Impian setiap wanita adalah menikah dengan pria yang mencintai dan dicintainya. Namun takdir berkata lain untuk Azura, gadis cantik yang terpaksa menikah dengan pria pengidap gangguan jiwa demi kepentingan keluarga tirinya.
Meski sang ayah masih hidup, hidup Azura sepenuhnya digenggam oleh ibu tiri yang licik dan kejam. Akankah Azura mampu bertahan dalam pernikahan yang tak diinginkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep. 20 - Satu kamar
Malam mulai larut, udara dingin dari pegunungan menyusup melalui celah-celah jendela sehingga membuat Azura sedikit menggigil.
Di kamar yang remang itu, Azura berbaring sambil memeluk selimut, namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit.
Tiba-tiba, perkataan Pak Adrian kembali terngiang-ngiang di telinganya.
"Jika kau bisa melahirkan cucu untukku, aku akan jamin hidupmu, bagaimanapun keadaan Rangga."
Azura menggelengkan kepalanya lalu menekan perutnya yang terasa mual, bukan karena sakit melainkan karena tekanan dan kenyataan yang terus menggerogoti hatinya.
“Apa mungkin? Bagaimana bisa? Rangga bahkan tidak mengenalku sebagai istrinya… Apa aku tega? Dan apa aku siap??.”
Azura menoleh ke arah jendela dan memandangi langit yang gelap yang tidak ada satupun bintang malam ini. Langit itu hitam pekat dan sunyi yang membuat semuanya terasa semakin berat.
“Apa semua ini memang jalan hidupku? Hidup bersama pria yang tak waras… dan harus melahirkan anak darinya?.”
Tek Tek Tek!!
Suara detak jam terdengar semakin nyaring di keheningan kamar. Waktu pun seakan bergerak lambat, sementara hatinya dipenuhi pertanyaan yang belum memiliki jawaban.
Azura pun bangkit dan duduk di tepi ranjang, lalu menyentuh dahinya yang masih meninggalkan bekas luka. Ia menatap bayangannya sendiri di cermin yang redup lalu berkata, “Tapi… kalau aku bisa memberinya ketenangan… kalau aku bisa jadi cahaya kecil dalam hidup Rangga… apa itu salah?.”
Kini, Azura menunduk sambil menyeka matanya yang mulai berair. “Aku tidak tahu bagaimana… tapi aku ingin mencoba. Bukan demi Pak Adrian… tapi mungkin… demi diriku sendiri. Demi Rangga juga.”
Pikiran itu pun tumbuh perlahan dalam hati Azura dan membentuk secercah tekad. Tekad untuk tidak lagi melihat semua ini sebagai hukuman… melainkan jalan yang bisa ia pilih untuk ditempuh dengan keberanian.
Setelah beberapa saat, Azura pun kembali berbaring, dan meski gelisah itu belum sepenuhnya pergi, setidaknya ia tahu bahwa dirinya tidak akan lari. Tapi ia akan berusaha menghadapi semuanya.
**
Malam telah berlalu dan pagi pun tiba. Selesai menyantap sarapannya, Azura pun meletakkan sendoknya di atas piring yang sudah kosong.
Lalu ia menoleh ke arah salah satu asisten yang berdiri tak jauh darinya. “Bu Sari, tolong siapkan beberapa orang untuk membantuku memindahkan barang dari kamarku ke kamar Tuan Rangga.”
Bu Sari yang mendengar perintah itu pun tampak terkejut.
“Nona… maksudnya, ke kamar Tuan Rangga?,” tanyanya ragu.
“Ya. Mulai hari ini aku akan tinggal di sana. Aku tahu risikonya, tapi aku sudah memikirkannya matang-matang," jawab Azura.
Para asisten yang lain pun saling pandang. Mereka merasa khawatir, tapi juga merasa kagum. Mereka tahu keberanian Azura bukan main. Luka-luka di tubuhnya pun masih belum hilang sepenuhnya, tapi hatinya sudah bulat membuat keputusan besar.
