Anindya Selira, panggil saja Anin. Mahasiswa fakultas kedokteran yang sedang menempuh gelar dokter Sp.Dv, lebih mudahnya spesialis kulit.
Dengan kemurahan hatinya dia menolong seorang pria yang mengalami luka karena dikejar oleh penjahat. Dengan terpaksa membawa pria itu pulang ke rumahnya. Pria itu adalah Raksa Wirajaya, pengusaha sukses yang memiliki pengaruh besar.
Perbuatan baiknya justru membuat Anin terlibat pernikahan paksa dengan Raksa, karena mereka berdua kepergok oleh warga komplek sekitar rumah Anin.
Bagaimana hubungan pernikahan mereka berdua?
Akankah mereka memiliki perasaan cinta satu sama lain?
Atau mereka mengakhiri pernikahannya?
Yuk baca kisah mereka. Ada 2 couple lain yang akan menambah keseruan cerita mereka!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cchocomoy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingin Berpisah
Tak
Tak
Tak
Terdengar langkah kaki memasuki rumah mewah, kepalanya tegak menatap seseorang yang sedang duduk bersantai di sofa.
“Aku ingin bicara,” ucapnya santai tapi terdengar memaksa.
“Apa yang ingin kamu bicarakan? Jika kamu masih ingin menanyakan hal yang sama, itu akan percuma. Karena jawabanku masih tetap sama,” balas orang itu tanpa melihat seseorang yang berdiri di depannya.
“Aku butuh penjelasan, Raksa!!” teriaknya seraya melayangkan tatapan tajam pada Raksa.
“Sudahlah, Anin. Jangan terus memperkeruh suasana,” ucap Raksa yang malas untuk berdebat dengan Anin, istrinya.
Anin mengepalkan tangannya, wajahnya memerah, emosinya sudah tak tertahankan dan ingin meledak.
“Fine! Jika kamu memang tidak menginginkan pernikahan ini, kenapa tidak menceraikanku setelah pernikahan kita?” tanya Anin dengan mata berkaca-kaca.
“Jika bukan karena insiden malam itu, pernikahan ini tidak akan terjadi! Dan kita akan tetap menjadi orang asing, yang mungkin tidak akan pernah bertemu!” lanjutnya dengan air matanya sudah lolos begitu aja tanpa diminta.
“Anin, jangan mulai lagi.”
“Aku sudah tidak sanggup, ceraikan aku. Dan kita hidup masing-masing.” Satu kalimat terakhir dan Anin pergi setelah mengatakan maksudnya.
Raksa menatap Anin yang pergi menuju kamarnya. “Cerai?” Raksa mengusap wajahnya kasar. Terdengar helaan nafas panjang dari Raksa.
Dengan penuh emosi, Raksa menyambar kunci mobilnya dan pergi keluar rumah. Mobilnya melaju dengan kecepatan tinggi, karena Raksa sangat emosi setelah Anin meminta bercerai dengannya.
“Yang aku takutkan sekarang benar terjadi. Maaf, untuk sekarang aku masih bisa jujur kenapa aku melakukan ini.”
Saat ini Raksa berdiri di depan sebuah gedung yang menjulang tinggi, banyak orang yang berlalu lalang keluar masuk ke dalam gedung itu.
Orang-orang berlarian ketika suara sirine ambulan mulai mendekat. Orang-orang berteriak, dan khawatir.
Raksa menghela nafasnya, apa yang dilihatnya saat ini memang sudah seharusnya, karena ini memang tempatnya.
Kakinya mulai melangkah masuk ke gedung itu, yang tidak lain adalah rumah sakit. Kedatangan Nya berbarengan dengan ambulan yang datang membawa pasien darurat.
Suasana hati Raksa semakin kalut setelah melihat kedatangan pasien yang sedang kritis.
Raksa terus melangkah, melewati setiap lorong rumah sakit, meski setiap langkah kakinya terasa berat. Karena Raksa tidak punya pilihan lain, karena saat ini ia membutuhkan nasehat ataupun tempat keluh kesahnya, yang tidak lain adalah temannya.
“Bima!!” panggil Raksa dengan nada yang tinggi, ketika melihat Bima akan masuk ke dalam ruangan.
“Raksa?” lirihnya yang terdengar samar-samar di telinga Raksa. Bima mengurungkan niatnya yang ingin membuka pintu, beralih menghampiri Raksa yang berjalan menuju ke arahnya.
“Tiba-tiba banget dateng nggak ngasih kabar. Ada apa?” tanya Bima yang kini sudah berdiri di depan Raksa.
“Ada waktu luang? Ada yang ingin aku bicarakan denganmu,” ujar Raksa dengan wajah yang gelisah.
“Masih ada satu pasien lagi, setelah itu selesai. Apa kamu bisa nunggu?”
Raksa mengangguk. “Tak apa, aku bisa menunggu.”
“Baiklah, kalau begitu kita masuk ke ruanganku dulu. Kamu bisa nunggu disana.”
Bima berbalik, lalu membuka pintu ruangannya. Mempersilahkan Raksa untuk masuk. “Tunggu disini, lakukan apa yang ingin kamu lakukan. Lagian juga udah sering, ruangan ini sudah seperti ruangan bersama. Aku akan minta Ardhan buat datang kemari untuk nemenin kamu.”
