Siapa yang tidak menginginkan harta berlimpah. Segala keinginan dapat diraih dengan mudah. Tak heran banyak orang berfoya-foya dengan harta.
Berbeda dengan keluarga Cherika. Mereka menggunakan hartanya untuk menolong sesama dan keluarga.
Tapi tidak disangka, karena harta lah Cherika kehilangan harta keluarganya. Orang tuanya menghilang sejak mendapatkan kecelakaan. Hanya Cherika yang selamat.
Cherika kemudian tinggal bersama saudara ibunya. Dan tanpa sengaja, Cherika mendengar penyebab tentang kecelakaan orang tuanya.
Kabar apakah itu?
Ikuti jalan ceritanya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Emosi Cheri
"CHERIIIIIIIII!" Dokter Erlandi tidak kalah histerisnya menangisi Cherika.
Api masih terlihat berkobar. Atap rumah Cherika mulai ambruk. Dari kejauhan terlihat Satria menggendong seseorang. Satria sedikit berlari menghampiri Zidan, Vian dan Dokter Erlandi.
"CHERIIIIIIIII!" Vian memperhatikan Cherika yang hampir gosong.
"Kak, tolong Cheri!" Satria mengatur napasnya.
Dokter Erlandi membantu Satria membawa Cherika masuk ke dalam mobil. Zidan langsung melaju ke jalan raya menuju rumah sakit. Dokter Erlandi memeriksa keadaan Cherika yang tidak sadarkan diri. Mereka menangis melihat kondisi Cherika yang sangat memperihatinkan.
Tubuh Cherika banyak terdapat luka bakar. Kaki Cherika banyak mengeluarkan darah. Menurut informasi yang Satria terima dari petugas pemadam kebakaran, kaki Cherika tertindih balok kayu.
Mereka tiba di rumah sakit. Vian yang duluan tiba di rumah sakit, memanggil perawat yang ada di ruangan UGD. Vian dan perawat membawa tandu untuk membawa Cherika ke ruangan UGD.
Dokter Erlandi dan beberapa perawat memberikan pertolongan dan pengobatan kepada Cherika.
Sementara itu di luar ruangan UGD, Vian memberitahu Zidan dan Satria. Hari ini Vian berkunjung ke rumah Cherika. Sebelum terjadinya kebakaran, Laudya juga datang ke rumah Cherika membawakan air mineral dari Nyai untuk Cherika.
"Laudya? Apa semua ini ada hubungannya dengan Laudya?" tanya Satria.
"Dari awal, Papa gak setuju kita minta bantuan Laudya. Tapi, mau bagaimana lagi," sesal Zidan.
"Laudya pulang duluan, Om. Baru beberapa menit saya meninggalkan rumah, Dokter Erlandi menghubungi saya dan saat itu juga saya balik ke rumah. Dan rumah Cheri sudah terbakar."
"Om masih tidak percaya dengan Nyai. Sudah berapa botol air mineral yang diminum Cheri. Sama sekali tidak ada perubahan. Cheri masih saja melihat hal-hal aneh."
Vian dan Satria sangat setuju dengan apa yang dikatakan Zidan. Mereka memikirkan nasib Cherika. Untuk kedepannya, Zidan akan menjauhkan Laudya dari Cherika. Zidan terlalu curiga dengan kebaikan Laudya. Beberapa kali Zidan melihat kecemburuan di wajah Laudya saat bersama Cherika.
Ponsel Vian berdering, tertera di layar ponselnya Laudya sedang memanggil. Vian mengangkat telepon. Laudya bertanya apa benar rumah Cherika terbakar, Laudya melihat berita yang sedang lewat di beranda media sosialnya. Laudya juga menanyakan keadaan Cherika.
Susi yang saat itu ada di samping Laudya menanyakan di rumah sakit mana Cherika dirawat. Vian memberitahu rumah sakit tempat Dokter Erlandi praktek.
Setelah menunggu lama, akhirnya Cherika dimasukkan ke dalam ruangan perawatan. Cherika masih belum sadarkan diri. Kakinya dipasang gips. Lengan dan kepalanya dibalut dengan perban.
Cherika juga dibantu alat pernapasan. Cherika terlalu banyak menghirup asap tebal dan gas beracun sehingga menyebabkan kekurangan oksigen akut di otak.
Zidan, Satria, Vian dan Dokter Erlandi kini berada di dalam ruangan Cherika. Mereka semua menangis melihat keadaan Cherika. Tubuhnya banyak terdapat luka bakar. Wajahnya juga melepuh. Rambutnya hampir botak. Kaki Cherika untuk sementara tidak bisa digerakkan.
Dan yang lebih parah lagi, tubuh Cherika mengeluarkan bau busuk. Tidak ada yang tahan dengan aroma yang sangat menusuk penghidu. Perawat yang membantu pengobatan Cherika tidak sanggup menahan, mereka sampai muntah.
"Cheri, apa yang terjadi padamu Nak," Zidan meneteskan air mata.
"Om, Satria, Erlandi. Mohon izinkan saya merawat Cherika," pinta Vian.
"Vian, apa kamu tidak malu melihat keadaan Cheri. Semua orang menjauh. Apa kamu tidak jijik?" tanya Zidan.
