NovelToon NovelToon
Dinikahi Berondong Tengil

Dinikahi Berondong Tengil

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:9.9k
Nilai: 5
Nama Author: chustnoel chofa

Viola yang punya sebuah butik baju cukup besar dan ternama, harus menikah dengan Arga Bagaskara. pemuda berusia 18 tahun yang masih duduk di bangku SMA kelas akhir itu.

Viola mengabaikan kehadiran sang suami, karena berpikir Arga masih bocah dah belum dewasa.

bagaimana kisah selanjutnya, ikuti terus ya kisah mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chustnoel chofa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 13

Arga terkekeh pelan, suara tawanya mengisi ruang tamu yang tadinya dipenuhi ketegangan. Sorot matanya tak lepas dari sosok wanita yang berdiri di hadapannya, dengan mata membulat marah dan bibir mengerucut sebal.

"Astaga, Vi, kamu tuh kalau marah malah makin lucu," ujarnya sambil menyandarkan tubuh ke sofa, lengan disilangkan santai di depan dada. "Serius deh, kamu tuh kayak anak kecil yang rebutan mainan."

Viola mendengus, pipinya bersemu merah, entah karena kesal atau karena merasa tertangkap basah. Ia melipat kedua lengannya di dada, mencoba terlihat garang meski jelas tatapan Arga tak memberinya ruang untuk serius.

"Aku gak lucu! Aku marah!" serunya dengan nada tinggi. "Dan kamu—kamu juga nyebelin! Pergi sama Celine tanpa bilang-bilang dulu, terus malah ketawa-ketawa kayak gini?!"

Arga mengangkat alis. "Lho? Katanya gak cemburu? Kalau gak cemburu, kenapa marah lihat aku pergi sama Celine?"

Pertanyaan itu menghantam Viola seperti palu godam. Ia membuka mulut, hendak menjawab, namun tak ada satu pun kata yang berhasil meluncur. Otaknya sibuk mencari alasan masuk akal, tapi lidahnya terasa kelu. Ia membuang wajah ke samping, pura-pura memperhatikan lukisan di dinding, padahal hatinya tengah kalut.

Arga tertawa semakin keras. Nada suaranya hangat, menyenangkan, membuat udara di sekeliling terasa lebih ringan.

"Kamu tuh gak usah bohongin perasaan sendiri, Vi," ucapnya sambil berjalan mendekat, langkahnya tenang namun pasti. "Aku tahu kamu cemburu. Dan jujur aja, aku senang kamu begitu."

Viola segera memutar tubuh, satu tangan terangkat di depan dada. "Jangan dekati aku! Diam di situ!"

Langkah Arga terhenti. Senyumnya tak luntur sedikit pun, malah semakin lebar. Ia menatap istrinya dengan tatapan penuh kasih, seolah-olah wanita itu adalah satu-satunya hal yang berarti di dunia.

"Oke, aku diam. Tapi boleh kan aku bilang satu hal?"

Viola memalingkan wajah, tapi telinganya masih menangkap setiap kata.

"Aku pergi sama Celine cuma urusan pekerjaan. Dan satu-satunya wanita yang bisa bikin aku benar-benar peduli kayak gini… ya kamu."

Viola terdiam. Detik itu juga, amarahnya perlahan mencair, digantikan rasa hangat yang menjalar di dada.

Arga tak memedulikan larangan itu. Ia terus melangkah pelan namun mantap, seperti serigala yang tak gentar dengan gertakan mangsanya. Viola mundur setapak, tapi dinding di belakangnya segera menjadi batas. Tak ada tempat lagi untuk lari.

Hingga akhirnya mereka berdiri begitu dekat, hanya berjarak sehelai napas. Arga menundukkan kepala sedikit, menatap wanita di hadapannya dengan penuh kesungguhan. Sedangkan Viola harus sedikit mendongak, berusaha melihat wajah suaminya yang tinggi menjulang. Tingginya yang hanya sebatas dada Arga membuatnya sedikit kerepotan, tapi ia menolak untuk terlihat lemah.

Tatapan mereka bertemu. Mata Arga teduh, lembut, namun tetap menyimpan bara yang sulit ditebak. Ada harapan di sana, dan juga ketulusan.

“Gimana kalau kita coba mulai dari awal?” ujar Arga, suaranya rendah namun sarat akan kehangatan. “Saling membuka hati. Aku tahu hubungan kita nggak ideal di awal, tapi aku mau perbaiki semuanya.”

