NovelToon NovelToon
GAZE

GAZE

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Duniahiburan / Matabatin
Popularitas:717
Nilai: 5
Nama Author: Vanilla_Matcha23

“Setiap mata menyimpan kisah…
tapi matanya menyimpan jeritan yang tak pernah terdengar.”

Yang Xia memiliki anugerah sekaligus kutukan, ia bisa melihat masa lalu seseorang hanya dengan menatap mata mereka.

Namun kemampuan itu tak pernah memberinya kebahagiaan, hanya luka, ketakutan, dan rahasia yang tak bisa ia bagi pada siapa pun.

Hingga suatu hari, ia bertemu Yu Liang, aktor terkenal yang dicintai jutaan penggemar.
Namun di balik senyum hangat dan sorot matanya yang menenangkan, Yang Xia melihat dunia kelam yang berdarah. Dunia penuh pengkhianatan, pelecehan, dan permainan kotor yang dijaga ketat oleh para elite.

Tapi semakin ia mencoba menyembuhkan masa lalu Yu Liang, semakin banyak rahasia gelap yang bangkit dan mengancam mereka berdua.

Karena ada hal-hal yang seharusnya tidak pernah terlihat, dan Yang Xia baru menyadari, mata bisa menyelamatkan, tapi juga membunuh.

Karena terkadang mata bukan hanya jendela jiwa... tapi penjara dari rahasia yang tak boleh diketahui siapapun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanilla_Matcha23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 13 - TANGAN SIAPA YANG BERMAIN DISINI

Ketika berada di kamar perawatan VIP, Yang Xia membuka pintu perlahan setelah mengetuknya lebih dulu.

Beberapa orang pria dan seorang wanita berada di dalam ruangan itu. Begitu Xia melangkah masuk, pandangannya langsung bertemu dengan mata Yu Liang.

Dalam sekejap, potongan adegan masa lalu melintas di benaknya, siapa orang-orang di ruangan itu, dan apa yang mereka sembunyikan.

Bagi mata awam, mereka tampak seperti pengawal biasa yang dimiliki seorang artis terkenal. Tapi bagi Xia, akting mereka terlalu buruk untuk menipu seseorang seperti dirinya.

“Halo, Tuan Yu. Bagaimana keadaanmu?” sapa Xia datar namun sopan, mencoba mengalihkan perhatian dari beberapa orang yang dengan jelas tengah mengawasi Yu Liang.

Yu Liang hanya menatapnya dan tersenyum tipis. Senyum itu getir, penuh luka yang tak terucap.

Betapa kuatnya pria di hadapanku, batin Xia, menahan napas sejenak.

Ia mulai memeriksa Yu Liang dengan profesional, jemarinya dingin namun lembut. Setelah selesai, Xia berbalik, menatap tajam ke arah orang-orang yang masih berdiri di ruangan.

“Siapa manajernya?” tanyanya, kali ini suaranya tegas, tanpa basa-basi.

Seorang wanita melangkah maju, bibirnya tersenyum manis namun matanya berkilat dingin.

“Dia sedang keluar. Jika ingin berbicara tentangnya, langsung saja padaku,” ucapnya santai.

Xia menatap wanita itu, sekilas wajahnya polos, tubuhnya mungil, tapi auranya... busuk.

Iblis betina, gumam Xia dalam hati.

“Kau...” ucap Xia perlahan.

Wanita itu mengerti arah pertanyaannya, lalu menyebutkan namanya dengan senyum yang lebih tajam dari sebelumnya.

“Namaku Lin Xue,” ucap wanita itu sambil melipat tangannya di depan dada.

Suaranya tenang, tapi ada nada penegasan halus di sana. Seolah ingin menunjukkan siapa yang mengatur keadaan di ruangan itu.

Yang Xia hanya mengangguk singkat.

Ia berjalan kembali ke sisi tempat tidur, memastikan infus dan alat monitor Yu Liang dalam kondisi normal. Tapi saat jemarinya tanpa sengaja menyentuh pergelangan tangan sang aktor, dunia di sekitarnya seolah bergetar.

Gambaran kilat melintas di mata Xia.

Suara-suara samar menyeruak.

Cahaya lampu sorot, ruangan pesta, dan wajah Yu Liang yang dipaksa tersenyum di tengah tawa palsu orang-orang berjas mahal.

Di sudut pandang yang kabur itu, Xia melihat sosok Lin Xue berdiri di samping seorang pria tua berjas hitam, berbicara sesuatu sambil melirik Yu Liang dengan tatapan dingin.

Napas Xia memburu.

