Aya tak pernah menyangka sebelumnya, sekalipun dalam mimpi. Jika kepindahannya ke kota kembang justru menyeretnya ke dalam kehidupan 'ibu merah jambu'.
Kejadian konyol malam itu, membawanya masuk ke dalam hubungan pernikahan bersama Ghifari yang merupakan seorang perwira muda di kepolisian. Suka duka, pengorbanan dan loyalitas menjadi ujian selanjutnya setelah sikap jutek Ghi yang menganggapnya pengganggu kecil.
Sanggupkah Aya melewati hari-hari yang penuh dedikasi, di usia muda?
~~~~~
"Kamu sendiri yang bilang kalau saya sudah mele cehkan kamu. Maka sebagai perwira, pantang bagi saya untuk menjadi pengecut. Kita akan menikah..."
- Al Ghifari Patiraja -
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5# Petaka Batarakala
Malam pertama tidur di kamar baru, membuat Aya harus menyesuaikan diri lagi, bahkan ia sudah mengganti posisinya berulang kali agar menemukan posisi ternyaman. Udah digebukin, udah dilompatin, udah pula ia benturkan dengan kepalanya tapi tetap saja bantal berisi bulu angsa itu tak serta merta bisa senyaman bantal di kamarnya.
Mendadak berasa tidur di atas gedebong pisang, ck ck!
Padahal Aya terbilang anak yang doyan tidur. Tapi malam ini rasanya ia begitu sulit untuk terlelap.
Aya berbaring menyamping, menatap kekosongan malam dari temaramnya penerangan kamar, sesekali ia melihat jam digital dari layar ponsel, yang waktunya terasa lama bergulir baginya.
Otaknya itu memikirkan segala perkara, tentang sekolah baru, teman-teman, kehidupannya nanti dan semua itu mengisi setiap kekosongan di otaknya tanpa menyisakan sedikit pun untuk hening.
"Aduhhh! Ayok dong Aya, tidur dong!" kesalnya menggeleng dan berdecak frustasi kembali mengganti posisi.
Hingga akhirnya sekitar pukul 2 dini hari, ia baru benar-benar tertidur. Bahkan saking pulasnya, suara deru mesin motor yang memasuki carport rumah tak terdengar olehnya.
Langkah lelah membawa Ghi memasuki kamar gelapnya, ia mengusap tengkuknya yang capek, lalu menjatuhkan badannya begitu saja di kasur.
"Astagfirullah," gumamnya lirih, menumpahkan seluruh rasa lelahnya. Dalam sepi ia memejamkan mata barang sejenak, masih membayangkan tugas barusan.
Meski sudah terbiasa, nyatanya lengan Ghi masih terasa pegal akibat memangku senjata laras panjang terlalu lama seraya berjalan mengendap bersama beberapa personel brigade mobile, mengepung, menyergap dan melumpuhkan kegiatan produksi rumah produsen narkotika di salah satu perumahan di kota kembang.
Perut yang keroncongan memaksa Ghi untuk segera bangkit dan menyerbu meja makan.
Dibukanya penutup lauk makan dimana ayam serundeng dan tumis buncis plus udang sudah terasa dingin. Ia mendengus sumbang, melihat ayam serundeng yang tersaji sejak kemarin. Karena bocah itu....mama memasak ayam serundeng selama 2 hari ini.
Tak manja dengan membangunkan mama atau bibi dini hari hanya demi dirinya. Ghi menyalakan microwave dan menghangatkan lauk makannya sendiri lalu makan pun sendiri diantara sepinya malam di pantry.
Melihat waktu yang sudah memasuki waktu subuh, Ghi memilih untuk mandi terlebih dahulu dan solat untuk kemudian ia akan memejamkan matanya yang sudah terasa menggelayut.
...
Karena cuaca dan suhu kota yang rendah, membuat rasa dingin itu menusuk sampai ke tulang dan secara otomatis mengundang rasa geli di kantung kemih Aya.
Mau tak mau diantara nyenyaknya tidur ia harus bangun dan membuang hajatnya.
"Aduhhh, beser nih gue...dingin bet! Males ke aer lah..." meski sulit ia berusaha untuk bangkit dan meraba-raba dengan langkah terseok-seok persis orang mabok yang sesekali hampir terjatuh, mencoba meraih handle pintu kamar mandi kamarnya.
Baru saja ia membuka pintu seekor serangga terbang dari dalam kamar mandi itu melintasi kepalanya, membuat Aya terkejut dan segera menutup kembali pintu kamar mandi kamarnya, "njirrr! Hihhh!" matanya terpaksa membuka selebar dunia dengan degupan jantung cepat.
Merasa takut, ia memilih pi pis di toilet rumah saja daripada harus dihinggapi kecoa dan sejenisnya, "ada ya, rumah bagus gini banyak kecoanya." Gidiknya semakin merasakan geli, sampai-sampai ia menekan bagian bawahnya.
Keluar dari kamar dalam keadaan rumah yang cukup gelap bikin nyalinya sedikit ciut, tapi keinginan pi pis tak bisa lagi tertahankan.
