seorang gadis yang berniat kabur dari rencana perjodohan yang dilakukan oleh ibu dan ayah tirinya, berniat ingin meninggalkan negaranya, namun saat di bandara ia berpapasan dengan seorang laki-laki yang begitu tampan, pendiam dan berwibawa, berjalan dengan wajah dinginnya keluar dari bandara,
"jangan kan di dunia, ke akhirat pun akan aku kejar " ucap seorang gadis yang begitu terpesona pada pandangan pertama.
Assalamualaikum.wr.wb
Yuh, author datang lagi, kali ini bertema di desa aja ya, .... cari udara segar.
selamat menikmati, jangan lupa tinggalkan jejak.
terimakasih...
wassalamualaikum,wr.wb.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Marina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kebahagiaan orang tua Zora
Di kantor mewah Papa Zora di jantung kota metropolitan , Papa dan Mama Zora sedang duduk bersama, membahas kerugian bisnis akibat proyek terbaru, Mereka terbiasa dengan masalah, tetapi masalah terbesar mereka selalu Zora.
Bu Suci, orang yang direkomendasikan pak Budi untuk menjaga Zora dan mengajarkan arti hidup , kini menelpon... masuk saat mereka sedang membahas bagaimana cara menarik Zora pulang tanpa menimbulkan drama publik. ibu Suci berbicara dengan suara yang tenang dan jujur.
📱"Bapak, Ibu, saya menelepon bukan untuk meminta uang atau melaporkan masalah. Justru sebaliknya. Anak Bapak dan Ibu, Zora... dia baik-baik saja." ucap Bu Suci di sana.
📱 "Baik bagaimana, Bu? Dia tidak menghubungi kami, dan kami dengar dia membuat kekacauan di desa. Dia butuh dikirim pulang sekarang." kata papa nya Zora dengan suara berat.
📱"Dia tidak bisa pulang sekarang, Bapak. Dia tidak mau pulang. Zora sekarang... sedang mengaji." ucap Bu Suci dengan tenang...dan sukses membuat papanya Zora terkejut.
papanya Zora hampir menjatuhkan pena mahalnya. Ia dan Mama Zora saling pandang dengan ekspresi sama sekali tidak percaya , mereka tidak menyangka.
Mama Zora Mendekat ke telepon, suaranya gemetar"Mengaji, Bu? Maksud Ibu, di pesantren? Tapi... dia bahkan tidak tahu cara salat, Bu. Bagaimana dia bisa...?" tanya mamanya Zora masih belum percaya.
"Dia belajar, Bu. Dia belajar dengan sangat keras. Dia mengurung diri di rumah, hanya keluar untuk salat. Dia sudah lancar membaca Al-Qur'an, dan sekarang dia mulai menghafal. Otaknya yang cerdas itu, yang dulu Bapak bilang untuk bisnis, sekarang dipakainya untuk menghafal ayat-ayat suci, dan dia melakukannya dengan sangat cepat."
bu Suci kemudian menceritakan detail kesederhanaan Zora, tobatnya yang tulus, dan air mata penyesalan yang ia curahkan.
bahkan, tanpa di sadari Zora, Bu suci mendekatkan ponselnya pada pintu kamar Zora yang terbuka sedikit,dan Zora begitu sangat menikmati setiap bacaannya...
Mendengar semua detail itu, Papa Zora, pria tangguh yang biasa menghadapi kerugian miliaran tanpa berkedip, kini tidak kuasa menahan diri. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
Ia tidak lagi melihat Zora sebagai putri pembangkang yang harus disuap. Ia melihat sebuah keajaiban dan mukjizat yang datang dari sebuah kekacauan. Itu adalah jawaban atas doa-doa putus asa yang diam-diam mereka panjatkan selama bertahun-tahun.
Papa Zora Suaranya serak dan tercekat "Ya Allah... Alhamdulillah... Subhanallah... Saya tidak menyangka, Bu. Tidak pernah terpikirkan. Kami hanya mengharapkan dia aman. Tapi ini... ini jauh lebih dari segalanya."
Mama Zora menangis tersedu-sedu di samping suaminya. Air mata mereka bukan lagi air mata kegelisahan, melainkan air mata syukur yang luar biasa. Mereka akhirnya menyadari bahwa kaburnya Zora adalah cara Tuhan untuk menyelamatkan putri mereka.
"Tolong, Bu Suci Tolong jaga dia. Biarkan dia di sana selama dia mau. Jangan biarkan dia pulang sebelum hatinya benar-benar tenang. Kami sangat bersyukur padamu dan pada Tuhan." ucap mamanya Zora yang masih sesenggukan... Bagaimana tidak, putrinya yang membangkang itu bisa berubah secepat itu.
