NovelToon NovelToon
Paket Cinta

Paket Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Chicklit / Enemy to Lovers
Popularitas:793
Nilai: 5
Nama Author: Imamah Nur

Kabur dari perjodohan toksik, Nokiami terdampar di apartemen dengan kaki terkilir. Satu-satunya harapannya adalah kurir makanan, Reygan yang ternyata lebih menyebalkan dari tunangannya.

   Sebuah ulasan bintang satu memicu perang di ambang pintu, tapi saat masa lalu Nokiami mulai mengejarnya, kurir yang ia benci menjadi satu-satunya orang yang bisa ia percaya.

   Mampukah mereka mengantar hati satu sama lain melewati badai, ataukah hubungan mereka akan batal di tengah jalan?

Yuk simak kisahnya dalam novel berjudul "Paket Cinta" ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imamah Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22. Antara Akting dan Perasaan Yang Berbeda

"Tapi kurasa kita punya penonton,” lanjutnya kemudian.

Jantung Nokiami berdebar kencang. “Orang? Leo?”

“Mungkin. Terlalu necis untuk ukuran penghuni biasa yang turun pagi-pagi,” jawab Reygan. Nadanya tenang, tetapi Nokiami bisa melihat otot rahangnya menegang. “Oke, waktunya pertunjukan. Ikuti saja aku.”

Sebelum Nokiami sempat bertanya, Reygan meletakkan cangkirnya dan mengulurkan tangan ke seberang meja, meraih tangan Nokiami. Tangannya besar dan hangat, sedikit kasar karena pekerjaan, dan sentuhannya mengirimkan sengatan listrik kecil ke seluruh tubuh Nokiami.

“Apa yang—?”

“Tertawa,” perintah Reygan dengan suara rendah, matanya tidak menatap Nokiami, melainkan ke suatu titik di atas bahunya. “Tertawalah seolah aku baru saja menceritakan lelucon paling lucu di dunia.”

Nokiami merasa konyol, tetapi ia menurut. Ia memaksakan sebuah tawa kecil.

“Bagus. Sekarang condongkan tubuhmu sedikit ke depan,” bisik Reygan lagi. Ia meremas tangan Nokiami pelan, sebuah isyarat yang terasa intim sekaligus mendesak.

Nokiami mencondongkan tubuhnya, wajah mereka kini hanya berjarak beberapa sentimeter. Gadis itu bisa mencium aroma kopi yang pekat dari napas Reygan.

“Dia masih melihat,” gumam Reygan, ibu jarinya tanpa sadar mengusap punggung tangan Nokiami. Gerakan kecil itu membuat napas Nokiami tercekat. “Kita harus membuatnya lebih meyakinkan.”

Reygan kemudian mencondongkan tubuhnya lebih dekat lagi, seolah hendak membisikkan sebuah rahasia. Wajahnya begitu dekat hingga ujung hidung mereka hampir bersentuhan. Matanya yang gelap menatap lurus ke mata Nokiami, dan untuk sesaat, semua kepura-puraan itu lenyap. Nokiami merasa seolah hanya ada mereka berdua di tengah keramaian.

“Tersenyumlah,” bisiknya, suaranya serak. “Tersenyumlah seperti kau benar-benar bahagia.”

Nokiami melakukannya. Sebuah senyum tulus terbit di bibirnya, bukan karena perintah, tetapi karena absurditas situasi ini, karena kehangatan tangan Reygan yang menggenggam tangannya, karena tatapan intens pria di hadapannya.

Reygan menahan tatapannya selama beberapa detik lagi, lalu perlahan menarik diri, melepaskan tangannya. Ia melirik sekilas ke arah pintu masuk. “Dia pergi.”

Nokiami mengembuskan napas yang tidak disadarinya ia tahan sedari tadi. Tangannya terasa dingin dan kosong tanpa genggaman Reygan.

“Itu … meyakinkan,” kata Nokiami pelan.

“Tentu saja,” sahut Reygan, kembali ke sikap datarnya, seolah momen barusan tidak pernah terjadi. “Ayo habiskan kopimu. Kita harus ke apotek.”