"Bismillah---bismillah--bismillah..ya Allah lindungi hamba dari godaan setan yang terkutuk..." komat kamitnya memasuki toilet dekat dapur.
.
.
Memang pada dasarnya manusia adalah makhluk berlumur dosa yang keimanannya setipis tissue dirobek 7, karena rasa takutnya Aya sampai ceroboh menyiram celananya sendiri, "ahhh, anjirrr...yahh...basah, peak..." rutuknya pada diri sendiri.
"Ah bodo ah, ntar ganti di kamar!" ia bergegas meninggalkan toilet dan setengah berlari, padahal dari luar saja toa masjid sekitar perumahan sudah mengumandangkan adzan awalnya, banyak orang sudah mengaji di masjid. Namun suasana penerangan yang gelap membuat Aya tunggang langgang membuka pintu kamar dan segera masuk.
"Hoft! Takut banget ih, serem...ngapain juga om sama tante matiin lampu ruang tengah, gue kan ngga tau yang mana tombol lampunya..." ia masih mengontrol degupan jantungnya, begitupun dengan tangannya yang sudah meme lorotkan celana sampai ia bulat di bagian bawah, "mana celana sampe kesiram lagi, apes banget..." ia celingukan mulai merasa ada yang janggal, dimana kopernya?
Ceklek!
Seketika pompaan jantungnya terhenti sesaat, ketika muncul sesosok makhluk menyeramkan dari kamar mandi di dalam kamar.
Hingga-----
"Kyaaaaaa!"
.
.
"Ibu! Bapak!!!" teriakan bi Wiwin, asisten rumah tangga yang memang biasa terbangun awal.
Mendadak geger. Begitulah gambaran suasana subuh di rumah salah satu perwira tinggi polisi.
"Astagfirullah!!!! Kalian ngapain?!"
PLAK!!!
.
.
"Sumpah tante, Aya ngga salah!" belanya untuk diri sendiri dan menatap Ghi penuh permusuhan.
"Demi Allah ma, pa...Ghi ngga apa-apain Aya...tiba-tiba dia yang udah ada di kamar sambil---" Ghi menahan ucapannya di udara menatap ke bawah perut Aya membuat gadis itu melotot dan memalingkan wajahnya malu, apa?!
Ghi yang seharusnya sudah merebahkan diri untuk beristirahat justru harus menerima mimpi buruk di awal ketika dengan tiba-tiba kamarnya disusupi oleh penjahat kecil sekaligus malaikat kesialannya.
"Kamu ngapain di kamar saya pake telan jank bawah gitu?!" cecarnya galak, sorot matanya saja bahkan sudah menusuk persis sumpit lumpia basah.
"Bang Ikan sendiri ngapain pake telan jank bulet gitu, astaggggaaa por nooo!" sewotnya tak kalah.
"Tante, bang ikan udah lece hin aku!" tuduhnya merengek, merasa terhina saat Ghifari menelan salivanya menatap Aya yang bertelan jank bawah, tak lama wajah bulatnya memerah ketika ingat lembaran handuk putih melo rot begitu saja dari pinggang Ghi dan mempertontonkan barang 18 plus, padahal dirinya baru saja sweet seventeen.
Sebenarnya Aya akui ia yang salah, masuk kamar salah di waktu yang salah karena ketakutan dan kecerobohannya. Tapi ia enggan mengakui, apa kata dunia ia yang sudah dile cehkan, dirugikan, ia juga yang nantinya akan dipojokan disini, big no!
"Lece hin gimana maksudnya?!" alis Ghi langsung mengkerut tegang, "jangan ngarang kamu! Memangnya saya ngapain kamu, ayo kita tes kepera wanan aja kalo gitu di rs..." Ghi sudah maju ke depan menunjuk wajah Aya demi menghampiri Aya dengan segala urat kemarahannya, namun om Sakti menahan putranya itu, ketika Aya refleks bersembunyi di ketiak istrinya.
"Ghi! Kamu apa-apaan!" bentak tante Rena.
"Malu papa dengan sikapmu Ghi! Tidak mencerminkan sikap seorang abdi negara yang seharusnya mengayomi dan melindungi! Aya ada disini dititip oleh Fitri dan Regata untuk di didik bukan untuk dileceh kan! Mau ditaro dimana muka papa dan mama yang sudah kamu coreng ini, mesti ngomong apa sama orangtuanya Aya!" kembali om Sakti mendorong dada putranya hingga Ghi sedikit terpundur.
Tapi tatapan Ghi masih menatap permusuhan pada Aya, bahkan tak berkurang sedikit pun, "ngaku kamu Ya! Saya sudah mele cehkan apa, bilang sama papa mama saya, kalo kamu yang masuk ke kamar saya tanpa ijin!" pinta Ghi, tapi Aya justru diam tak berani, menatap Ghi yang penuh amarah, lalu beralih ke wajah om dan tante membuat dirinya semakin ciut, bagaimana jika ia mengakui kesalahannya, kiranya hukuman apa yang akan diturunkan untuknya dari keluarga aparat ini? Oh tidak! Belum apa-apa ia sudah ketakutan membayangkannya.
