Awalnya aku merasa melayang dan jatuh cinta, tapi setelah tahu alasannya memilihku hanya karena aku mirip cinta pertamanya, membuat hatiku terluka.
Bisakah aku, kabur dari obsesi cinta suamiku🎶
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Seharusnya Kau tidak Menantangku
Deg.. deg...
Hati Viola semakin bergemuruh, saat kakinya melangkah melewati pintu utama vila. Di dalam rumah inilah, orang yang bertanggung jawab atau tepatnya tersangka utama, yang sudah membuat kakakku sengsara. Walaupun semua itu masih hanya prasangka Viola.
Tuan Sekretaris berhenti, membuat Viola mundur sambil mencengkeram jemarinya.
Apa? Kenapa kau berhenti?
"Anda sudah makan?" tanya tuan sekretaris, masih dengan ekspresi wajah datar, tidak menunjukkan simpati atau perduli.
Dia bertanya sekedar basa basi kan?
"Sudah!" jawab Viola dengan sedikit ketus dan wajah yang melengos.
Tapi, perutnya tidak bisa diajak kompromi.
Kerucuk, suara perut berbunyi karena keroncongan terdengar, cukup keras untuk didengar selain oleh Viola.
"Sepertinya perut Anda lebih jujur."
"Hihh..." Viola memilih mendengus saja. "Jangan pedulikan aku. Aku hanya ingin bicara dengan Tuan Bastian lalu pergi."
Perut bodoh! Kenapa kau musti berbunyi sekarang si!
Tuan sekretaris, yang tidak pernah perduli dengan ucapan Viola seperti biasanya.
"Sambil menunggu Tuan Bastian, saya akan meminta pelayan menyiapkan sarapan untuk Anda, Nona Viola."
Suaranya merendah, dia sedang mengejekku kan gumam Viola. Ah, terserah kau saja, Viola memang merasa lapar sekarang. Pagi tadi dia memang belum makan apapun, hanya minum segelas air saat bangun tidur.
"Terserah Anda saja, Tuan Sekretaris."
Laki-laki itu hanya menundukkan kepala, lalu berlalu meninggalkan Viola di ruangan sendirian. Gadis itu menyapu ruangan, tidak ada apapun di ruangan ini yang menunjukkan identitas Tuan Sebastian. Hanya ada lukisan pemandangan alam.
"Itu kan kebun nanas, apa dia benar-benar membeli vila ini hanya karena menyukai nanas? Apa aku sudah berburuk sangka? Apa ini hanya kebetulan kakak ditipu temannya."
Selain kebun nanas, satu lukisan lagi adalah langit malam, tapi.. itu juga seperti langit malam desa nanas ini gumam Viola.
Viola sedang melamun, sambil mencoba berprasangka baik, bahwa semua hal buruk yang terjadi pada kakak, tidak ada hubungannya dengan Tuan Bastian.
"Maaf..."
"Aaaaa!" Viola sampai loncat karena kaget, dia sedang melamun kemana-mana pikirannya. "Kenapa Anda mengagetkan orang Tuan Sekretaris!"
Viola sampai mengelus dadanya berulang.
"Maaf, kalau membuat Anda terkejut, dan maaf sudah membuat Anda menunggu lama. Silahkan duduk Nona, sarapan Anda sudah siap."
Hah? cepat sekali? tunggu, apa dia tahu aku akan datang, jadi dia sudah menyiapkan semua. Alasan untuk berburuk sangka muncul lagi.
Apa si, kenapa kau menghidangkan nasi dengan lauk pauk yang menggoda begitu, pada orang yang perutnya keroncongan. Viola menelan ludah.
"Silahkan nikmati senyaman Anda, Nona Viola."
"Tidak! Aku tidak akan makan, sebelum Anda menjawab pertanyaan saya, Tuan Sekretaris."
"Saya akan menjawab setelah Anda selesai makan!"
Aaaa! Kenapa kau menyebalkan seperti kakak si!
Karena tidak akan menang adu argumen dengan orang yang bahkan tidak bisa menunjukkan ekspresi wajah begitu, akhirnya Viola memilih meraih piringnya. Melengos saat bertemu pandang dengan tuan sekretaris.
Makan sekarang Vio, kau perlu tenaga untuk bicara dengan CEO gila itu. Kalau kau sampai pingsan karena keroncongan kan tidak lucu. Hap.. hap... akhirnya Viola makan dengan lahap. Tidak menggubris keberadaan tuan sekretaris.
Aaaaa! aku seperti hidup kembali.
Glek.. glek... suara tegukan air sampai terdengar. Membuatnya malu sendiri.
"Ehmm... ehmm.."
Viola meletakkan gelasnya, lalu mengusap bibirnya.
"Saya sudah selesai, apa sekarang Anda bisa menjawab pertanyaan saya, Tuan Sekretaris?"
Viola bangun dari duduk, menjauhi meja makan.
"Padahal saya baru mau membawakan desert untuk Anda."
"Hah? desert? puding coklat atau es cream? Tidak! Tidak perlu! saya datang bukan untuk makan."
"Padahal Anda makan dengan lahap barusan, bahkan tidak memperdulikan saya."