Raksa hanya mengangguk, pikirannya terasa sangat penuh. Ia tidak bisa berpikir dengan jernih saat ini. Karena itu ia datang kemari.
“Terserah, sekarang lebih baik selesaikan pekerjaanmu. Karena sekarang aku butuh saran dari kalian nantinya.”
“Oke, tunggu aja. Sebentar lagi Ardhan pasti akan datang. Kalau gitu aku lanjut kerja dulu.”
Raksa mengangguk patuh. “Pergilah. Sebelum aku memberitahu kalian, aku juga membutuhkan waktu.”
"Baiklah." Bima lalu meninggalkan Raksa sendiri di ruangan kerjanya.
“Cerai? Setelah sekian lama akhirnya kamu mengucapkan kata itu.” Raksa duduk bersandar di kursi milik Bima. Matanya terpejam, berusaha membuang satu kata yang terus berputar di kepalanya.
Hal yang ditakutkan oleh Raksa akhirnya terjadi, yang dimana Anin meminta bercerai dengannya. Hanya beribu maaf yang hanya bisa Raksa katakan dalam hatinya.
“Aku tidak pernah menyesali insiden malam itu, hanya saja aku tidak bisa jujur. Aku selalu menghindar agar tidak terjadi komunikasi yang panjang, apalagi sampai intens.” Raksa menghela nafasnya yang begitu berat.
Semua yang terjadi pada pernikahannya dengan Anin bukanlah tanpa alasan. Dan alasan itu yang membuat Raksa terus diam jika berhadapan dengan semua pertanyaan Anin.
“Sekarang, bagaimana aku harus menghadapinya? Anin pasti akan terus memintaku untuk menceraikannya.” Raksa memijat keningnya, kepalanya terasa begitu berat memikirkan apa yang akan terjadi nantinya.
* * *
“Raksa, sebenarnya apa yang kamu rencanakan? Sudah lima tahun aku bersabar, tapi sikapmu masih tidak berubah sama sekali. Kamu selalu diam, seolah tidak peduli dengan semua yang aku katakan. Hubungan ini sudah tidak bisa diharapkan.” Anin menyeka air matanya.
“Aku menginginkan hubungan yang bisa diajak komunikasi, bukan seperti ini.” Anin berdiri menatap sebuah foto yang berukuran besar, yang dimana terdapat foto pernikahannya dengan Raksa.
Dalam foto itu, mereka terlihat sangat sederhana. Bahkan tidak terlihat seperti foto pernikahan, melainkan foto biasa yang dimana laki-laki dan perempuan foto bersama. Tidak lebih dari itu, tidak ada riasan, gaun pengantin. Hanya baju yang sangat sederhana.
“Jika malam itu tidak terjadi, kita tidak akan pernah saling mengenal satu sama lain. Dan mungkin, kehidupan lima tahun ini tidak akan pernah ada.” Tangan Anin menyentuh foto yang ada di hadapannya.
Anin menghela nafasnya, berharap semua penderitaan hatinya akan segera berakhir setelah bercerai dengan Raksa.
“Aku harap dia mau menceraikanku. Malam itu adalah malam yang membuatku berada dalam hubungan yang tidak seharusnya.”
Lima tahun lalu...
Malam-malam, Anin berjalan santai menyusuri jalan yang ada di komplek rumahnya.
Rumah peninggalan orang tuanya, yang saat ini ditinggali oleh Anin sendiri, dan merawat rumah peninggalan orang tuanya.
Dengan kantong plastik yang dibawanya. Anin baru saja pulang dari minimarket membeli keperluan rumahnya.
Saat di jalan yang sepi, tidak jauh dari gang yang masuk ke rumahnya. Anin mendengar suara rintihan dari seseorang. Samar-samar terdengar suara seseorang minta tolong.
Meskipun dalam hatinya merasa takut, Anin tetap mencari sumber suaranya. Selangkah demi langkah, Anin berjalan menuju ke sebuah pohon besar.
Tidak ada cahaya lampu, yang ada hanyalah sinar rembulan. Pandangan Anin terbatas karena kurangnya pencahayaan.
“Suaranya semakin jelas, ini suara seseorang meminta tolong,” lirih Anin yang menajamkan indra pendengarannya.
“Tolong…” Anin menutup mulutnya agar tidak berteriak melihat seseorang yang tergeletak dengan penuh luka.
“Tuan! Apa tuan baik-baik aja?” Anin berjongkok di depan laki-laki yang duduk bersandar seraya merintih kesakitan.
“Tolong… bawa saya pergi dari tempat ini,” lirihnya.
Anin benar-benar bingung harus berbuat apa. Ia tidak mengenalnya, tapi ia juga tidak mungkin meninggalkannya dalam kondisi seperti ini.
“Bawa saya pergi, atau mereka akan menemukan saya disini,” lirihnya.
“Siapa—” orang itu langsung membungkam mulut Anin.
“Cepat cari orang itu!!! Dia pasti tidak jauh dari sini,” titah seseorang yang berpakaian serba hitam.
suamiku jg ada tapi ga nular tapi juga ga sembun sampe sekarang aneh segala obat udah hasil ya sama ,