Ia menarik napas pelan, lalu melanjutkan, “Aku akan belajar jadi suami yang baik, Vi. Yang bertanggung jawab. Meskipun aku mungkin masih muda, tapi aku nggak main-main. Aku serius sama kamu.”

Namun senyum yang muncul di wajah Viola bukanlah senyum bahagia. Ia justru tersenyum sinis, getir, seolah mendengar lelucon basi yang terlalu sering diputar ulang.

“Semua pria ngomong kayak gitu, Arga,” balasnya datar, sorot matanya menajam. “Manis di awal, sok peduli, bilangnya tulus. Tapi ujung-ujungnya? Pahit. Sama aja.”

Arga terdiam, namun tidak mundur.

Viola menatapnya lurus, penuh keraguan dan luka yang sudah terlalu lama dipendam. “Kamu juga pasti sama. Aku nggak bodoh. Kamu cuma mau hartaku, kan? Cuma itu alasan kamu tetap di sini. Kamu pikir aku nggak tahu?”

Suaranya mulai bergetar, tapi bukan karena takut—karena kecewa. Ia pernah percaya pada cinta, dan itu menghancurkannya.

Arga menatap wanita itu dalam diam, namun dalam hatinya mulai berkecamuk. Ia tahu, ini bukan sekadar tentang pembuktian—tapi tentang menyembuhkan luka yang tak terlihat.

Tanpa memperdulikan penolakan yang Viola tunjukkan, Arga mengangkat kedua tangannya dan dengan lembut menangkup pipi sang istri. Telapak tangannya hangat, kontras dengan dinginnya sikap Viola yang terus berusaha memberontak, memukul pelan dadanya dan mencoba melepaskan diri.

“Lepas, Arga… Jangan sok manis padaku,” gumam Viola dengan suara bergetar. Namun tak ada kekuatan sungguhan dalam perlawanan itu—yang tersisa hanya luka dan tembok yang sudah terlanjur terlalu tinggi.

Namun Arga tetap diam di tempat, tak tergoyahkan oleh amarah Viola. Ia menatap mata istrinya dengan sungguh-sungguh, seperti ingin menyelami setiap luka yang tersembunyi di balik ketegaran itu.

“Aku bukan dia, Vi…” bisiknya lirih, nyaris seperti doa. “Aku bukan laki-laki yang pernah nyakitin kamu. Aku nggak akan pergi. Aku nggak akan ninggalin kamu waktu kamu lagi hancur. Jadi tolong…”

Suara Arga bergetar, dan jemarinya sedikit menekan pipi Viola, mencoba menguatkan dirinya sendiri untuk tetap jujur.

“Jangan samakan aku dengan mereka. Jangan nyalakan semua laki-laki atas luka yang mereka buat.”

Viola terdiam sesaat. Matanya membelalak, tapi bukan karena terharu. Justru amarah kembali menyala—karena bagi seorang wanita yang pernah disakiti begitu dalam, kata-kata manis terasa seperti racun yang dibungkus madu.

Dengan gerakan kasar, ia menepis tangan Arga dari wajahnya. “Kalau kamu pikir aku bakal langsung luluh cuma karena omong kosong kayak gitu, kamu salah besar.”

Nada suaranya tajam, menusuk.

“Aku nggak akan gampang jatuh lagi, Arga. Kamu mau hatiku? Berjuanglah. Karena aku nggak akan buka pintu semudah dulu. Dan manisnya kata-kata kamu itu... nggak cukup.”

Tanpa memberi kesempatan bagi Arga untuk menjawab, Viola membalikkan badan dan melangkah cepat meninggalkan ruangan. Gaun tidurnya melambai ringan di udara, namun langkahnya tegas, nyaris seperti pernyataan bahwa dirinya tak akan mudah ditaklukkan.

Arga masih berdiri di tempatnya. Terdiam. Nafasnya mengambang di dada, dan hanya suara pintu yang menutup perlahan menjadi pertanda bahwa jarak di antara mereka kembali terbentang.

Namun senyum tipis mengembang di bibirnya—bukan karena bahagia, tapi karena tekadnya baru saja tumbuh. Bagi Arga, itu bukan akhir… tapi awal dari sebuah perjuangan yang sesungguhnya.