“Baik, Nona. Kami akan segera membantu.”
Tak butuh waktu lama, beberapa asisten mulai masuk ke kamar Azura, mengambil koper, perlengkapan pribadi, dan semua kebutuhan Azura.
Sementara itu, kamar Rangga yang biasanya tertutup dan sunyi hari ini terasa berbeda dengan ramainya orang yang berlalu lalang membenahi barang.
“Rasanya aneh ya, kamar ini akan ditempati oleh seorang wanita.”
“Bukan sembarang wanita. Nona Azura itu pemberani. Aku tidak akan sanggup kalau berada di posisinya.”
Begitulah beberapa bisikan dari para asisten.
Beberapa menit kemudian, seluruh barang-barang Azura telah tersusun rapi di kamar Rangga.
Nuansa lembut pun mulai terasa. Selimut baru berwarna biru muda menggantikan selimut gelap milik Rangga. Tidak hanya itu, sebuah lilin aroma terapi juga diletakkan di nakas sehingga membuat ruangan itu menjadi lebih tenang.
Dan, ruangan itu telah berubah pelan-pelan menjadi ruang kehidupan.
Azura kini berdiri di tengah ruangan sambil menatap sekelilingnya. Ada perasaan yang bercampur dalam hatinya antara takut, gugup, dan tekad yang kuat.
“Apapun yang terjadi… aku akan tetap di sini. Mungkin aku bisa jadi cahaya kecil di ruangan kelam ini.”
Tiba-tiba...
Suasana tenang itu tiba-tiba buyar saat langkah kaki berat terdengar dari koridor yang sukses membuat semua asisten berhenti bergerak.
“Itu… Tuan Rangga…” kata salah satu asisten.
Dan benar, sesosok tubuh tinggi muncul di balik pintu yang tak lain adalah Rangga. Ia menatap seisi kamarnya yang kini tampak berbeda.
Tatapannya tajam, namun kosong. Ia melihat para asisten, lalu tatapannya jatuh pada Azura. Dia tidak bertanya atau bersuara, tapi sorot matanya seolah bertanya, "Ada apa ini?."
Seakan mengerti isi hati Rangga, Azura pun berjalan mendekati Rangga dan berkata, “Mulai hari ini… aku akan tinggal di kamar ini. Aku istrimu, Rangga. Dan ini rumahku juga.”
Rangga menatap Azura cukup lama dengan kerutan samar di keningnya. Ia terlihat bingung, namun tidak marah. Lalu tanpa berkata sepatah kata pun, ia berjalan melewati Azura dan seolah berusaha mencari sesuatu.
Para asisten pun melirik Azura dan menunggu aba-aba. Mereka mengkhawatirkan sesuatu, tapi kekhawatiran itu lebih terasa saat Azura berkata, “Kalian boleh keluar. Biar aku yang membereskan sisanya.”
Meski merasa ragu, akhirnya Bu Sari dan yang lainnya mengangguk, lalu keluar dengan hati-hati.
"Bagaimana ini? Bagaimana kalau terjadi sesuatu?."
"Bagaimana kalau Tuan Rangga mencelakai Nona Azura lagi?."
"Kita harus tetap waspada dan berjaga-jaga."
Tinggallah kini Azura dan Rangga dalam satu ruangan yang sunyi. Meski belum ada sapaan dari Rangga, namun tidak ada kekerasan juga. Itu sudah cukup bagi Azura untuk mengambil napas lega.
Kemudian, Azura duduk perlahan di sisi tempat tidur, lalu berkata dengan lembut. “Hari ini… awal baru untukku. Dan semoga juga untukmu.”
BERSAMBUNG...
~ Horee... Udah 20 episode nih kak... Tapi Othor sedih karena belum ada satupun yang kasih rating bintang 🤭😁😁 Semoga kakak semua berkenan ya... Terima kasih dukungannya 🤗🙏 ~
tambah lagi doooooooong