NovelToon NovelToon
12th Layers

12th Layers

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Fantasi / Sci-Fi / Misteri
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: GrayDarkness

Maelon Herlambang - Pria, 16 Tahun.

Dibesarkan di lapisan pertama, panti asuhan Gema Harapan, kota Teralis. Di sekeliling kota ditutupi banyak tembok besar untuk mencegah monster. Maelon dikhianati oleh teman yang dia lindungi, Alaya. Sekarang dia dibuang dari kota itu dan menjadi umpan monster, Apakah Maelon bisa bertahan hidup didunia yang brutal dan tidak mengenal ampun ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13: Misi

Maelon tak langsung menjawab. Tangannya mengendur, tapi pikirannya justru menegang lebih dalam. Ada sesuatu yang tidak beres di sini—terlalu tenang, terlalu tertata... untuk pertemuan yang seharusnya tidak direncanakan.

“Aku tidak tertarik pada tawaran yang datang dari bayangan,” ucapnya, suaranya tenang, namun matanya tajam seperti bilah baja. “Siapa kalian sebenarnya?”

Pria bertopeng itu tak segera menjawab. Ia hanya menatap Maelon, seolah sedang mempertimbangkan apakah bocah di hadapannya pantas diberi kebenaran—atau setidaknya, secuil dari kebohongan yang telah dibentuk jadi kebenaran selama bertahun-tahun.

“Kau ingin tahu nama kami?” Pria itu tertawa kecil, nadanya seperti suara kaca yang digoreskan ke dinding logam. “Dulu, mereka menyebut kami Ordo Nirakarna. Kami adalah mereka yang dilepaskan... atau membebaskan diri.”

Maelon mengerutkan dahi. “Itu bukan jawaban. Kalian pengguna Doctrina? Mantan tentara? Pengembara yang kehilangan akal?”

“Woah, woah... tenang, Nak,” jawab pria itu, menepuk udara di depannya dengan gerakan menenangkan yang terlalu dibuat-buat untuk terlihat tulus. “Keingintahuan bisa membunuhmu lebih cepat daripada kekuatan yang kau peluk. Percayalah, kami tahu.”

Hening sejenak. Angin dingin menyusup di antara reruntuhan, membawa bau darah lama dan logam terbakar.

Maelon menggenggam tombaknya lebih erat. “Kau tak bisa datang dari kegelapan, menyebut namaku, lalu menawari pilihan tanpa menjelaskan siapa kalian.”

Pria itu mengangkat satu jari, seolah mendidik anak kecil.

“Dan justru karena itu kami memberimu... misi.”

Ia menyelipkan tangan ke balik jubahnya, lalu menarik sebuah benda kecil—sebuah kapsul logam berukir, dingin dan berdenyut seperti jantung mekanik. Ia melemparkannya ke tanah di depan Maelon.

“Buka itu di tempat yang ditandai dalam peta ini.” Satu gulungan kain dilempar menyusul, lusuh dan tua, tapi simbol di atasnya menyala samar dalam pola seperti retakan pada cangkang telur. “Ada sesuatu yang harus kau lihat. Sesuatu yang tidak dicatat oleh sejarah, dan tidak diakui oleh para Penjaga Lapisan.”

Maelon tidak segera mengambilnya.

“Dan jika aku menolak?”

Pria itu tersenyum di balik topengnya. “Kau takkan sempat menolak. Kekuatan Aetheron tak bisa disimpan tanpa bergerak. Ia haus. Jika tidak diberi arah... ia akan membakar dirimu dari dalam.”

Para sosok bertopeng mulai mundur, bayangan mereka melarut ke reruntuhan seolah malam menelan mereka kembali.

“Satu minggu, Maelon. Setelah itu... jalurmu akan dipilih oleh kekuatan, bukan olehmu.”

Namun belum sempat Maelon mengucap satu kalimat pun, sesuatu terjadi.

Bayangan di belakang para pria bertopeng itu mulai bergerak sendiri—memanjang, menyebar ke arah mereka, dan menyelimuti tubuh mereka satu per satu seperti kabut yang sadar akan tujuan. Maelon memicingkan mata. Itu bukan bayangan biasa. Ia hidup, menggeliat seperti arus hitam yang basah dan berat. Saat menyentuh kulit jubah mereka, tubuh-tubuh itu mulai larut ke dalamnya, bukan menghilang, tapi diambil. Seolah realitas membuka mulutnya dan menelan mereka perlahan-lahan.

Salah satu dari mereka, yang tertinggal paling akhir, menoleh sesaat sebelum bayangan merayap ke wajahnya. “Jangan percaya apa pun yang mereka katakan di atas,” katanya lirih, nyaris seperti rahasia yang bocor dari dinding yang terlalu tua. “Mereka tidak lebih suci dari kami—hanya lebih mahir menyembunyikan luka.”

Dan dengan itu, tubuhnya ditelan sepenuhnya. Yang tersisa hanyalah bau ozon terbakar dan bekas jejak kaki yang menghitam di batu.

Maelon berdiri diam cukup lama, menatap tempat mereka lenyap. Ia merasa seolah udara di sekitarnya menjadi lebih berat, dan dunia menjadi sedikit lebih tua. Kepalanya penuh tanda tanya. Siapa mereka sebenarnya? Apa itu Ordo Nirakarna? Kenapa mereka tahu namanya—dan lebih dari itu, mengapa mereka tahu soal Aetheron?

Ia memungut kapsul logam yang tertinggal. Denyutnya masih terasa hangat di tangannya, seperti jantung dari sesuatu yang belum sepenuhnya mati.

