NovelToon NovelToon
Godaan Pelakor

Godaan Pelakor

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Pelakor / Pelakor jahat / Poligami / Penyesalan Suami / Selingkuh
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Bollyn

Aini adalah seorang istri setia yang harus menerima kenyataan pahit: suaminya, Varo, berselingkuh dengan adik kandungnya sendiri, Cilla. Puncaknya, Aini memergoki Varo dan Cilla sedang menjalin hubungan terlarang di dalam rumahnya.

Rasa sakit Aini semakin dalam ketika ia menyadari bahwa perselingkuhan ini ternyata diketahui dan direstui oleh ibunya, Ibu Dewi.

Dikhianati oleh tiga orang terdekatnya sekaligus, Aini menolak hancur. Ia bertekad bangkit dan menyusun rencana balas dendam untuk menghancurkan mereka yang telah menghancurkan hidupnya.

Saksikan bagaimana Aini membalaskan dendamnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bollyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9: Aini Tidak Lemah Lagi

Aini berdiri tegak di ambang pintu ruang tamu, menatap dingin ke arah Cilla yang tampak kewalahan menyembunyikan rasa bangganya setelah memborong barang mewah.

"Cilla, satu hal yang harus kamu ingat. Uang itu ibaratkan punya kaki, dia bisa cepat lari kalau kamu tidak tahu cara menjaganya. Kamu di sini untuk kuliah, bukan untuk jadi model pameran baju. Gunakan uangmu untuk hal yang bermanfaat, atau kamu akan menyesal saat uang itu habis sebelum semester dimulai," ucap Aini dengan nada datar namun penuh penekanan.

Tanpa menunggu jawaban, Aini berbalik dan melangkah masuk ke kamarnya. Di belakangnya, Cilla langsung menghentakkan kaki ke lantai dengan wajah bersungut-sungut.

"Mas...! Lihat deh, istri kamu itu makin lama makin hobi menceramahi orang. Memangnya dia pikir dia ibuku?" bisik Cilla dengan nada sangat tidak suka.

"Ssttt... diam dulu, Cilla. Jangan memancing keributan sekarang," Varo memperingatkan sambil melirik tumpukan paper bag yang masih berserakan.

"Simpan semua itu ke dalam lemari paling dalam. Jangan sampai label harganya terlihat oleh Mbak-mu. Kalau dia tahu kita habis hampir seratus juta dalam dua hari, posisiku bisa terancam."

Varo memang pria yang penuh kepalsuan. Di depan selingkuhannya, ia adalah sosok pangeran yang royal, namun bagi istrinya, ia adalah akuntan yang paling pelit. Setelah memastikan Cilla masuk ke kamarnya, Varo pun segera masuk ke kamar utama untuk mandi, berusaha mencuci rasa gelisah yang mulai merayap di benaknya.

Di dalam kamar, Aini duduk bersandar di kepala tempat tidur. Ia tidak sedikit pun menoleh saat Varo masuk dan mengambil handuk. Fokusnya beralih sepenuhnya ke ponsel di tangan. Ia sedang memantau perkembangan rumah makannya melalui pesan singkat dari Santi.

"Mbak Aini, ada kabar gembira. Instansi pemerintah tadi jadi pesan katering 100 box untuk acara amal di panti asuhan besok siang," lapor Santi melalui WhatsApp.

Aini segera membalas,

"Alhamdulillah. Jam berapa tepatnya mereka mau ambil, San?"

"Rencananya jam 11 siang, Mbak. Saya sudah minta Beni buat cek stok bumbu. Tapi saya tadi belum berani fiksasi harga sebelum Mbak setuju," balas Santi kembali.

"Ambil saja, San. Ini rezeki buat kita. Tapi ingat, sampaikan ke mereka prosedurnya DP 50 persen malam ini juga lewat transfer. Aku tidak mau ada pembatalan mendadak. Kita butuh putaran uang yang sehat untuk stok minggu depan," instruksi Aini dengan tegas.