"Om, saya tulus. Saya akan membawa Cheri ke luar negeri untuk berobat. Tolong izinkan saya. Apapun kondisi Cheri, dia adalah calon istri saya."
Dokter Erlandi, Satria dan Zidan memeluk Vian. Mereka sangat berterima kasih atas ketulusan Vian. Tidak salah jika mereka selama ini mempercayakan Cherika kepada Vian.
Dokter Erlandi mengajak mereka semua untuk makan malam di kantin rumah sakit. Walau bagaimanapun mereka juga perlu istirahat sejenak.
Baru beberapa langkah Dokter Erlandi dan keluarganya meninggalkan ruangan Cherika, Cherika perlahan membuka matanya. Cherika sungguh sangat kesakitan, badannya tidak bisa digerakkan.
Cherika berusaha memperjelas pandangannya yang sedikit buram. Cherika sangat yakin saat ini dia terbaring di salah satu ruangan rumah sakit karena aroma khas alkohol dan obat-obatan.
Cherika perlahan mengangkat tangan kanannya yang terpasang infus. Cherika juga memegangi selang bantu pernapasan di hidungnya. Cherika menyadari ada yang berbeda dengan wajahnya. Ada bekas luka yang masih perih dan terasa panas.
Cherika melihat Laudya dan Susi berdiri di depan pintu. Mereka tidak mengenalnya. Mereka bahkan bertanya apakah benar di sini ruangan Cherika.
"Laudya, Tante, apa kalian tidak mengenaliku?" dengan suara parau Cherika bertanya.
"Cheri! Apa ini kamu?" Susi berdiri di samping kanan tempat tidur Cherika.
"Cheri, ini lu! Alamaaaaak, bau busuk apa ini!" Laudya dengan cepat menutup hidungnya.
Susi juga mencari sumber bau busuk di ruangan Cherika. Dia mengendus ke tubuh Cherika.
"Astaga! Cheri, berapa bulan kamu gak mandi!" Susi menjauh dan berdiri di ujung tempat tidur Cherika dan menutup hidungnya.
Cherika mencoba mencium aroma tubuhnya sendiri tapi dia tidak merasakan apa-apa. Cherika yang penasaran meminta cermin kepada Laudya. Dan betapa terkejutnya Cherika saat melihat wajahnya yang sebelah kanan melepuh. Cherika bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Musibah apa yang baru dia dapatkan.
Laudya bilang, rumah peninggalan orang tua Cherika habis terbakar. Sewaktu kebakaran terjadi, Cherika tidur nyenyak di dalam kamar.
"Cuih! Cheri, busuk amat lu! Gue gak bisa bayangin, Vian pasti menjauh dari lu. Siapa yang tahan lama-lama dekat sama monster bau kayak lu!"
"Laudya! Gak mungkin Vian seperti itu," sahut Susi.
"Cowok normal mana yang mau dekat sama cewek jelek dan bau bangke! Yang ada dia bukannya cinta tapi kasian. Gue mau muntah!" Laudya keluar dari ruangan Cherika.
Susi juga tidak tahan berlama-lama di ruangan Cherika. Susi sambil memegangi perutnya menahan mual keluar menyusul Laudya. Cherika menangis. Cherika bertanya di dalam hati, dosa apa yang pernah dia lakukan sehingga dia harus mengalami semua ini.
Seorang perawat masuk ke dalam ruangan Cherika mengganti infus. Sama seperti Laudya dan Susi, perawat itu langsung lari keluar dari ruangan Cherika.
"Apa aku sangat-sangat menjijikan! Kenapa aku seperti ini! AAAAAAAAAA!"
Cherika berteriak sekuat tenaga. Cherika mencabut selang infusnya. Cherika berusaha menggerakkan kedua kakinya. Cherika membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Cherika melihat kaki kanannya memakai gips.
Di depan pintu, Zidan, Satria, Vian dan Dokter Erlandi berdiri. Mereka langsung menghampiri Cherika. Tapi, Cherika berteriak dan mengamuk. Cherika tidak mau mereka semua mendekat.
"Tolong keluar dari sini! Aku monster yang menjijikkan!"
"Cheri, Cheri, tenang. Kamu baru saja sadar. Kamu harus tenang ya," bujuk Dokter Erlandi.
"Cheri, kami tidak jijik sama sekali. Kami semua menyayangimu. Kita semua keluarga," kata Zidan.
"Cheri, apapun keadaanmu, kita tetap akan menikah. Aku akan membawamu berobat ke luar negeri. Cheri, percaya sama aku," Vian pelan-pelan mendekat.
"Kalian semua bohong! AAAAAAAAAA!"
Cherika kembali berteriak, Cherika melempar semua yang ada di dekatnya. Tanpa sengaja, Cherika terjatuh dari atas tempat tidurnya. Spontan Vian berlari memasukkan Cherika ke dalam pelukannya. Cherika mencoba berontak melepaskan pelukan Vian. Cherika juga mencubit, mencakar lengan Vian.
Cherika mengalami perubahan emosi yang sangat hebat. Detak jantungnya semakin meningkat. Pernapasannya mulai tersendat. Pandangannya hitam pekat.
"CHERIIIIIIIII!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...