Berbohong mungkin pilihan terbaik versi Aya saat ini, maka yang dilakukannya adalah menggeleng saja tanpa sepatah katapun terucap dari bibir tipis nan mungilnya membuat Ghi mele nguh geram, "damnnn Ranaya!" mungkin jika tak ada mama dan papanya sudah ia suapi granat gadis nakal di depannya itu.
Tanpa aba-aba apalagi meminta ijin, Ghi meraih tangan Aya dan membawanya menjauh dari sana ke teras samping rumah.
"GHIFARI!!!" bentak om Sakti.
"Ghi!!!" teriak tante Rena ikut tersentak melihat tubuh kecil Aya terseret begitu saja oleh putranya yang atletis.
"Sini kamu." pintanya geram mencengkram pergelangan tangan Aya, "abang!" hawa dingin subuh di kota kembang tak serta merta menurunkan tensi dan suhu badan Ghi ataupun Aya yang sudah berkeringat.
"Ngaku kamu sama mama-papa, kalo tadi kamu yang masuk kamar saya tanpa ijin!" cecar Ghi dengan alis menukik dan bola mata yang menyorot menusuk bahkan cengkramannya belum mengendur membuat Aya sedikit meringis sakit, namun jangan sebut Aya jika ia takut dengan tatapan dan sikap Ghi itu.
"Ngga!" sentaknya lantang menantang.
"Aya ngga mau, terus apa nanti? Aya yang disalahin, dihukum? Padahal abang yang keenakan bisa liat punya Aya---kyaaa!" Aya malu sendiri, "abang udah lece hin Aya!" kekeh sumekehnya membuat kepala Ghi hampir meledak dengan kata pele cehan.
"Astagfirullah, Aya!" geramnya gemas, hampir saja ia jadikan gadis ini lalapan.
"Kalo nanti Aya dihukum, abang juga harus kena...karena abang udah liat punya Aya, Aya jadi ngerasa udah ngga perawan lagi jadinya, udah terhinakan, ternodai!" ia bersikukuh tak mau kalah.
"Kamu emang datang bawa kesi alan buat saya, Ya.." akuinya hampir membuat gerakan mencekik Aya.
"Tanteee! Bang Ghi-nya!" teriak Aya ketika melihat Ghi yang kembali sudah gemas ingin melayangkan rema sannya di wajah Aya, lantas gadis itu memelet kan lidahnya dan lari dari cengkraman Ghi untuk bergegas masuk ke dalam.
"Aya!!!" teriak Ghi.
"Udahhh! Mama mau kalian menikah!"
"Apa?!"
Nyatanya kebohongan tetaplah akan menjadi suatu kebohongan, kejahatan yang akan berbuah pahit bagi si pelaku. Sikap yang awalnya menurut Aya adalah keputusan terbaik, nyatanya berbalik menjadi boomerang untuknya sendiri.
Om Sakti menghela nafasnya berat dan duduk di kursi, begitupun Ghi yang mendadak lemas tak percaya menatap tante Rena, "ma..." dan beralih menatap Aya yang langsung diam seketika seperti patung di tempatnya berdiri kini.
"Puas kamu, hm? Dasar bocah...otak lo ngga mikir panjang, udah kaya gini lu mau apa..." desisnya menyusul dan melewati Aya begitu saja.
Aya segera menghambur berlari, "tante...Aya ngga mau nikah sama bang Ghi, tante..oke Aya ngaku Aya salah, Aya yang salah masuk kamar bang Ghi, terus.. terus Aya kan ngga sengaja nyiram celana sendiri waktu udah pi pis soalnya takut... terus Aya buka celana disana, ngga tau kalo di dalem kamar ada orang..." pengakuannya sudah terlambat karena kini justru Ghi yang menatap dengan pandangan lain dan seringainya.
"Oke. Kalo mama sama papa mau Ghi nikahin Aya. Ghi tau, mama udah mau banget punya menantu di rumah, kan?" angguk Ghi serius menatap om Sakti dan tante Rena, membuat Aya menggeleng cepat, "abang...ntar dulu..."
"Tadi kamu sendiri yang bilang kalau saya sudah mele cehkan kamu. Maka saya akan tanggung jawab, sebagai seorang perwira, pantang bagi saya untuk menjadi seorang pengecut..." ujar Ghi penuh penekanan nan ketegasan.
Aya menggeleng, apes...bener-bener apes!
.
.
.
.
bginilah klo crita yg menarik dan ga bosenin bwaannya sdikit z pdhl outhorny nulis sambil nundutan nhan ngntuk..mksh y ka upny..
keq'y s' Mama masih mikir nih mo bawa Aya²Wae kmn...
soal'y ampe sekarang s' Aya dan Mama gak nongol²...
lanjut
se ngefans itu diriku sama bpk ambarita 😂😂
ngikutt kemana ma.... ahhh digantung kaya jemuran g kering kering minnn.... hujan terus soalnya
apa mau nyusulin abang ikan ma?! /Grin//Grin/
semangat berkarya thor.