Liana adalah seorang wanita yang paling berbahagia karena ia bisa menikah dengan lelaki pujaannya, Yudistira. Hidupnya lengkap dengan fasilitas, suami mapan dan sahabat yang selalu ada untuknya, juga orang tua yang selalu mendukung.
Namun, apa yang terjadi kalau pernikahan itu harus terancam bubar saat Liana mengetahui kalau sang suami bermain api dengan sahabat baiknya, Tiara. Lebih menyakitkan lagi dia tahu Tiara ternyata hamil, sama seperti dirinya.
Tapi Yudistira sama sekali tak bergeming dan mengatakan semua adalah kebohongan dan dia lelah berpura-pura mencintai Liana.
Apa yang akan dilakukan oleh Liana ketika terjebak dalam pengkhianatan besar ini?
"Aku gak pernah cinta sama kamu! Orang yang aku cintai adalah Tiara!"
"Kenapa kalian bohong kepadaku?"
"Na, maaf tapi kami takut kamu akan...."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Poporing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23 : Berkompromi
Meski agak malas Yudis terpaksa menerima panggilan dari Liana karena Tiara yang memaksa.
"Ada apa, An?" Tanyanya dengan dingin.
"Mas, aku ingin mengajak kamu untuk berkenalan dengan seseorang, apa kamu bersedia?" Liana di sini mencoba untuk berbicara dengan lembut kepada Yudis.
"Hmph, untuk apa?" Yudis menarik napasnya berat.
"Aku cuma pengen kita menyelesaikan masalah semua ini dengan kepala dingin, dan aku ingin lebih memahami keinginan kamu, Mas...," jawab Liana sebisa mungkin mengalah juga menurunkan ego. Dia hanya ingin belajar mengerti suaminya lebih lagi.
"Kalau aku menolak pun, kamu pasti akan tetap memintaku 'kan," balas Yudis yang sepertinya sudah cukup hapal dengan sikap Liana.
"Mas, ini demi kebaikan kita dan calon anak kita! Masa kamu gak mau memperbaiki semua ini sih, Mas?" Liana terdengar mulai emosional.
"Ya udah, kamu atur saja, tinggal bilang nanti padaku kapan aku harus datang." Yudis pun mengiyakan. Bukan karena ia setuju, tapi lebih karena dia tak mau berdebat panjang, toh hasilnya akan sama saja. Dia akan tetap meninggalkan wanita itu nanti.
"Bener Mas? Makasih ya!" Di seberang sana Liana terdengar bahagia. "Aku bakal kasih tau waktunya nanti setelah mengatur perjanjian!"
Yudis menatap layar ponselnya yang sudah mati. Tiara berjalan mendekat saat melihat ekspresi pria itu berubah.
"Liana mau apa lagi, Mas?" Tanyanya dengan tenang.
"Kayaknya dia mau pergi ke konsultan atau apapun itu dan mencari solusi soal pernikahan kami," jawab Yudis tanpa menutupi apapun dari Tiara.
"Mas, setuju?" Tiara menatap dalam pada Yudis.
"Aku lagi malas ribut dengannya jadi aku iyakan saja, haaaaah...." Pria itu menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perlahan.
Tiara tersenyum pelan. Ia berjalan mendekati Yudis dan tiba-tiba memeluknya hangat dari samping lalu berkata, "enggak apa-apa, Mas. Aku paham situasi kamu..., maaf ya, semua karena aku, kita jadi ada di situasi rumit kayak gini...."
"Semua ini bukan salah kamu, Ra..., tapi Liana...." Yudis langsung melempar kesalahan kepada Liana yang dianggapnya sebagai kunci permasalahan di antara mereka. "Kamu tenang aja, pokoknya aku bakal cari cara supaya semua ini berakhir," sambungnya sambil membalas pelukan wanita di sebelahnya lebih erat lagi.
Sementara itu Liana yang tengah senang karena merasa adanya sedikit harapan untuk menyelamatkan rumah-tangganya segera menghubungi Dimas kembali dan mengatakan kalau Yudis akhirnya setuju.
