Putri CEO Tersembunyi

Quinn menyembunyikan tubuhnya di belakang Tiffany. Gadis kecil itu bukan takut. Tapi ia juga kesal lantaran Dante selalu memaksa Tiffany. Quinn pun sangat paham apabila laki-laki di depannya itu seorang yang sudah menorehkan luka di hati Tiffany.

"Sebenarnya untuk apa sih pengecut ini datang? Apakah dia benar-benar ingin mengakuiku sebagai putrinya? Sungguh menjijikkan apabila aku memiliki orang tua seperti dirinya. Karena dia sangat pengecut. Kemarin aku mendengar bahwa laki-laki itu sudah memiliki istri baru. Lalu mengapa dia masih ingin kembali dengan Mommyku?" Quinn membatin penuh kemarahan. Namun Quinn juga tak mampu berbuat apapun.

"Tiffany, aku yakin kita bisa memulainya dari awal. Aku akan menerima anakmu dengan lapang dada. Tidak perlu melakukan tes DNA atau apapun untuk membuktikan bahwa dia Anakku atau bukan. Asal kita bisa bersama lagi aku tidak akan mempermasalahkan apapun!" Dante berbicara tanpa beban.

Laki-laki itu mengabaikan rasa sakit hati di dalam hati Tiffany. Suasana mendadak tegang. Tiffany tak juga langsung menjawab pernyataan dari Dante. Wanita itu masih tetap diam seolah tidak ingin menanggapi apapun pernyataan yang dilontarkan oleh Dante.

"Tiffany, kenapa kau diam saja?" tanya mantan suami Tiffany itu.

Sebagai seorang mantan seharusnya dan tidak membuat kerusuhan pada kehidupan Tiffany yang nyaman. Dante merupakan masa lalu Tiffany. Ia tidak seharusnya kembali pada Tiffany.

Tak lama kemudian Tiffany tertawa. Wanita itu merasa bahwa Dante cukup lucu lantaran tanpa tahu malu dia mengajak Tiffany untuk menjalin hubungan kembali. Sedangkan saat ini Dante sudah memiliki istri baru.

"Apa kau bilang? Kau mengatakan bahwa kita bisa bersama lagi. Lalu bagaimana dengan istrimu? Bukankah dia wanita yang sudah dipilih oleh keluargamu dan pengganti diriku. Seharusnya kau tidak melakukan ini. Apa kau tidak sadar bahwa kau telah menjatuhkan harga dirimu di depanku?" Tiffany memandang Dante dengan remeh.

Wanita itu menarik sudut bibirnya. Ia benar-benar kesal karena Dante terlalu meremehkan sebuah hubungan yang sudah terjalin. Tiffany merasa bahwa Dante bukanlah laki-laki yang tepat. Untuk itulah mengapa Tiffany membulatkan tekad untuk tidak terkena bujuk rayu oleh Dante si laki-laki perayu itu.

"Bukankah kalau seharusnya anda sudah memiliki seorang istri, tidak seharusnya Anda merayu Mommy saya untuk menjadi wanita kedua Anda tuan. Sekalipun anda memiliki banyak uang hal itu tidak akan mampu untuk membeli harga diri Mommyku. Pergilah dari kehidupan mommy. Anda tidak seharusnya mengganggu hidup Mommyku yang nyaman." Quinn angkat bicara.

Gadis kecil itu seolah tidak terima karena Dante sudah mengusik Tiffany. Tatapan mata Quinn sangat tajam. Sedikit membuat Dante kagum kepada putri Tiffany itu. Bahkan, Quinn sama sekali tidak terusik dengan tatapan penuh intimidasi yang diberikan oleh Dante.

"Adik manis, kau tidak seharusnya berbicara seperti itu. Aku dan ibumu pernah bersama. Kemungkinan kau juga putriku itu sangat besar. Kenapa kau malah memusuhiku? Padahal bisa saja kau merupakan putriku." Dante mulai merayu Quinn.

Meski begitu Quinn masih tetap berdiri tegak di tempatnya. Gadis kecil itu seolah tidak tertarik dengan kata-kata Dante. Bahkan Quinn sama sekali tidak tersenyum. Mimik wajah bocah kecil itu menampakkan ekspresi tidak suka pada Dante.

