Sepuluh bulan lalu, Anna dijebak suaminya sendiri demi ambisi untuk perempuan lain. Tanpa sadar, ia dilemparkan ke kamar seorang pria asing, Kapten Dirga Lakshmana, komandan muda yang terkenal dingin dan mematikan. Aroma memabukkan yang disebarkan Dimas menggiring takdir gelap, malam itu, Anna yang tak sadarkan diri digagahi oleh pria yang bahkan tak pernah mengetahui siapa dirinya.
Pagi harinya, Dirga pergi tanpa jejak.
Sepuluh bulan kemudian, Anna melahirkan dan kehilangan segalanya.
Dimas dan selingkuhannya membuang dua bayi kembar yang baru lahir itu ke sebuah panti, lalu membohongi Anna bahwa bayinya meninggal. Hancur dan sendirian, Anna berusaha bangkit tanpa tahu bahwa anak-anaknya masih hidup. Dimas menceraikan Anna, lalu menikahi selingkuhan. Anna yang merasa dikhianati pergi meninggalkan Dimas, namun takdir mempertemukannya dengan Kapten Dirga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Ada secercah kehidupan di depan mata
"Kedua bayi ini ... adalah anak kita, Anna.”
Suasana mendadak hening, dan ruangan terasa berhenti bernafas. Anna menatap Dirga dengan wajah pucat, air mata jatuh tanpa henti. Ia mencoba berbicara, tapi suaranya tercekat.
“A... Anak … kita?” bisiknya gemetar.
Dirga mengangguk pelan, sorot matanya penuh rasa bersalah, namun juga penuh ketegasan seorang pria yang siap bertanggung jawab.
“Malam ketika kau dijebak … kau masuk ke kamarku. Bukan ke kamar siapapun. Aku … aku tidak tahu apa yang terjadi. Dan kau pun tidak sadar. Tapi DNA tidak mungkin salah.”
Anna menutup wajahnya dengan kedua tangan, tubuhnya berguncang antara syok, ketakutan, dan kelegaan mendalam karena ternyata kedua bayinya masih hidup. Dirga berdiri, lalu mendekatinya, duduk di sampingnya.
“Anna,” ujarnya pelan,
“aku tahu ini berat untukmu. Tapi aku tidak akan lari. Aku tidak akan membiarkanmu sendirian lagi. Dan aku tidak akan membiarkan siapapun mengambil anak kita.”
“Anak… kita?” Kalimat itu terulang-ulang di kepala Anna, seperti gema yang tak mau berhenti. Bayi laki-laki di gendongannya terpaksa ia peluk lebih erat agar tidak terjatuh.
Matanya memandang Dirga dengan campuran ketakutan keyakinan dan rasa tidak percaya yang sangat dalam.
“Aku … salah dengar, ya?” suaranya bergetar hebat.
“Tolong bilang … aku salah dengar…”
Dirga menggeleng pelan, penuh luka dan tanggung jawab.
“Anna, aku tidak akan berbohong padamu.”
Anna menutup mulutnya, tangisnya meledak begitu saja. Bahunya bergetar, dadanya sesak, seolah selama ini ia menahan napas sejak hari kelahirannya. Dunia di sekelilingnya kabur.
“Aku … aku selama ini percaya bayiku telah tiada…” Air mata menurun deras di pipinya.
“Mereka berbohong … mereka mengubur kuburan kosong … Tuhan…” lanjutnya.
Tubuhnya melemah, hampir jatuh jika Dirga tidak cepat memegang lengannya. Anna memeluk bayinya lagi, kali ini dengan tangisan yang lebih dalam, bukan sekadar sedih, tapi juga syok, lega, dan hancur secara bersamaan.
“Aku … melahirkan mereka … aku mencarinya … tiap malam … aku mimpi mereka menangis…” suaranya pecah.
“Bagaimana bisa … bagaimana bisa mereka tega melakukan ini kepadaku?”
Dirga tidak memotong, dia membiarkan Anna melepas semuanya. Emosi yang ia pendam bertahun-tahun pada akhirnya pecah. Anna berhenti menangis sejenak, lalu memandang Dirga. Suaranya berubah, lebih serak, lebih takut, dan lebih rapuh dari sebelumnya.
“Kapten … kita … kita … malam itu...”
Dia menatap Dirga seakan menunggu bantahan, jawaban lain, sesuatu yang mengatakan bahwa hidupnya tidak sedang berputar balik.
Dirga menunduk sebentar.
“Ya, malam itu kita berdua ..."
Anna menahan napas. Lalu kalimat berikutnya terucap begitu saja, lirih namun menusuk,
“Tapi aku … tidak ingat apa pun…”
“Karena kau tidak sadar,” Dirga menjawab jujur.
“Aku pun tidak tahu kalau di kamarku ada seseorang yang pingsan saat itu. Semuanya terjadi sangat cepat…”
Anna kembali menangis, tetapi kali ini bukan hanya rasa sakit.Ada sesuatu yang lain.
“Jadi … aku dituduh selingkuh … disebut perempuan kotor … dibuang oleh suamiku … disiksa secara mental … karena sesuatu yang bahkan tidak aku lakukan secara sadar…?”
Dirga menatapnya dengan raut bersalah yang jarang terlihat dari seorang kapten sekeras dirinya.
“Anna, aku akan memperbaiki semuanya. Ini salahku juga, meskipun aku tidak tahu apa pun malam itu.”
Ia merendahkan suara.
“Aku bertanggung jawab ... untukmu, untuk mereka, untuk semua ini.”
Anna terisak keras, menggenggam jari mungil bayi kecilnya.
“Sampai kapan pun … aku tidak akan memaafkan apa yang Mas Dimas lakukan padaku…”
Matanya merah, tajam, dan untuk pertama kalinya ia tidak tampak lemah.
“Aku hampir mati karena kesedihan kehilangan mereka…”
Dirga membiarkan Anna menangis dalam gendongannya, tidak menyela, hanya menjadi sandaran yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya. Setelah lama sekali, Anna mengangkat wajahnya dengan lemah.
“Kapten…”
“Nanti … bolehkah aku melihat hasil tes itu?”
Dirga mengangguk.
“Semua milikmu. Semua yang terjadi adalah hakmu untuk tahu.”
Anna menunduk pada kedua bayinya yang kini tertidur tenang di pelukannya..
“Maafkan mama … maafkan mama tidak menjaga kalian…”
“Sampai mati pun … aku tidak akan melepaskan kalian lagi.”
Dirga hanya menatap perempuan itu dengan perasaan yang berbeda, pertama kali dalam hidupnya tersentuh oleh perempuan seperti Anna.
ayo basmi habis semuanya , biar kapten dirga dan anna bahagia
aamirandah ksh balasan yg setimpal dan berat 🙏💪
kejahatan jangan dibiarkan terlalu lama thor , 🙏🙏🙏
tiap jam berapa ya kak??
cerita nya aku suka banget🥰🥰🙏
berharap update nya jangan lama2 🤭🙏💕