"Baguslah, kalau begitu gimana kita ketemu besok Jumat setelah makan siang?" Balas Dimas langsung mengatur jadwal pertemuannya yang masih kosong pada hari esok siang.
"Tentu. Saya pasti akan datang dengan Yudis," jawab Liana yang terdengar berbeda dari sebelumnya. Ia begitu bersemangat dan menggebu.
"Kalau begitu sampai ketemu besok, Nona Liana."
Liana mendekap erat ponselnya ke dalam dada dengan hati yang penuh harap kalau hal ini adalah pertanda baik bagi kelanjutan hubungannya dengan Yudis.
...----------------...
Keesokan harinya, sesuai janji Yudis bersedia untuk pergi ikut bersama dengan Liana. Tumben sekali pria itu mau menurut dan tidak agresif menolak mentah permintaan Liana seperti biasa. Ia bahkan tidak berdebat. Keduanya pergi dengan tenang menuju ke tempat praktek milik Dimas.
Sesampainya di tempat Dimas, Liana segera membawa masuk Yudis. Ia melingkarkan tangannya ke lengan pria itu dengan tersenyum. Yudis, dia hanya menghela napas sesaat dan mengikuti gerak langkah Liana.
Di dalam keduanya langsung dipersilahkan untuk masuk karena Dimas memang sudah menunggu sejak tadi.
Liana membuka pintu ruangan itu dengan satu tangannya, sementara tangan yang satu tetap berpegangan erat ada lengan Yudis seakan tak mau lepas.
"Ah, silahkan masuk," ucap Dimas saat melihat Liana dan Yudis yang berada di ambang pintu.
"Maaf kami agak telat," balas Liana menyadari keterlambatan mereka dari perjanjian awal.
"Gak masalah, hanya 15 menit, bukan hal besar kok. Silahkan duduk." Dimas memberikan gestur agar keduanya segera duduk. Ia sempat memperhatikan Yudis sesaat yang memasang wajah datar.
"Terimakasih, ayo duduk Mas." Liana sedikit menarik tubuh Yudis ke depan, dan mempersilahkan pria itu untuk duduk terlebih dahulu.
"Hmph...." Pria itu langsung duduk tanpa banyak komentar.
"Ini Mas Yudis, dan Mas Yudis, ini Dimas, dia yang akan bantu masalah kita," ucap Liana dan memperkenalkan keduanya.
Keduanya saling bersalaman dengan sikap yang kontras. Dimas yang ramah, dan hangat, sementara Yudis tampak datar dan terkesan tak peduli.
"Mas Yudis aneh..., dia gak biasanya bersikap begini ke orang lain karena dia supel...." Liana menyadari ada yang berbeda dari sikap Yudis. "Apa dia gak senang sama Dimas? Masa sih...? Tapi kenapa? Masa karena..., cemburu...? Apa iya dia diam-diam cemburu?" Liana merasa gak yakin, tapi dia masih belum menemukan jawaban yang tepat atas sikap tak bersahabatnya Yudis.
"Nona Liana tampaknya cerah sekali ini, pasti senang ya bisa datang bersama suami?" Pertanyaan Dimas membuyarkan pikiran Liana barusan.
"Te-tentu saja...." Ia langsung tersipu malu, berusaha menyembunyikan semburat kemerahan pada pipinya.
"Anda beruntung sekali ya, punya istri yang begitu mencintai anda." Dimas beralih menatap ke arah Yudis. Tatapan keduanya langsung bertemu. "Saya dengan pernikahan kalian sedang tidak baik-baik saja, tapi kalian masih bisa terlihat harmonis," lanjutnya lagi.
"Tidak ada masalah dengan rumah tangga saya, tapi dia." Yudis memberikan lirikan mata ke arah Liana.
"Mas...." Liana jelas terlihat terluka. Ia gak menyangka sang suami bisa tega menyalahkannya di depan orang lain.
"Semua masalah ini karena kamu, Liana," ucapnya tegas dan frontal.