"Hebat sekali bocah ini. Dia bahkan tidak takut dengan mata tajam yang kuberikan. Mungkinkah dia memang anak laki-laki itu? Tapi jelas Tiffany tidak mungkin menjalin hubungan dengan laki-laki kaya itu terlebih sikap mereka berdua kemarin terasa sangat Canggung. Apakah aku harus mencari tahu semuanya?" Dante bertanya dalam hati. Laki-laki itu sangat gelisah karena Quinn tidak bergerak sedikitpun.

"Jelas itu tidak mungkin. Dia bukan putrimu. jangan terlalu bermimpi Dante. Apakah kau tidak takut jika Karma menghampirimu?" Tiffany kembali mengambil alih keadaan.

Wanita itu tidak akan pernah ikhlas apabila Dante berhasil merayu Quinn. Meskipun Tiffany tidak tahu siapa Ayah biologis dari Quinn, setidaknya Tiffany tidak akan pernah membiarkan Quinn jatuh ke tangan Dante. Tiga orang itu seperti tidak ada yang ingin mengakhiri perdebatan sengit itu.

"Kau seharusnya tidak egois, Tiffany. Lihat putrimu. Aku yakin dia pasti merindukan sosok seorang ayah yang akan membuatnya bahagia. Tentu saja seorang Ayah juga yang akan memberikan kehidupan layak bagi putrimu itu. Aku pikir Tidak ada salahnya apabila kita kembali bersama. Aku sudah menikah. Jadi halal bagi kita untuk kembali lagi. Tenang saja aku tidak akan menjadikanmu sebagai istri kedua. Akan tetapi aku akan menceraikan istriku saat ini. Aku bisa menjamin hal itu asalkan kau bisa kembali padaku." Dengan tidak tahu malunya Dante mengatakan bahwa dirinya bisa dengan mudah menceraikan istrinya.

Tiffany yang sudah dipenuhi oleh amarah itu pun langsung melayangkan tangannya untuk mendarat di Pipi Dante. Tentu saja siapapun akan terkejut dengan apa yang saat ini terjadi terlebih kejadian itu berada di tempat umum.

Tiffany tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Wanita itu juga tidak peduli Apabila ada orang yang merekam tindakannya itu. Sebab Tiffany merasa bahwa ia benar-benar. Seorang laki-laki bisa dengan mudah mengobral janji untuk menikah dengan wanita lain dan menceraikan istrinya seenak jidatnya.

"Apa kau tidak punya rasa malu? Bisa-bisanya kau mengajakku untuk menikah dan dengan mudahnya kau menceraikan istrimu! Apakah menurutmu kau sudah hebat? Nisa mempermainkan banyak wanita begitu? Dengar, kalaupun kau Memiliki segalanya aku tidak peduli. Bahkan jika kau menawarkan seluruh dunia kepadaku Aku juga tidak Sudi untuk bersamamu lagi. Lebih baik kau pergi dari sini." Tiffany mengusir Dante agar segera meninggalkan tempat itu.

Akan tetapi justru karena Tiffany mengusir Dante laki-laki itu semakin tidak terima sebab Ia merasa harga dirinya sudah diinjak-injak oleh Tiffany. Sebagai seseorang yang sudah dibesarkan oleh keluarga yang selalu meninggikan derajatnya membuat Dante tersulit amarah.

Padahal kenyataannya Dante memang sudah memiliki istri. tidak tanggung-tanggung, istri Dante merupakan putri dari konglomerat terkaya keempat di kota itu. Dante menatap Tiffany dengan tajam. Laki-laki itu mengepalkan kedua tangannya dengan erat.

"Kau…" Dante ingin sekali meluapkan amarahnya.

Namun, Dante juga tidak tega apabila melihat Tiffany hendak menangis. Sejujurnya Dante masih sangat mencintai wanita itu. Hanya saja, Dante tidak bisa melawan restu dari orangtuanya.

"Dante!" Sebuah teriakan menyentak tiga orang itu dari lamunannya.

Semua orang pun menoleh ke arah sumber suara. Yakni seorang wanita berdiri dengan begitu anggun. Wanita itu dengan perlahan berjalan menuju ke arah Dante dan Tiffany berdiri.

"Sera? Bagaimana kau tahu aku ada di sini?" tanya Dante.

Plak!

Tiba-tiba saja wanita yang diketahui bernama Sera itu menampar pipi Tiffany. Kedua mata Tiffany melebar tatkala ia terkejut dengan aksi wanita tidak dikenal itu.

"Dasar Pelakor! Kenapa kau menggoda suamiku?"