NovelToon NovelToon
Oh My God, Aku Punya Harem

Oh My God, Aku Punya Harem

Status: sedang berlangsung
Genre:Zombie / Sistem
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: samsuryati

lili ada gadis lugu yang Bahkan tidak pernah punya pacar. tapi bagaimana Ketika tiba di hari kiamat dia mendapatkan sebuah sistem yang membuatnya gila.

bukan sistem untuk mengumpulkan bahan atau sebuah ruang angkasa tapi sistem untuk mengumpulkan para pria.

ajaibnya setiap kali ke pria yang bergabung, apa yang di makan atau menghancurkan sesuatu, barang itu akan langsung dilipatgandakan di dalam ruangan khusus.

Lily sang gadis lugu tiba-tiba menjadi sosok yang penting disebut tempat perlindungan.

tapi pertanyaannya Apakah lili sanggup.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon samsuryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14

Cahaya jingga fajar menembus celah-celah papan kayu yang menjadi dinding rumah tua itu. Udara pagi terasa dingin dan lembap, membuat napas keluar dalam uap tipis. Lili terbangun lebih dulu. Matanya sembap, rambutnya kusut, dan tubuhnya masih terasa berat. Ia duduk perlahan, menyadari bahwa malam telah berlalu—namun bayang-bayangnya masih tersisa.

Real sudah terjaga, duduk di sisi ruangan sambil memeriksa sepeda listrik yang telah ia isi dengan kemampuannya semalam. Ia menoleh cepat saat mendengar Lili bergerak, lalu kembali menatap sepeda dengan ekspresi datar. Tapi dalam hatinya, ada kekacauan yang tak kalah dari milik Lili.

“Selamat… pagi,” suara Lili pelan, hampir seperti bisikan.

Real mengangguk, tanpa menoleh. “Pagi.”

Keheningan mengisi ruangan sejenak. Lili memberanikan diri untuk berdiri dan mulai membereskan barang-barangnya. Namun setiap gerakannya terasa kikuk, seperti tak tahu apa yang harus ia lakukan dengan tangan atau matanya.

dia sudah di gagal dalam menuntaskan misi yang diberikan oleh sistem tapi untung saja tidak ada denda yang diberikan. meski demikian dia masih merasakan kekecewaan yang amat sangat tentang hadiah yang terbuang sia-sia.

Hanya saja kesempatan masih terbuka lebar untuk Lili menjalin hubungan dengan Real.

Berpikir seperti itu memang bagus tapi pada kenyataannya apa yang dilakukan oleh Lili tadi malam adalah hal yang sangat memalukan. hal yang sebenarnya tidak pantas dilakukan oleh gadis muda seperti Lili.

“Aku… semalam itu, aku… maksudku, aku cuma…” Lili mencoba bicara, tapi kata-katanya tersangkut.

Real diam sebentar sebelum menjawab, suaranya tenang namun terdengar sedikit kaku, “Sudah. Lupakan saja. Tidak perlu dijelaskan.”

Lili menggigit bibir, lalu mengangguk cepat. “Ya… ya. Lupakan.”

Mereka berdua bergerak lebih cepat dari biasanya, seolah ingin segera meninggalkan tempat itu—dan semua kenangan yang ditinggalkan malam sebelumnya. Saat Real menaikkan ransel ke bahunya dan Lili menggenggam erat tasnya, keduanya saling melirik tapi segera mengalihkan pandangan.

Saat keluar dari rumah, langit mulai cerah sempurna, namun hati mereka tidak sepenuhnya terang. Mereka tahu harus fokus pada perjalanan ke pangkalan,tapi entah bagaimana, bayangan malam itu masih menggantung di antara langkah kaki mereka.

Dan tanpa disadari, diam-diam, mereka masing-masing bertanya-tanya… apakah semuanya benar-benar bisa dilupakan begitu saja?