Ia segera menarik tangannya, menatap Yu Liang yang kini menunduk, seolah tahu sesuatu terbaca darinya.

“Kau terlihat lemah, tapi denyut nadi dan tensimu baik,” ucap Xia datar, mencoba menutupi keterkejutannya.

Lin Xue memperhatikan, sedikit mengernyit.

“Dokter Yang, apakah ada masalah?” tanyanya, suaranya terdengar sopan tapi sarat tekanan.

Xia tersenyum tipis.

“Tidak ada. Tapi mulai besok, pasien ini tidak diperbolehkan menerima tamu terlalu banyak. Ia butuh waktu untuk pulih,” ujarnya tenang, namun setiap katanya terdengar seperti perintah yang tak bisa dibantah.

Lin Xue hendak membantah, tapi tatapan Xia memaku langkahnya. Ada sesuatu di mata dokter itu, dingin, tajam, seolah bisa menembus setiap kebohongan.

Pintu tertutup, suasana di kamar itu berubah hening. Hanya suara mesin monitor jantung yang terdengar perlahan, bersahutan dengan desah napas Yu Liang. Yang Xia berdiri di samping tempat tidur, menatap layar monitor sejenak, lalu menatap pria itu.

Tatapan Yu Liang kosong. Tapi di balik matanya, Xia bisa melihat sesuatu yang jauh lebih gelap daripada sekadar rasa sakit fisik.

“Dia orang yang mengatur segalanya, bukan?” tanya Xia pelan.

Yu Liang tidak menjawab, hanya menatapnya sebentar lalu mengalihkan pandangan ke arah jendela. Gerakannya lambat, nyaris lelah.

Xia menarik kursi dan duduk di samping ranjang. Ia menatap pergelangan tangan pria itu, luka lebam masih tampak samar di balik perban.

“Siapa pun yang melakukan ini, tidak hanya menyakitimu secara fisik. Mereka ingin kau hancur sepenuhnya,” katanya dengan nada nyaris berbisik.

Yu Liang menarik napas pelan, suaranya rendah, nyaris tak terdengar.

“Kalau aku bicara… mereka akan menghancurkan yang lain.”

Kata-kata itu membuat Xia terdiam.

Ada keheningan yang menggantung di udara, berat, penuh makna.

Xia berkata pelan, “Mereka sudah mulai melakukannya bahkan tanpa kau bicara.”

Saat kata itu keluar, pandangan Xia kembali kabur.

Potongan masa lalu berkelebat lagi di benaknya, Yu Liang yang dipaksa menandatangani kontrak baru, wajah Chen Wei yang dingin, Lin Xue yang tersenyum tipis di sudut ruangan. Semua tampak seperti potongan film rusak yang berputar terlalu cepat.

Xia menahan kepalanya sejenak, lalu menarik napas dalam.

“Kau tidak perlu bicara sekarang,” ujarnya lembut.

“Tapi aku ingin kau tahu, mulai hari ini, kau di bawah pengawasanku. Dan tidak ada seorang pun yang bisa menyentuhmu tanpa seizinku.” Yu Liang menatapnya.

Untuk pertama kalinya, mata itu menunjukkan sesuatu selain luka, sedikit kepercayaan.

Xia berdiri, merapikan jas lab-nya.

“Mulai malam ini, semua akses ke ruanganmu aku batasi. Jika ada yang mencoba masuk tanpa izin, staf rumah sakit akan langsung melapor padaku.”

Yu Liang menatap punggungnya yang perlahan menjauh.

“Kenapa… kau melakukan ini?” tanyanya lirih.

Xia berhenti di depan pintu.

Ia tidak menoleh, hanya menjawab dengan suara tenang, tapi matanya memantulkan cahaya samar dari monitor “Karena aku tahu… seperti apa rasanya dikhianati oleh orang yang seharusnya melindungimu.”

..

Malam itu, rumah sakit sudah sunyi.

Lampu-lampu di koridor lantai VIP hanya menyala setengah, menciptakan bayangan panjang di sepanjang dinding.

Yang Xia duduk sendirian di ruang kerjanya, di depan layar laptop yang menampilkan data medis pasien bernama Yu Liang. Di luar, hujan mulai turun pelan, tapi konstan, seperti waktu yang berdetak tanpa henti.

𝗕𝗲𝗶𝗷𝗶𝗻𝗴, 𝗲𝗻𝗮𝗺 𝘁𝗮𝗵𝘂𝗻 𝗹𝗮𝗹𝘂.