**

**

**

Viola terlentang di atas ranjang, tubuhnya tenggelam dalam dinginnya seprai putih yang terasa jauh dari kata nyaman malam itu. Matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar, seolah sedang mencari jawaban di antara retakan-retakan cat yang mulai pudar. Tapi tak ada yang bisa menjawab keresahannya, selain pikirannya sendiri yang terus berputar tanpa henti.

Dadanya naik-turun pelan, namun bukan karena lelah fisik—melainkan pergolakan batin yang membuatnya seakan tak bisa bernapas lega. Ucapan Arga masih terngiang di telinganya, mengusik hati yang selama ini berusaha ia segel rapat.

“Aku bukan dia, Vi…”

Hati kecilnya nyaris goyah mendengar itu tadi. Tatapan Arga... sentuhannya... seakan menembus lapisan pelindung yang selama ini ia bangun dengan susah payah. Tapi tidak. Ia tak boleh lengah. Tidak sekarang, tidak pada lelaki itu—yang statusnya mungkin suami, tapi hatinya belum sepenuhnya terbukti tulus.

"Semua laki-laki sama saja," bisiknya pelan, nyaris tak terdengar, namun penuh keyakinan.

Pernah, dulu, ia percaya. Ia mencintai, menyerahkan seluruh dirinya—dan pada akhirnya hanya ditinggalkan, dipatahkan. Luka itu terlalu dalam, terlalu nyata, hingga kini menjelma jadi pagar berduri yang menjaga hatinya agar tak disentuh siapa pun lagi.

Termasuk oleh Arga.

Tangannya meremas ujung selimut, mencoba menahan sesak yang mendadak naik ke tenggorokan. Ia ingin menangis, tapi air matanya seolah sudah kering—terbakar oleh trauma masa lalu yang tak kunjung sembuh.

Viola tahu, mungkin di balik semua sikap Arga, ada niat baik yang ingin diperjuangkan. Tapi baginya, semua lelaki memulai dengan niat baik. Manis di awal, menyakitkan di akhir. Dan ia tak sanggup merasakan sakit itu untuk kedua kali.

Bersambung.

1
Novi Ana
lnjut Thor....
partini
pantang nyerah ? ga tau diri itu mah
ga itu karena kamu masih sekolah sedangkan istri lo dah mempan jadi kaya ada jembatan
coba kamu biarpun dah sekolah ada bisnis sukses lulus sekolah ga ada tuh jembatan" ,
chustnoel chofa: /Silent//Silent/
total 1 replies
partini
ternyata suami brondong nya keren pemberani,,
jadi dhani Thor yg bikin Vi trauma
partini: salah satunya ? wah wah menarik ini
chustnoel chofa: salah satunya kak...☺️☺️
total 2 replies
partini
boleh flashback ga Thor biar tau apa yg di alami Vi ko segitu nya sakit hatinya sampai meninggal kan trauma yg segitu dalamnya
chustnoel chofa: ok kak...nanti aku buatkan ya.../Kiss//Kiss/
total 1 replies
partini
kalau uler main halus wah bisa gatal gatal nich hemmmm bisa bikin masalah tambah parah,
aihhh cembukur ini mah tapi gengsi mengakui
chustnoel chofa
iya tuh....nyebelin bgt ☺️☺️
partini
si cel malah semakin terobsesi ga mau kalah dia
partini
waduh tanda mau cinta duluan ini mah
partini
lucu mereka ber 2,,hati dah ada rasa tapi ego luar biasa
tapi yg di bilang betul jg sama aja selingkuh kah dah nikah
chustnoel chofa: iyaa kak....semoga hubungan mereka cepat membaik ya.../Grin//Grin/
total 1 replies
partini
aihhhh Lin kamu bikin riweh
partini: yes itu betul ok lanjut
chustnoel chofa: sebagai pemanis kak...biar nggak lempeng 🫢🫢
total 2 replies
partini
belajar percaya?
adakah sesuatu
aihhh penasaran
partini
cerita cinta dan perselingkuhan ini ya Thor
chustnoel chofa: gitu ya.... tenang bakal happy ending kok..
/Kiss/
partini: oke oke ,, soalnya ada yg mirip soal nikah ga da cinta wanitanya tapi bukan brondong sih sama sama dewasa ujungya putar haluan
total 5 replies
putri aulia
lanjut kk
chustnoel chofa: siap kak...besok lagi ya...😍😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!