Entahlah tapi yang jelas hidup masih terus berjalan.

Dengan ransel tergantung di punggung dan angin pagi menyapu wajah mereka, Lili duduk di belakang Real yang mengemudikan sepeda listrik itu tanpa banyak bicara. Kendaraan itu melaju cukup tenang di jalanan yang mulai dipenuhi retakan, dedaunan kering, dan jejak kehancuran.

Perjalanan mereka, meski sunyi, cukup aman. Sesekali muncul zombie di kejauhan,terhuyung-huyung keluar dari reruntuhan atau semak-semak—namun sebelum makhluk itu sempat mendekat, Real sudah mengangkat satu tangan dan melepaskan percikan petir yang mematikan. Tidak ada waktu untuk berhenti. Tidak ada waktu untuk ragu.

Sepanjang hari mereka terus melaju, hanya memperlambat laju saat jalanan rusak terlalu parah atau saat harus berputar arah melewati reruntuhan. Di malam hari, mereka memilih rumah-rumah kosong yang masih cukup kokoh untuk bermalam. Real selalu memeriksa tiap ruangan sebelum mengizinkan Lili masuk, sedangkan Lili diam-diam mencatat semua tindakannya,menambah satu lagi alasan kenapa dia terus memikirkan pria ini.

Di malam hari mereka tidur berseberangan, berjaga secara bergiliran. Tidak ada pembicaraan panjang. Hanya suara api kecil dan kadang, bunyi perut Lili yang lapar. Tapi tidak pernah ada pembicaraan tentang kejadian malam pertama mereka. Keduanya tampak berusaha menjaga jarak, meski kadang tatapan mata mereka bertemu saat tak sengaja.

Hari kelima, saat matahari mulai turun dari puncaknya, Real memperlambat laju sepeda. Di kejauhan, di balik kabut tipis dan bukit rendah, sebuah struktur tinggi dari logam dan tembok beton tampak berdiri kokoh. Sebuah bendera kusam berkibar lemah di puncaknya.

Pangkalan.

“Lihat itu,” ucap Real pelan, suaranya nyaris terbawa angin. ada sebuah kebahagiaan dan juga kebanggaan di sana. tapi masih ada sececah kekhawatiran yang sangat kontras.

Real sudah menghilang beberapa hari dia sangat khawatir apa yang terjadi dengan para prajuritnya di pangkalan itu. sebelum dia keluar sebenarnya sudah ada terjadi kerenggangan di dalam petinggi di pangkalan.

awalnya pihak militer adalah kelompok yang sangat menentukan di sini. namun semakin banyak kemampuan yang hadir semakin pula mereka diremehkan.

kau tahu para prajurit tidak saja membawa diri mereka sendiri tapi juga membawa anggota keluarga yang membutuhkan biaya dan perumahan. sementara komoditas ini adalah komoditas panas di pangkalan.

jadi bisa dibayangkan apa pendapat para petinggi pangkalan ini terhadap mereka.

Mereka hanya memberikan real sedikit wajah .tapi apa jadinya jika real sendiri tidak ada dan diduga tewas di dalam pertempuran.

Kehidupan para prajuritnya mungkin akan sulit.

Di lain pihak Lili tidak memiliki pemikiran yang sama dengan Real.Lili mengangkat kepala dari punggung Real, matanya membulat perlahan. “Kita… sudah hampir sampai?”

Real mengangguk. “Hanya perlu menempuh satu lembah lagi dan kita akan sampai di pintu utama.”

Lili tidak menjawab. Ia hanya menunduk dan menggenggam lebih erat jaket Real. Setelah semua yang terjadi, ia merasa aneh. Seharusnya dia senang.tapi ada bagian di dalam dirinya yang tidak ingin perjalanan ini berakhir.