🌟🌟🌟

Perjalanan ke apotek dan kembali ke apartemen berlangsung dalam keheningan yang sarat akan ketegangan yang tak terucapkan. Mereka berhasil membeli perban dan salep tanpa insiden lebih lanjut. Begitu pintu apartemen tertutup di belakang mereka, Nokiami merasa bisa bernapas lega.

“Oke, sandiwara hari ini selesai,” katanya, meletakkan kantong plastik dari apotek di atas meja. “Terima kasih sudah … kau sudah … membayar kopinya.”

Reygan hanya mengangguk, matanya mengamati sekeliling ruangan kecil itu, seolah baru pertama kali melihatnya. Pandangannya kemudian jatuh pada tangan Nokiami yang sedang mengeluarkan isi kantong plastik.

“Tunggu,” kata Reygan tiba-tiba.

Ia melangkah maju dan, tanpa peringatan, meraih pergelangan tangan Nokiami. Nokiami tersentak kaget, mencoba menarik tangannya, tetapi cengkeraman Reygan lembut namun kokoh.

“Apa-apaan?” protes Nokiami. Jantungnya berdetak tidak karuan.

Reygan tidak menjawab. Ia membalik telapak tangan Nokiami, matanya terfokus pada sebuah goresan panjang yang sudah mengering di dekat pangkal ibu jarinya. Luka yang ia dapatkan saat memanjat pagar di belakang rumahnya malam itu, saat ia kabur. Luka yang sudah hampir ia lupakan.

“Ini belum dibersihkan dengan benar,” kata Reygan, suaranya datar, tetapi ada nada aneh di dalamnya.

Sebelum Nokiami sempat memprotes lagi, Reygan sudah menariknya ke sofa, mendudukkannya, lalu membuka kantong apotek. Ia mengeluarkan botol antiseptik kecil dan beberapa kapas.

“Aku bisa melakukannya sendiri,” kata Nokiami, merasa canggung dan rentan di bawah pengawasannya.

“Diam,” perintah Reygan singkat.

Ia menuangkan sedikit cairan antiseptik ke kapas. Udara langsung dipenuhi bau alkohol yang tajam. Dengan satu tangan masih memegangi pergelangan tangan Nokia, ia mulai membersihkan luka itu dengan gerakan yang sangat hati-hati, jauh lebih lembut dari yang Nokiami duga. Sentuhan kapas yang dingin dan sedikit perih membuat Nokiami meringis.

Reygan bekerja dalam diam. Wajahnya begitu dekat, begitu fokus pada tugas kecil itu. Nokiami bisa melihat garis-garis kelelahan di sekitar matanya, bulu matanya yang tebal, dan sehelai rambut yang jatuh di dahinya. Keheningan di antara mereka begitu pekat, hanya dipecah oleh suara napas mereka dan desis pelan saat antiseptik menyentuh kulitnya.

Ini terasa lebih intim daripada ciuman di lobi. Lebih nyata daripada genggaman tangan di kafe. Ini adalah sebuah tindakan perawatan yang sunyi, sebuah kebaikan yang tidak ia minta dan tidak diucapkan. Jantungnya berdebar dengan irama yang aneh dan membingungkan.

Reygan selesai membersihkan luka itu. Namun, ia tidak segera melepaskan tangan Nokiami. Ia terus memegangnya, ibu jarinya dengan lembut menelusuri tepi luka yang kini memerah. Matanya masih terpaku pada goresan itu, seolah sedang membaca sebuah cerita yang menyakitkan.

Keheningan meregang, menjadi berat dan penuh makna. Nokiami menahan napas, menunggu Reygan mengatakan sesuatu yang sinis, sesuatu yang akan memecah kelembutan aneh yang melingkupi mereka.

Akhirnya, Reygan mengangkat kepalanya. Matanya yang gelap bertemu dengan mata Nokiami, tatapannya begitu tajam dan langsung, tanpa filter sarkasme atau kemarahan.

“Luka ini …,” ucapnya pelan, suaranya rendah dan serak, seolah kata-kata itu sulit keluar dari tenggorokannya. Ia berhenti sejenak, tatapannya mengunci Nokiami di tempatnya. “Leo yang melakukannya?”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!