Maelon mendesah, memandangi langit yang mulai menghitam—entah karena senja atau sesuatu yang lain. “Sial,” gumamnya. “Apa yang baru saja aku masuki?”

Ia tahu ia tidak mempercayai mereka. Tapi ia juga tahu... ia tidak bisa mengabaikan mereka.

Setiap pengguna Doctrina tahu: kekuatan tidak pernah datang tanpa arah. Jika tidak diberi tujuan, ia akan membentuk jalannya sendiri—dan jalur yang dibentuk kekuatan selalu berujung pada kehancuran.

Dan dengan begitu, Maelon memutuskan: ia akan melakukan misi itu. Bukan karena percaya. Tapi karena ia harus tahu... apa yang telah ia bangkitkan dalam dirinya.

Dan siapa yang sedang mengamatinya dari lapisan-lapisan yang lebih tinggi.

Maelon berdiri lama di tempat pria bertopeng itu menghilang. Udara masih hangat oleh sisa aura mereka—misterius, berat, seperti abu dupa yang tidak kunjung padam. Tak ada jejak langkah. Tak ada suara langkah menjauh. Hanya keheningan yang aneh... seperti mereka tidak pernah ada di sini. Seperti kenyataan mereka sendiri telah ditarik keluar dari waktu. Maelon menatap tanah, memastikan. Tapi yang tersisa hanyalah retakan samar, seolah ruang itu sendiri telah dilipat paksa dan ditinggalkan terbuka sejenak, sebelum ditutup kembali.

Ia tidak paham bagaimana mereka pergi. Tapi bagian terdalam dari dirinya merasakan satu hal: ini bukan jenis kekuatan yang manusia biasa pahami. Bukan teleportasi, bukan penghilang bentuk. Sesuatu yang lebih... primal. Sesuatu yang tidak meninggalkan suara, namun menciptakan kehampaan di tempat mereka menghilang.

Dan di tengah kehampaan itu, Maelon sadar. Ia sendirian lagi.

Ia menatap kapsul logam kecil di tangannya—dingin, halus, namun terasa tua, seperti menyimpan waktu yang bukan milik dunia ini. Ia membuka penutupnya perlahan. Di dalamnya, terlipat selembar kain berwarna hitam kebiruan, seperti potongan langit malam tanpa bintang. Ujung kain itu menampilkan simbol yang samar—tiga lingkaran tumpang tindih, disusupi garis lurus di tengahnya. Simbol itu tampak sederhana, tapi Maelon merasakan tekanan aneh di dadanya saat menatapnya. Seperti melihat mata yang memandang balik dari kedalaman air.

Di balik kain itu, terukir kata-kata yang tajam namun tanpa amarah:

“Temukan reruntuhan pabrik besi tua di bawah Lapisan Kedua. Dalam darah dan logam, sesuatu telah bangkit.”

Maelon tidak tahu harus menafsirkan itu sebagai perintah, peringatan, atau tantangan. Tapi ia tahu satu hal: Ordo Nirakarna tidak memberi pilihan. Mereka memberi kesempatan.

Dan ia telah mengambilnya.

Ia menyimpan kain itu dengan hati-hati, lalu berdiri. Malam mulai turun, dan di tengah reruntuhan itu, hanya ada dirinya, kekuatan yang belum dipahami sepenuhnya, dan jalan panjang menuju Lapisan Kedua. Sebelum melangkah, ia menatap ke arah langit yang tidak bisa dilihat dari balik lapisan batu di atasnya. Ia pernah membayangkan Lapisan Atas sebagai tempat kemewahan, harapan, bahkan surga. Tapi kini ia bertanya-tanya... apakah mereka benar-benar berisi manusia?

Atau sesuatu yang sudah bukan manusia lagi?

Ia tidak tahu jawabannya. Tapi langkahnya mulai bergerak. Perlahan. Berat. Tapi pasti.

Seperti kekuatan yang kini tumbuh di dalam dirinya—tidak tergesa, tapi tak bisa dihentikan.

1
Aisyah Christine
pasti susah utk memahaminya. bagaimana maelon bisa bersatu dan berkomunikasi dgn kekuatan baru
Aisyah Christine
ini kulivator moden thor😂
Aisyah Christine
perjuangan yang belum tuntas.. smoga bisa bekerjasama dgn tubuh yang baru.
Aisyah Christine
entah ini 1 keberkahan atau kutukkn tapi yg jelas maelon semakin kuat
Aisyah Christine
apa kayak parasit? tubuhnya udh pindah ke ank remaja itu?
angin kelana
survival..
angin kelana
pertama baca coba lanjut..
GrayDarkness: terima kasih banyak, semoga suka.
total 1 replies
Aisyah Christine
terus bertahan untuk hidup
Aisyah Christine
tanda dr makhluk aneh itu
Aisyah Christine
lebih baik mencoba sesuatu dr mati sia²😂
Aisyah Christine
cerita yang menarik. lanjut thor
GrayDarkness: terima kasih, do'ain aja biar bisa dieksekusi dengan baik. kalo ada kesalahan bilang aja biar nanti langsung diperbaiki.
total 1 replies
GrayDarkness
terima kasih sarannya akan diperbaiki secepatnya
azizan zizan
kekuatan ini datang bukannya dengan paksaan.. di ulang2 terus..
GrayDarkness: done, sedang direview terima kasih. kalo ada yang lain bilang aja, biar langsung diperbaiki.
total 1 replies
GrayDarkness
Betul, puitis.
Aisyah Christine: gaya bahasa nya lebih pada malay. maka aku faham😂
total 1 replies
azizan zizan
ini novel peribahasa kah apa ini.. alurnya berbelit-belit..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!