Sepeda listrik itu perlahan menuruni lembah, roda-rodanya mencicit lembut di atas kerikil. Di kejauhan, gerbang logam tinggi pangkalan berdiri kokoh, dijaga oleh menara pengawas dan pagar kawat berduri. Begitu Real dan Lili mendekat, terdengar suara teriakan dari atas menara.

“Kapten! Itu Kapten Real!”

Beberapa detik kemudian, gerbang terbuka dengan cepat dan sekelompok prajurit berseragam lengkap berlari keluar. Mereka semua tampak kelelahan namun ekspresi mereka langsung berubah penuh haru dan sukacita saat melihat pria di atas sepeda itu.

“Kapten!” teriak salah satu dari mereka, berlari dan menepuk bahu Real. “Kami pikir Anda… tidak akan kembali.”

Seorang prajurit muda berlutut, menangis sambil memegangi ujung celana Real. “Kami kehilangan sinyal Anda… Kami pikir Anda sudah gugur.”

Yang lain, seorang wanita dengan senapan besar, tersenyum bangga. “Saya tahu Kapten bukan orang yang bisa dikalahkan hanya oleh zombie! Ini dia… ini dia Kapten kita!”

Real tersenyum samar, mengangguk pada mereka satu per satu. Ia membiarkan mereka mengekspresikan kegembiraan mereka, meskipun wajahnya tetap tenang seperti biasa.

Namun, suasana mulai berubah ketika salah satu dari mereka menunjuk ke arah gadis yang berdiri canggung di belakang sepeda.

“Eh… Siapa dia?”

Real baru akan membuka mulut untuk menjawab, tapi Lili sudah melangkah maju lebih dulu, dengan senyum manis dan penuh percaya diri. Dia mengulurkan tangan ke prajurit yang bertanya.

“Halo. Namaku Lili,” katanya lantang. “Aku pasangan Kapten kalian.”

Seketika suasana hening. Mata semua prajurit membelalak. Beberapa bahkan saling pandang dengan ekspresi tak percaya.

“P-pasangan?” gumam salah satu prajurit, nyaris tersedak.

“Kapten kita… punya pasangan?” bisik yang lain.

“Kapten kita?” ucap seorang yang lebih tua, mencoba mengolah fakta itu. “Bukannya… dia selalu cuek sama perempuan?”

Namun sebelum ada yang bisa berkata lebih jauh, salah satu prajurit tertawa keras. “Syukurlah! Saya pikir Kapten tidak suka perempuan! Hahaha! Kalau begitu saya bisa tidur lebih tenang sekarang!”

Tawa itu disambut tawa lainnya. Dalam sekejap, ketegangan mencair.

“Selamat datang, Lili!” seru prajurit wanita tadi sambil menepuk bahu Lili.

“Kalau kau bisa menaklukkan hati Kapten Real, berarti kau bukan gadis biasa,” tambah yang lain.

Real menghela napas perlahan, menatap Lili yang masih tersenyum dengan dagu terangkat tinggi. Dia tidak bisa menahan desahan pendek dari dalam dadanya. “Dasar… gadis gila,” gumamnya pelan.

Tapi entah kenapa, senyumnya tidak sepenuhnya lenyap.

Lili menjejakkan kakinya di tanah keras depan gerbang pangkalan, matanya menyapu sekeliling dengan penuh rasa ingin tahu. Dinding tinggi dari logam yang berkarat, prajurit yang berjaga di setiap sudut, dan suara-suara radio yang terus berdengung… semua itu terasa seperti latar dalam sebuah novel survival favoritnya.

Dia melangkah lebih dekat ke salah satu prajurit yang berdiri tegak dan langsung bertanya, “Jadi, apa saja peraturan di pangkalan ini? Aku harus tahu, kan? Karena aku pasangan kapten kalian.”

Prajurit itu, seorang lelaki bertubuh kekar dengan luka lama di pelipisnya, sedikit terkejut dengan pertanyaan langsung itu. Tapi dia menjawab dengan nada hormat, “Sebelum masuk, semua orang,termasuk rekan kapten sekalipunharus melalui masa karantina selama dua belas jam. Itu prosedur standar untuk memastikan tidak ada yang terinfeksi atau terluka oleh zombie.”