Glek, wajah Viola langsung memerah malu. Gadis itu menjerit dalam hati, memaki tuan sekretaris, seperti dia memaki kakaknya kalau sedang menjahilinya.
Setelah mengatur nafasnya naik dan turun, Viola mengumpulkan kesadaran dan keberanian. Energi dari makanan yang sudah masuk ke perutnya menghasilkan suara nyaring.
"Anda yang menjebak kakak saya kan?"
Tuan sekretaris memiringkan kepala, seperti ekspresi bingung. Tapi Viola membulatkan bola matanya, untuk jangan tertipu. Viola tergelak sinis.
"Anda mau pura-pura? Semuanya sudah sangat jelas, kalian kan yang menjebak kakakku dan membuat kakakku berhutang pada Hexana Group. Apa kalian perlu melakukan semua itu! Sampai menyusul saya kemari! Tuan Sekretaris setidaknya cukup majikan Anda yang gila, kenapa Anda juga setidak waras ini."
Deg.. deg..
Aku takut! Kakak, dia menyeramkan sekali. Dia marah kan? Wajahnya berkerut.
Viola mundur dua langkah setelah menumpahkan kekesalannya. Menyesal sudah berteriak sekeras itu.
"Saya tidak mengerti dengan apa yang Anda katakan Nona Viola," jawab tuan sekretaris dengan santai dan tenang.
Aaaa! Dia masih pura-pura.
"Kenapa tidak sekalian Anda bilang terkejut melihat saya di pintu gerbang tadi, Tuan Sekretaris." Viola sinis bicara.
Sampai kapan kau mau berpura-pura, sekretaris gila!
"Saya memang terkejut melihat Anda, Nona. Saya tidak menyangka, kalau Anda kabur sampai ke desa ini," jawaban tuan sekretaris tentu saja membuat Viola tercengang. Karena dia benar-benar bicara dengan datar dan santai. "Sama halnya, saya bingung, kenapa Anda menuduh saya menjebak kakak Anda? Memang untuk apa saya menjebak kakak Anda?"
Glek..
Viola mengepalkan tangan geram, semua memang hanya prasangka di kepalanya. Tidak ada bukti apapun. Kalau majikan dan sekretaris inilah yang menjebak kakaknya. Tapi.. tapi...
"Kau sudah selesai makan?"
Sebuah suara menggema, dan pemilik suara berdiri di depan pintu dengan memakai piayama handuk berwarna putih. Saat dia mengibaskan rambutnya terlihat percikan air sebening kristal jatuh di pipinya.
Viola gelagapan, mundur. Tuan sekretaris yang menyebalkan, tidak terlihat semenyebalkan itu. Viola malah berlindung di balik punggungnya.
"Apa kabar Viola? Aku terkejut melihatmu di sini."
Tuan sekretaris bergeser, sekarang Viola berhadapan dengan Bastian.
Apa? Apa kau benar-benar tidak tahu aku ada di sini? tidak, itu tidak mungkin kan? lantas jus nanas? apa kau memesan jus nanas juga tidak tahu kalau aku yang membuatnya?
"Kenapa kau tidak menjawab ku, Viola."
Deg.. tangan Viola mulai bergetar.
"Se.. selamat siang Tuan Bastian. Te.. terimakasih atas sarapannya, saya menikmatinya. Saya datang kemari karena..."
Tatapan Bastian yang menghujam ke arah Viola, membuat pikiran gadis itu blank sesaat. Takut, bingung, sekalipun terpesona, karena kenapa ada laki-laki yang terlihat tampan padahal hanya memakai handuk.
Kenapa kakak tidak terlihat tampan sama sekali, padahal aku setiap hari melihatnya memakai handuk! Plak! Fokus Vio, fokus. Kau mau bertanya tentang kakak padanya kan!
"Saya datang kemari, karena kakak saya," ujar Viola, sambil menekan jemarinya supaya fokus dan tidak gemetar. "Apa Anda yang menjebak kakak, sampai dia berhutang dengan Hexana Group, Tuan Bastian. Apa Anda melakukannya karena saya kabur dan menolak menikah dengan Anda?"
Deg.. deg..
Viola mundur, namun langkah Tuan Bastian yang lebar membuatnya tidak bisa menghindar lagi. Laki-laki yang mengeluarkan wangi semerbak itu menyentuh pipi Viola. Gadis itu merinding, tangan Tuan Bastian terasa dingin dan sejuk.
"Seharusnya kau tidak menantang ku Viola.."
Viola memejamkan mata, seluruh tubuhnya merinding, saat tangan itu membasuh pipi dan mengusap kepalanya.
Benar kan, dia mengakuinya kan? semua ini dia lakukan untuk membalasku.
"Tapi sayangnya, aku tidak tahu kakakmu, jadi aku tidak tahu apa yang kau bicarakan, Viola."
Viola tidak berani membuka matanya, karena dia merasakan hembusan nafas di dekat hidungnya. Saat ini, Tuan Bastian pasti sedang menunduk dan wajahnya tepat ada di depannya.
Tapi, tunggu! dia bilang apa tadi? tidak tahu kakakku?
Bersambung