Bisnis Bakti Aini1 Rasa adalah satu-satunya benteng pertahanan ekonomi Aini saat ini. Ia membangunnya dengan darah dan keringat dari tabungan masa kerjanya dulu. Di sana, ia mempekerjakan Santi yang cekatan dan Beni, juru masak bertangan dingin yang meski kakinya cacat, namun semangat kerjanya luar biasa. Aini sengaja memilih mereka bukan hanya karena kasihan, tapi karena ia tahu mereka memiliki kejujuran yang langka ditemukan di kota besar ini.

"Siap, Mbak. Besok setelah subuh saya dan Beni langsung meluncur ke pasar induk. Mbak istirahat saja, biar kami yang handle produksinya," tutup Santi.

"Terima kasih, Ya Allah... setidaknya aku punya alasan untuk tetap kuat," bisik Aini lirih.

Tak lama, Varo keluar dari kamar mandi dengan aroma sabun yang menyengat. Aini merasa mual mencium aroma itu, aroma yang kini ia asosiasikan dengan pengkhianatan. Ia segera bangkit saat mendengar suara bel rumah berbunyi.

Tok.. Tok.. Tok..

Aini membuka pintu depan dan mendapati seorang kurir makanan yang membawa kantong plastik besar dengan aroma lezat yang menggoda.

"Rumah Pak Varo ya? Ini pesanan katering mewahnya dari restoran pusat," ujar kurir tersebut.

"Benar, Mas. Terima kasih," jawab Aini sambil menerima bungkusan itu.

"Totalnya dua ratus lima puluh ribu, Mbak. Sudah termasuk ongkir," tambah sang kurir.

Aini tersenyum tipis, sebuah senyuman yang tidak sampai ke mata. Ia kembali ke kamar dan menatap Varo yang sedang asyik menyisir rambut. "Mas, kurir makanannya sudah di depan. Totalnya dua ratus lima puluh ribu. Mana uangnya?"

Varo menoleh dengan wajah sedikit kesal. "Aduh, Sayang... kamu kan ada uang di dompet. Pakai uang kamu dulu kenapa sih? Nanti Mas ganti pas gajian."

"Uang di dompetku sudah aku plot untuk bayar tagihan listrik dan air besok, Mas. Kalau kupakai buat makan malam ini, besok rumah kita gelap gulita. Ayo, Mas, jangan biarkan abangnya menunggu lama di depan," sahut Aini dengan nada yang sangat tenang namun tidak bisa didebat.

Varo menggerutu pelan. Dengan wajah masam, ia mengambil dompet dari laci dan memberikan uang pas kepada Aini.

"Ini. Tumben sekali kamu jadi perhitungan begini sama suami sendiri."

Aini hanya diam, mengambil uang itu tanpa ekspresi, dan menyerahkannya ke kurir. Di ruang makan, Cilla sudah duduk manis dengan piring yang sudah siap.

"Wah, kelihatannya enak banget nih, Mbak! Aku sudah lapar sekali," seru Cilla tanpa rasa malu.

"Makanlah, mumpung Mas Varo lagi royal," jawab Aini pendek.

Malam itu, mereka makan dalam keheningan yang mencekam. Hanya suara denting sendok dan garpu yang terdengar. Begitu makanan habis, Cilla segera berdiri dan hendak melangkah menuju ruang TV.

"Cilla, berhenti di situ," suara Aini memecah keheningan.

"Meja ini tidak akan bersih sendiri. Bawa semua piring kotor itu ke belakang dan cuci sampai bersih. Jangan lupa lap mejanya pakai cairan pembersih."

Cilla menoleh dengan wajah tidak percaya. "Mbak? Suruh aku cuci piring? Mbak kan tahu aku capek habis urus berkas kuliah tadi."

"Semua orang di rumah ini punya rasa capek, Cilla. Tapi menumpang di rumah orang bukan berarti kamu bisa hidup seperti ratu. Belajarlah disiplin sedikit," tegas Aini.

Varo yang merasa tidak tega melihat kekasih gelapnya disuruh-suruh pun mencoba menengahi.