Lili mengangguk santai, bahkan tersenyum tipis. “Oh, karantina dua belas jam? Aku sudah sering baca itu di novel. Biasanya sih, tokoh utama tertidur, lalu pas bangun udah pagi dan semua beres, ya kan?”

Prajurit itu menatapnya heran, namun tidak membalas. Lili tidak tampak gugup atau marah, bahkan tidak bertanya dengan nada takut seperti yang sering dilakukan para penyintas baru. Dia malah tampak bersemangat.

Sementara Lili melangkah santai menuju ruang karantina dengan Real di belakangnya, beberapa prajurit yang berdiri agak jauh mulai saling pandang.

“Apa dia baru bilang ‘aku sudah sering baca di novel’?” bisik salah satu dari mereka dengan alis terangkat.

Bisa mengingat tentang novel menjelaskan jika Lili sebelumnya adalah gadis rumahan. memikirkan itu semua orang kembali ragu.

“Iya, dan dia juga kelihatan santai banget,” balas yang lain. “Biasanya yang baru sampai sini itu langsung panik, nyaris nangis. Ini… beda banget.”

“Dia gadis biasa… tapi bukan gadis biasa,” celetuk salah seorang prajurit wanita sambil tersenyum kecil. “Sepertinya memang cocok untuk Kapten.”

“Kalau dia pasangan Kapten… dan bisa bertahan sejauh ini, mungkin dia bukan orang sembarangan,” gumam prajurit tua yang sedari tadi hanya mengamati. “Lagipula, tatapan matanya itu… bukan tatapan orang yang takut mati.”

Sementara komentar-komentar lirih itu berlanjut di belakangnya, Lili,yang tidak tahu apa-apa,terus berjalan ke ruang karantina dengan gaya percaya diri. Dia bahkan sempat menoleh ke Real dan bertanya sambil berkedip nakal, “Karantinanya satu ruangan bareng nggak nih?”

Real langsung mengalihkan pandangan dengan helaan napas yang dalam. “Kau benar-benar…”

“Cocok jadi pasanganmu?” potong Lili cepat.

"Ahh sekarang kita sudah ada di pangkalan dan apa nanti malam kita akan melakukannya, Hem?"

Bukan nya Lili nggak sabaran tapi dia si desak sistem terus menerus. misi kemarin sudah gagal dan misi baru dirilis meskipun itu masih misi yang sama namun dia sekarang optimis.

Real tidak menjawab.

Tapi ujung mulutnya sedikit terangkat, meskipun dia berusaha keras menahannya.

1
Afriatus Sadiyah
ceritaanya bagus..👍👍 autornya semangat...💪💪
samsuryati
ok
yanthi
niat hati tuh pingin Tek kumpulin banyak biar bisa maraton, tp keppo, JD g bisa
thor Doble up ya /Grin/
Rani Muthiawadi
kocak bgt
Rani Muthiawadi
cepet lili cari pasangan
Rani Muthiawadi
hhhhh
Rani Muthiawadi
,hadir
Rani Muthiawadi
ya woy
Rani Muthiawadi
ikut deg" an
Rahmat Rahmat
tegang
Rani Muthiawadi
tetap semangat thor
Rani Muthiawadi
semangat thor
yanthi
Tek tunggu Doble nya ya thor
samsuryati: oke tapi nggak sekarang ya say.
total 1 replies
yanthi
bisa jadi rekomendasi ini cerita
Dewiendahsetiowati
hadir thor
Dewiendahsetiowati: ok deh
samsuryati: makasih tetep dukung aku ya paling tidak komen terus dan beri ide berharga dalam novel ini ,yang kita bentuk bersama-sama.
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!