" hiks hiks hiks, pah....putri kita, putri kecil kita yang dulu suka pembangkang,kini berubah" ucap mamanya Zora berada di pelukan suaminya.
" Alhamdulillah mah, Zora meski bukan putri kandung ku, tapi aku sangat menyayangi nya lebih dari segalanya. Papa sangat bersyukur...." balas papanya Zora mengelus lembut bahu istrinya yang bergetar.
Papa Zora tidak pernah melihat Zora sebagai anak tiri, Zora adalah putri semata wayangnya, dan kenakalan Zora selama ini selalu ia tanggung dengan cinta dan kesabaran. Kekhawatiran terbesarnya bukanlah reputasi bisnisnya, melainkan keselamatan jiwa putrinya.
Papa Zora tidak hanya bersyukur karena Zora selamat; ia bersyukur karena Zora akhirnya menemukan tujuan hidup dan kedamaian batin yang selama ini tidak bisa ia berikan, meskipun ia memiliki semua uang di dunia.
Kini, setelah telepon ditutup, baik Papa Zora maupun Mama Zora sama-sama merasakan kebahagiaan dan ketenangan yang telah lama hilang. Mereka sepenuhnya percaya pada ibu Suci dan memutuskan untuk tidak mengganggu Zora. Mereka membiarkan Zora menyelesaikan proses spiritualnya, mengetahui bahwa kaburnya Zora adalah takdir terbaik yang Tuhan berikan untuk putrinya.
Mereka hanya punya satu tekad Mendukung sepenuhnya dan menunggu dengan sabar Zora, sang calon hafizah, kembali sebagai pribadi yang baru.
Beberapa minggu setelah Zora mengikrarkan hijrah-nya, perubahan terbesar yang ia tunjukkan bukan hanya pada hafalan Al-Qur'an-nya yang terus bertambah, tetapi juga pada kemampuannya mengurus diri dan rumah.
Zora menyadari bahwa ibu Suci telah menjadi gurunya, tempatnya bernaung, dan teman curhatnya. Ia merasa malu melihat Bu Suci masih melakukan pekerjaan rumah tangga untuknya. Perlahan-lahan, Zora mengambil alih tugas-tugas itu.
Zora, yang dulunya tidak tahu bedanya sikat toilet dan sikat gigi, kini berdiri di depan wastafel sederhana. Ia mencuci piring dengan bersih dan hati-hati. Air keran yang mengalir di tangannya terasa dingin, tetapi ia melakukannya dengan tulus. Ia ingat saat ia meminta mesin cuci dan kulkas besar, kini ia belajar menghargai setiap sendok dan piring yang ia cuci dengan tangan.
Zora kini bangun lebih pagi dari ibu Suci , Ia menyapu lantai hingga bersih dan mengepelnya hingga mengkilap. Ruangan kecil itu kini selalu terasa rapi dan nyaman.
Puncak perubahan Zora adalah di dapur. Ia mulai belajar memasak masakan rumahan sederhana dari Bu Suci , nasi, sayur lodeh, dan lauk tempe tahu. Ia melakukannya dengan semangat, meskipun hasilnya seringkali keasinan atau terlalu manis, ia tidak menyerah.
Melakukan pekerjaan rumah tangga mengajarkan Zora disiplin dan kerendahan hati, dua hal yang tidak pernah ia dapatkan di rumahnya yang dipenuhi pelayan.
"Ini adalah jihad yang nyata. Ini lebih sulit daripada menghafal satu juz baru. Tapi setiap sapuan, setiap cucian piring, adalah pembentuk kesabaran. Tubuhku yang dulu hanya tahu tempat tidur empuk, kini belajar melayani." gumam Zora dalam hati.
Bu Suci hanya bisa mengawasi dengan mata berkaca-kaca, penuh kebanggaan.
Bu Suci tersenyum bahagia"Nak Zora, istirahatlah. Biar Ibu saja yang melanjutkan mengepelnya."
Zora Menggeleng, tersenyum tulus "Tidak, Bu. Biar saya yang urus. Ibu sudah lelah mengajarkan saya mengaji. Sekarang giliran saya melayani Ibu. Ini adalah latihan saya untuk menjadi istri... eh, maksud saya, untuk menjadi muslimah yang baik."balasnya terkekeh.
Bu Suci tertawa kecil, senang mendengar celetukan polos Zora. Zora yang baru ini benar-benar telah menjadi wanita rumahan yang siap, jauh berbeda dari gadis manja yang baru tiba beberapa waktu lalu.
Kini, Zora telah memiliki kesalehan batin mengaji dan kesalehan lahir seperti pekerjaan rumah, .
eh Thor semoga itu Zorra bisa mengatasi fitnahan dan bisa membongkar dan membalikkan fakta kasihan yang lg berhijrah di fitnah....
lanjut trimakasih Thor 👍 semangat 💪 salam