Udara sore di 𝗱𝗶𝘀𝘁𝗿𝗶𝗸 𝗛𝗮𝗶𝗱𝗶𝗮𝗻 terasa padat oleh suara kendaraan dan hiruk-pikuk kru produksi. Di salah satu aula kecil agensi hiburan baru, sekelompok trainee tengah menunggu giliran audisi.

Salah satunya, seorang pemuda berwajah bersih dengan mata yang jernih namun gugup, duduk di sudut ruangan, memegang naskah yang sudah lusuh di tangannya.

𝗬𝘂 𝗟𝗶𝗮𝗻𝗴.

Ia baru dua bulan datang ke Beijing, meninggalkan kampung halamannya untuk mengejar mimpi menjadi aktor.

Di hadapannya, pintu ruang audisi terbuka. Seorang pria berjas hitam keluar, menatap ruangan dengan tatapan tajam namun penuh senyum palsu.

𝗛𝘂𝗮𝗻𝗴 𝗠𝗼.

Pria itu adalah manajer baru yang tengah membangun reputasinya di agensi.

Suara langkah sepatunya terdengar tegas, dan setiap orang yang dilihatnya otomatis menunduk. Tapi ketika pandangannya berhenti pada Yu Liang, bibirnya melengkung tipis.

“Kau. Anak yang dari Hunan itu, bukan?” katanya, nada suaranya datar tapi berkuasa.

“Coba baca naskah itu. Aku ingin lihat ekspresimu.”

Yu Liang berdiri canggung, suaranya bergetar sedikit ketika mulai membaca. Namun ada ketulusan di sana, sesuatu yang sulit dijelaskan, dan justru itu yang membuat Huang Mo, memperhatikan lebih lama dari biasanya.

Beberapa detik kemudian, pria itu tertawa kecil.

“Wajahmu lugu, suaramu bagus, dan tatapanmu bisa dijual,” katanya sambil menepuk bahu Yu Liang.

“Mulai besok, kau ikut denganku.” Yu Liang menatapnya tak percaya.

“T-tapi... saya belum diterima resmi—”

“Sudah. Aku yang putuskan,” potong Chen Wei dingin.

“Aku tahu talenta kalau melihatnya. Dan aku juga tahu bagaimana membuat orang seperti kau menjadi besar.”

Dia berjalan pergi sambil menyalakan rokok, suaranya terdengar samar di antara asap dan suara riuh aula.

“Ingat, dunia ini tidak butuh orang baik, Liang. Dunia ini butuh orang yang tahu kapan harus tunduk.”

Yu Liang menatap punggungnya menghilang di balik pintu kaca. Ada sesuatu dalam nada suara yang membuatnya gelisah, tapi juga tak mampu menolak.

Hari itu, tanpa ia sadari, ia baru saja menandatangani takdir yang akan mengubah seluruh hidupnya.

𝗕𝗲𝗯𝗲𝗿𝗮𝗽𝗮 𝗺𝗶𝗻𝗴𝗴𝘂 𝗸𝗲𝗺𝘂𝗱𝗶𝗮𝗻,

Yu Liang mulai mengikuti Huang Mo ke lokasi syuting kecil. Huang Mo yang awalnya tampak perhatian, selalu mengatur jadwalnya.

Membawakan makan, mengurus kontrak. Tapi di balik itu, dia perlahan membangun kendali, mengatur apa yang Yu Liang makan, siapa yang boleh ia temui, hingga kapan ia boleh tidur.

“Kau tak perlu banyak bicara di depan wartawan,” katanya suatu malam di mobil.

“Biar aku yang urus semuanya. Kau cukup tersenyum.” Yu Liang hanya mengangguk.

Dia tidak tahu, bahwa di balik setiap “𝘂𝗿𝘂𝘀𝗮𝗻𝗸𝘂” yang diucapkan Huang Mo, ada 𝘁𝗮𝗹𝗶 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗮𝗸𝗶𝗻 𝗺𝗲𝗹𝗶𝗹𝗶𝘁 𝗹𝗲𝗵𝗲𝗿𝗻𝘆𝗮.

Tubuh Xia bergetar saat kesadarannya kembali, seolah baru saja ditarik kembali ke dunia nyata. Napasnya tersengal, keringat dingin membasahi wajah cantiknya. Ia tidak menyangka, potongan masa lalu Yu Liang terus datang menghantam pikirannya, seperti kepingan kenangan yang tercerai-berai, berputar tanpa arah.

