gadis kemarin malam, seolah menciptakan dorongan untuk dirinya ingin menerobos masuk ke hidup gadis itu. Meski kata Dinya itu memang akan terjadi cepat atau lambat.

"Selain kamu yatim piatu yang hidup sendiri sejak kecil. Apalagi?" Sinan mulai menuntut. Kaki panjangnya dibawah meja bergoyang-goyang. Gelisah menunggu jawaban gadis datar yang bahkan tidak memiliki niat untuk membuka mulut.

Srek.

Dinya hanya membuang muka. Dengan benak yang menerawang apa saja yang kemarin mereka lakukan dan terjadi. Sampai pemuda itu bisa begitu cerewet seperti sekarang.

"Huh.." menghembuskan nafas malas. Lantas tatapan datar miliknya kembali beradu dengan sepasang netra tajam dengan pupil biru itu. Sebelum memberi arahan agar pemuda tersebut mendekat. "Perut gue sakit."

Bisikan absurd Dinya membuat Sinan segera menarik diri sambil menatap ke arah perut si gadis. Seketika ingatan tentang kemarin malam kembali terlintas di benak pemuda itu. Membuatnya langsung merasa brengsek.

"Kamu.." kata Sinan menggantung kalimatnya. Berdiri untuk menggeser posisi agar duduk bersebelahan dengan si gadis. Tangan besar lantas terulur untuk mengelus perut rata Dinya. "Maaf.. aku bakal tanggung jawab. Past-"

Plak!

"Apa-apaan dah. Anjir." Dinya yang tak tahan akhirnya kelepasan memukul dada si pemuda. Menatap Sinan shock sekaligus muak. Bingung akan jalan pemikiran pemuda itu atas respon dari bercandaannya barusan. "Lo dari awal masuk kelas aneh banget co. Sumpah."

"Apa." Cemberut. Sembari mengerucutkan bibir Sinan menjatuhkan kepala di atas kedua lipatan tangan. Lalu menoleh lemah pada gadis datar itu. "Orang kamu yang bilang perutnya sakit. Malah akunya yang dipukul."

Astaga. Setelah bertingkah begitu ambigu dia malah sok-sokan masuk ke dalam mode polos. Mana pakai ada acara merajuk kucing pula.

"Perut gue sakit karena semalem kebanyakan lo sumpelin jajanan." Dinya menegaskan. Awalnya ia hanya ingin sedikit bercanda, berniat mengalihkan Sinan yang sejak pagi sudah begitu serius. Siapa sangka respon pada candaan remeh nya malah begitu. "Bilang lo kenapa. Alasan gue nolak nemenin lo pas selesai acara ya karena emang kemaleman. Masa lo marah."

Bangkit. Pemuda tampan yang sudah kelabakan sendiri sejak pagi lantas berduduk tegak sebelum menyorot gadis disebelahnya lagi.

Srek.

"Gak marah." Kata Sinan dengan pandangan yang mengunci wajah manis itu. Sebelah tangannya meluncur untuk menggenggam milik si gadis. "Cuma.. udah satu minggu kita deket. Aku mau pertanggungjawaban kamu karena udah ngebaperin aku."

Seketika tawa renyah milik Dinya mengudara. Awalnya hanya kekehan biasa namun lama-kelamaan meja tidak bersalah malah gadis itu pukuli. Setelah tawanya sedikit mereda baru tamparan brutal pada si meja perlahan berhenti dengan gadis itu yang mengelap air bening sambil menatap pemuda disampingnya geli.

"Minta kepastian ternyata. Bocah." Komentar si gadis. Menatap Sinan yang berdehem karena hampir kelepasan ikut tertawa. "Gue kira lo kerasukan. Abisnye dari pagi muka lo serius gitu kek orang ke lilit utang."

"Hehe, kemaren pas naik bianglala juga udah aku bahas." Sinan nyengir. Bersandar pada kursi sambil mengangkat sebelah tangannya yang terdapat milik Dinya juga disana. Memperhatikan tautan itu. "Tapi kamu ngalihin perhatian terus. Rasanya kayak aku ini dipermainkan gitu. Tapi kamu serius kan sama aku. Kamu gak punya niat buat mainin aku, kan?"

Hidup dalam sorot kagum orang lain tak pernah membuatnya merasa haus perhatian. Seperti yang kedua orang itu tanamkan, Sinan tahu betul bahwa segala yang terbaik akan secara berlomba-lomba hadir lalu menetap menjadi pelengkap hidupnya yang sempurna dan tanpa celah.

"Bukannya aku mau ngeburu-buruin kamu." Menoleh pada Dinya. Tautan yang tadi diangkat ke udara pemuda itu arahkan untuk berada di atas pangkuannya. Mengelus punggung tangan itu dengan jempol. "Aku sadar kita masih terbilang baru kenal. Tapi aku bener-bener mau kamu, Dinya. Aku gak pernah sepengen ini sama orang sebelumnya."