"A-ah, Yudis tolong tenanglah!" Dimas tiba-tiba berdiri dan mencoba menengahi. Khawatir akan terjadi hal yang tidak baik kalau Yudis tetap bersikap seperti ini.
"Maaf...." Yudis terdiam, menyadari ia hampir hilang kendali.
"Tolong lebih tenang sedikit, oke?" Dimas melihat ke arah Liana dan Yudis secara bergantian yang tampak tegang. "Rileks...," ujarnya lagi dan kembali duduk.
"Jadi, Yudis, Liana begitu mencintaimu, kenapa kau tidak bisa menerimanya? Tak bisakah kau mencoba?" Dimas melanjutkan obrolannya kepada pasangan yang ada di depannya.
"Aku mencintai Tiara," jawab Yudis sekali lagi tanpa basa-basi.
"MAS!" Liana bereaksi, dia langsung menggebrak meja, berdiri dan menatap sengit ke arah Yudis.
"Aku sudah memberikannya pilihan untuk berpisah, tapi dia tetap tidak mau dan berharap dia bisa menahanku selamanya???" Kali ini Yudis yang berbicara kepada Dimas dengan emosional. Dia bahkan tidak memandang ke arah Liana yang masih menatapnya tajam.
"Apa aku salah mencoba mempertahankan rumah-tangga kami? Aku hanya ingin keluarga yang utuh dan anakku memiliki seorang Ayah!" Balas Liana tak kalah emosionalnya dari Yudis.
"Kau bahkan tidak hamil, Liana!" Sambar Yudis dengan enteng. Ia tersenyum meremehkan ke arah Liana.
"Berani kau bilang seperti itu, Mas? Kau keterlaluan!" Liana kembali menggebrak meja dengan kepalan tangannya.
"Berhenti mencari simpati dengan berpura-pura kau sedang hamil, aku muak!" Yudis akhirnya malah pergi meninggalkan ruangan tersebut.
"Ya, ampun ini gimana sih??? Kalau mereka malah ribut begini gimana mau membantu??" Dimas terlihat sedikit memijit dahinya.
"Mas Yudis!" Liana berteriak memanggil pria itu. "Dimas, maaf ya, aku gak mengira Mas Yudis bakal emosi kayak gini, dia biasanya tenang," ujarnya saat menoleh kembali ke arah Dimas. "Nanti aku akan menghubungimu lagi." Liana buru-buru berdiri dari tempat duduk dan berjalan keluar.
Akhirnya Liana dan Yudis harus pulang tanpa membawa hasil. Mereka ribut di sepanjang perjalanan. Liana yang membahas soal perselingkuhan, sementara Yudis menginginkan perceraian yang ditolak mentah-mentah oleh wanita itu.
Namun malamnya terjadi hal tak terduga. Yudis ternyata menelepon Dimas. Pria itu pun terkejut karena sama sekali tidak kepikiran lelaki itu bakal menelepon.
"Apa kau bisa membantuku untuk berpisah dari Liana?" Tanya pria itu kepada Dimas.
Apakah Dimas akan membantu Yudis? Kenapa Yudis tiba-tiba meminta bantuannya?
.
.
.
Bersambung....
dan saat nanti trbukti liana memang hamil.... jgn lgi ada kta mnyesal yg berujung mngusik ketenangan hidup liana dan anknya....🙄🙄
dan untuk liana.... brhenti jdi perempuan bodoh jdi jdi pngemis cinta dri laki" yg g punya hati jga otak...
jgn km sia"kn air matamu untuk mnangisi yudis sialan itu..
sdh tau km tak prnah di anggp.... bhkn km matpun yudis g akn sedih liana....
justru klo yudis km buang.... yg bkalan hidup susah itu dia dan gundiknya...
yudis manusia tak tau diri.... g mau lepasin km krna dia butuh materi untuk kelangsungan hidup gundik dan calon anaknya...
jdi... jgn lm" untuk mmbuang kuman pnyakit...