"Sudahlah, Sayang. Cilla kan tamu di sini. Biar Mas saja yang beresin nanti, atau kamu saja yang lakukan seperti biasanya. Kasihan Cilla, dia belum terbiasa dengan pekerjaan rumah."

Aini menaruh sendoknya dengan suara denting yang keras.

"Belum terbiasa atau memang tidak mau belajar, Mas? Dan kamu, sejak kapan jadi rajin mau cuci piring? Biasanya celana dalammu saja aku yang cuci. Kalau kalian capek belanja di mal, harusnya kalian juga punya tenaga buat beresin sisa makannya sendiri. Cuci, Cilla. Sekarang."

Suasana mendadak menjadi sangat panas. Cilla melirik Varo, namun Varo hanya bisa memberi isyarat agar Cilla menurut saja karena ia takut Aini akan mengungkit soal mal lagi.

"Iya, iya... aku kerjakan. Mbak Aini galak banget sih sekarang," gumam Cilla sambil mengumpulkan piring kotor dengan kasar.

Aini masuk ke kamar namun tidak menutup pintunya rapat-rapat. Ia berdiri di balik pintu, menajamkan pendengarannya untuk mendengar percakapan di ruang tamu.

"Mas! Aku benci banget sama dia! Masa aku disuruh cuci piring kayak pembantu? Aku nggak terima dihina begitu di depan kamu!" keluh Cilla dengan nada manja yang dibuat-buat.

"Sabar, Sayang... Mbak-mu itu sepertinya lagi sensitif. Mas juga heran kenapa dia jadi berani begitu," sahut Varo dengan suara rendah.

"Jangan-jangan temannya yang namanya Siska itu sudah lapor soal kita kemarin di mal? Kalau dia tahu kita habis banyak uang, dia pasti makin gila marahnya," bisik Cilla khawatir.

Varo menghela napas panjang.

"Itu yang Mas takutkan. Siska itu orangnya kepo sekali. Kalau sampai Mbak-mu tahu rahasia kita, posisi Mas di Artha Kencana Group bisa goyah kalau dia sampai lapor ke kantor. Kamu jangan memancing kemarahannya lagi, Cilla. Ingat kejadian janda di kampung dulu?"

"Yang mana, Mas?" tanya Cilla penasaran.

"Dulu ada janda yang berani kirim pesan mesra ke Mas. Mbak-mu tahu, dia samperin itu janda ke rumahnya, dilabrak habis-habisan di depan warga sampai janda itu pindah kampung karena malu. Mas saja sampai berlutut minta ampun supaya nggak dicerai. Dia kalau sudah marah bisa jadi sangat nekat," cerita Varo dengan nada ngeri.

Cilla bergidik ngeri.

"Serius? Mbak Aini seberani itu? Aku kira dia cuma wanita rumahan yang penurut."

"Makanya, kita harus main cantik. Jangan sampai dia meledak sebelum rencana kita matang. Kita buat dia merasa bersalah pelan-pelan," bisik Varo penuh tipu daya.

Di balik pintu, Aini tersenyum sinis. Air matanya sudah kering, digantikan oleh bara dendam yang siap membakar mereka berdua. Kalian pikir aku akan melabrak seperti dulu? Tidak. Kali ini, aku tidak akan membuat tangan kotor karena memukul kalian. Aku akan menghancurkan kalian dari dalam, sampai kalian tidak punya tempat lagi untuk berpijak, batin Aini sambil perlahan menutup pintu kamarnya dengan sangat tenang.

Bersambung

...****************...

1
rian Away
MAMPUS JALANG
Dede Azwa
kejutan Mulu thorrr..bosen denger ny,,,harus ny langsung ke inti ny....bikin darting liat ny😡
Dede Azwa: iya kak othor sama"🤭semoga kedepannya lebih gacorrr lagi...bagus ceritanya pemeran utama ny gak menye" pertahan kan KK..sukses selalu kak othorr buat novel ny👍💪🥰
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!