"Pengen pengen." Yang diajak serius malah mengejek. Dinya geli pada sorot penuh keinginan yang ada pada Sinan. Seolah dirinya adalah suatu hal yang begitu membuat pemuda itu ngiler. "Gue orang bukan cilok. Dibanding nembak cewe, omongan lo lebih kayak lagi ngomongin makanan kesukaan. Kayak tetangga kos gue yang lagi hamil gede terus ngidam."

Mendengar itu. Sinan terkekeh.

"Mau gimana lagi." Tersenyum pasrah. Pemuda tampan yang bahkan belum punya cukup pengalaman itu mau tak mau mengantup mulut. Sejenak ia akan melupakannya dulu sebelum melakukannya lagi dengan cukup persiapan. Menoleh pada Dinya untuk memandangi wajah tersebut. Sinan lantas tersenyum. Toh sekarang ia sudah memiliki tujuan.

Tak berselang lama dari itu, pemberitahuan tentang rencana pelaksanaan upacara hari Senin pun tersiar. Membuat seluruh murid langsung berhamburan menuju lapangan.

"Ayo." Kata Sinan sambil membenarkan posisi topi di kepala Dinya. Sebelum menggandeng gadis itu untuk dibawa berjalan bersamanya. Beriringan dengan gerombolan murid kelas lalu membuat barisan tanpa menyadari ketiadaan sosok tiga siswi yang telah merencanakan sesuatu.

"Dinya, barter tempat dong." Kata salah satu murid. Merasa iri dengan Dinya yang sengaja disuruh Sinan untuk berbaris disamping pemuda jangkung itu agar terlindung dari sinar matahari. "Enak banget kayaknya adem, hahahaha."

Upacara dimulai. Para petugas upacara sengaja mempercepat kegiatan mereka agar segalanya lekas selesai. Namun ada kendala. Yaitu pembawa upacara yang sengaja berlama-lama.

"Sengaja banget jir."

"Panas bener."

"Auto ketar-ketir sunscreen gue."

Sampai bapak pembawa muak mendengar keluhan murid-muridnya. Baru ia membiarkan upacara itu selesai dan berlalu. Hingga setelah pemimpin upacara memberi arahan untuk bubar. Segeralah para murid berhamburan untuk kocar-kacir pergi ke kantin atau ke toilet dan membenarkan bedak yang luntur karena peluh.

"NANN!!~" Seorang gadis berlari menghampiri. Itu adik kelas mereka yang tadi menjadi salah satu petugas upacara. "Gimana suara aku tadi, gemeter gak? Kedengeran gak?"

Sinan hanya mengangguk sambil tersenyum. Yang langsung mengobati kegugupan gadis itu.

"Aku pertama kali ikut jadi petugas. Sebenarnya karena dipaksa terus juga karena mau ngumpulin poin kebaikan. Buat nutupin poin buruk bekas kasus kemaren." Gadis itu meringis, ikut berjalan disamping Sinan yang sedang mengikuti langkah Dinya dari belakang. "Duh mana panas banget. Pak Arman gak ngotak ngelama-lamain, padahal udah tau mataharinya lagi terik."

"Gapapa. Matahari pagi itu sehat." Singkat Sinan sebelum mengangkat tangan dan nyelonong begitu saja meninggalkan si gadis. Memposisikan diri agar berjalan sejajar dengan Dinya. Lalu menunduk untuk melirik wajah datar yang tampak sedikit lebih serius itu.

"Dinya, kenapa."

"Kenapa."

"Kenapa.."

"Kenapa sih.."

"Kenapa kenapa kenapa kenapa kenapa."

Tanpa menghiraukan ocehan si pemuda, Dinya hanya merajut langkah agar secepatnya sampai ke kelas. Firasatnya tidak pernah salah. Dan apa yang bergemuruh di batinnya kini tidak mungkin hanya perasaan kesal karena pembawa upacara yang berlama-lama saja. Pasti ada faktor lain. Dan sialnya itu adalah hal pasti.

"Itukan orangnya." Langsung terbukti. Tak berselang lama dari itu, bisikan-bisikan dari para murid mengudara memenuhi lorong.  Menyambut langkah Dinya dan Sinan yang sama-sama mengeryitkan alis.

Merasa ada yang aneh. Pihak lelaki langsung maju, berniat ingin bertanya namun ketika melihat foto-foto yang memenuhi seluruh mading di sepanjang lorong, seketika darah pemuda tampan itu mendidih. Dengan gerakan cepat tangannya yang kokoh langsung terangkat untuk merobek foto-foto yang ada lalu menatap para murid disana nyalang.

Deg.. deg.. deg..

"Perbuatan siapa.." Sinan mengeram. Lalu menarik lengan Dinya dan menenggelamkan si gadis kedalam pelukannya sebelum menuntun gadis itu untuk segera meninggalkan kerumunan. Menghalau seluruh tatapan menghina yang banyaknya murid layangkan dengan punggungnya yang lebar.

Tap..

Tap..

Menghentikan langkah ketika sampai pada area lemari loker. Sinan tak bisa lagi menahan decihan ketika menyaksikan kondisi loker si gadis dalam kondisi yang sama sekali jauh dari kata baik. Bahkan jauh lebih mengenaskan dari yang pertama.

"Duh, kenapa gini sih.."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!