Sebuah file di meja menarik perhatiannya. Xia menatap lembar hasil laboratorium itu dalam diam. Deretan angka di sana seperti menampar logikanya. 𝗞𝗮𝗱𝗮𝗿 𝗼𝗯𝗮𝘁 𝗽𝗲𝗻𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴 di darah Yu Liang… 𝘁𝗲𝗿𝗹𝗮𝗹𝘂 𝘁𝗶𝗻𝗴𝗴𝗶, jauh melampaui batas wajar.

Dan yang lebih aneh, nama dokter penanggung jawab utama bukan dirinya. Xia mengetik cepat, membuka sistem internal rumah sakit.

Ia menelusuri file digital dan menemukan hal lain yang mencurigakan, dokumen rawat inap pertama Yu Liang diubah tiga jam setelah ia masuk. Nama dokter, tanda tangan, bahkan jenis obat yang diberikan… semuanya telah dimodifikasi.

Xia mengerutkan kening, jemarinya berhenti di atas keyboard.

“Hm… tangan siapa yang bermain di sini?” gumamnya pelan.

Suaranya nyaris tak terdengar, tapi di matanya terpancar kemarahan dingin. Ia membuka file CCTV, tapi sebagian besar rekaman sudah dipangkas kosong, hanya menunjukkan beberapa detik sebelum dan sesudah Lin Xue datang mengantar Yu Liang.

Sebuah nama muncul di layar:

“𝗔𝘂𝘁𝗵𝗼𝗿𝗶𝘇𝗮𝘁𝗶𝗼𝗻 by: 𝗖𝗵𝗲𝗻 𝗪𝗲𝗶 Manager, 𝗬𝘂𝗻 𝗛𝘂𝗮𝗻𝗴 𝗘𝗻𝘁𝗲𝗿𝘁𝗮𝗶𝗻𝗺𝗲𝗻𝘁.”

Xia menatap layar itu cukup lama.

Napasnya berat.

Nama itu sudah ia dengar dari tatapan Yu Liang sebelumnya, sebuah bayangan kelam di balik trauma sang aktor.

Ia bersandar di kursinya, memejamkan mata sebentar, lalu membuka kembali laptopnya.

Dengan beberapa ketikan, ia mengaktifkan sistem internal tingkat tertinggi. Logo “𝗬𝗮𝗻𝗴 𝗚𝗿𝗼𝘂𝗽 𝗙𝗼𝘂𝗻𝗱𝗲𝗿 𝗔𝗰𝗰𝗲𝘀𝘀” muncul di sudut layar.

Sekejap, semua akses yang sebelumnya terkunci terbuka.

Ia membaca setiap catatan medis, setiap jadwal kunjungan, setiap laporan staf. Semua mengarah ke satu kesimpulan: ada seseorang dari luar yang berusaha mengendalikan rumah sakit melalui wewenang internal.

Xia menatap layar, wajahnya kini dingin seperti es.

“𝗕𝗮𝗶𝗸𝗹𝗮𝗵 … 𝗽𝗲𝗿𝗺𝗮𝗶𝗻𝗮𝗻 𝗯𝗮𝗿𝘂 𝘀𝗮𝗷𝗮 𝗱𝗶𝗺𝘂𝗹𝗮𝗶,” ucapnya pelan.

Ia menutup laptop, berdiri, lalu melangkah keluar ruangan. Langkahnya pelan tapi pasti, sepatu haknya beradu lembut dengan lantai marmer. Di balik ketenangan itu, ada badai yang mulai bangkit. Badai yang akan mengguncang seluruh jaringan kotor yang menyentuh satu nama: 𝗬𝘂 𝗟𝗶𝗮𝗻𝗴.

1
Om Ganteng
Lanjut thorrr💪
Om Ganteng
Yang Xia
Om Ganteng
Chen Wei
Om Ganteng
Yang Xia/Determined/
Om Ganteng
Yu Liang/Sob/
Om Ganteng
Thor... apa ini Yu Menglong?
Zerine Leryy
Thor, Yu Liang... seperti Yu Menglong/Sob//Sob/
Zerine Leryy
Guang Yi keren...
Zerine Leryy
Bagus, lanjutkan Thor... Semoga ceritanya bagus sampai akhir/Good//Ok/
Zerine Leryy
Yang Xia dibalik Yang Grup, Guang Yi dan Feng Xuan 👍 perpaduan keragaman yang keren
Zerine Leryy
Ceritanya bagus, Sangat jarang ada Ceo wanita yang tangguh seperti Yang Xia.
☘☘☘yudingtis2me🍂🍋
Jelek nggak banget!
Yue Sid
Aduh, cliffhanger-nya bikin saya gak tahan nunggu, ayo lanjutkan thor!
Gladys
Asik banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!