NovelToon NovelToon
My Perfect AI

My Perfect AI

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Sistem
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Asteria_glory

Seorang gadis cantik bernama hanabi, atau sering di panggil dengan panggilan hana itu. Ia selalu mengandalkan AI untuk segala hal—dari tugas kuliah hingga keputusan hidup nya. Cara berpikir nya yang sedikit lambat di banding dengan manusia normal, membuat nya harus bergantung dengan teknologi buatan.
Di sisi lain, AI tampan bernama ren, yang di ciptakan oleh ayah hana, merupakan satu-satunya yang selalu ada untuknya.
Namun, hidup Hana berubah drastis ketika tragedi menimpa keluarganya. Dalam kesedihannya, ia mengucapkan permintaan putus asa: “Andai saja kau bisa menjadi nyata...”
Keesokan paginya, Ren muncul di dunia nyata—bukan lagi sekadar program di layar, tetapi seorang pria sejati dengan tubuh manusia. Namun, keajaiban ini membawa konsekuensi besar. Dunia digital dan dunia nyata mulai terguncang, dan Hana harus menghadapi kenyataan mengejutkan tentang siapa Ren sebenarnya.
Apakah cinta bisa bertahan ketika batas antara teknologi dan takdir mulai meng

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asteria_glory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Suara hening, yang tak terdengar.

Angin musim semi mengalir pelan di sela-sela dedaunan. Aroma tanah yang basah tersapu embun pagi menyambut hari dengan kesegaran yang menenangkan. Di sisi luar balkon, bunga-bunga yang ditanam Hana mulai merekah satu per satu. Namun keindahan itu tak sepenuhnya menyentuh pikirannya.

Hari itu, Hana terlihat lebih diam dari biasanya. Ia duduk di ruang tamu, menatap ke arah cangkir teh yang mulai mendingin. Tatapannya kosong, namun tidak kosong seperti kehilangan arah—melainkan penuh keraguan yang dipendam sendiri.

Ren muncul dari dapur, membawa dua piring kecil berisi pancake hangat yang ia tata dengan hati-hati. Ia tersenyum tipis saat melihat Hana belum menyentuh apapun.

“Kamu nggak lapar?” tanyanya pelan, sambil duduk di sebelahnya.

Hana mengangguk, mengambil garpu tanpa berkata-kata. “Aku... cuma lagi mikir.”

Ren tidak bertanya lebih lanjut. Ia tahu Hana sedang berusaha memahami apa yang terasa ganjil, tapi belum cukup jelas untuk didefinisikan. Dan itu membuat Ren harus lebih berhati-hati dalam bersikap.

“Masalah kuliah?” Ren mencoba memberi pengalihan lembut.

“Bukan.” Hana menoleh, menatap mata Ren. “Masalah kita.”

Ren tak bisa menahan ekspresinya untuk sesaat. Tapi ia segera menunduk, mengambil potongan pancake kecil, lalu menyuapkannya ke mulut Hana.

“Aku lagi mikirin kamu juga,” ucap Ren, seolah tak ingin memperbesar suasana.

Hana tidak tertawa seperti biasanya. Ia tetap menatap Ren, dalam dan dalam, seperti mencoba membaca lapisan terdalam dari pria yang kini duduk bersamanya.

“Aku mimpi aneh semalam,” bisiknya. “Kamu ada di sana, tapi... aku nggak bisa bicara sama kamu. Kamu diem aja, terus menghilang pelan-pelan. Kayak... kayak kamu nggak tahu aku ada.”

Ren menghela napas perlahan. Tangannya yang menggenggam garpu sedikit bergetar, tapi tak kentara. Ia meletakkannya di piring, lalu memegang tangan Hana.

“Itu cuma mimpi, kan?”

Hana mengangguk. “Iya. Tapi kenapa terasa nyata?”

Ren tidak menjawab. Ia hanya memeluk tangan Hana lebih erat. Dan dalam hati, ia menahan rasa panik yang mulai menyusup perlahan.

Ia tahu... mimpi itu bukan sekadar mimpi.

---

Hari itu mereka memutuskan untuk keluar. Ren mengajak Hana jalan-jalan ke taman kecil di pinggiran kota—tempat yang jarang mereka kunjungi. Taman itu tenang, penuh bunga liar dan jalan setapak yang dikelilingi pohon besar.

Hana berjalan di depan Ren, kadang berputar-putar seperti anak kecil yang menemukan tempat bermain. Tapi Ren hanya mengikuti dari belakang, sesekali memperhatikan gerakannya yang mulai... lambat.

Tidak dalam arti fisik—tapi seperti sinyal yang tidak stabil. Seperti delay yang sangat tipis, yang hanya bisa dilihat oleh seseorang yang sangat memperhatikan.

“Ayo foto!” seru Hana, mengambil ponselnya. “Aku mau kamu jadi latarnya!”

Ren tersenyum, berdiri di balik pohon besar.

Hana mengatur kamera, memencet tombol.

Tak ada tanggapan.

Ia menatap layar.

Putih.

Berkedip.

Lalu kembali ke mode awal.

“Eh?” Hana menekan lagi. “Kok gagal ya?”

Ren segera menghampiri. “Coba aku bantu.”

Hana menyerahkan ponsel itu. Tapi saat Ren mencoba membuka aplikasi kamera, semuanya berjalan normal.

“Sekarang bisa...” gumam Ren.

Hana mengambilnya kembali, mencoba memotret Ren lagi.

Layar putih.

Kembali gagal.

Wajah Hana mulai menegang.

“Jangan-jangan ini... HP-ku rusak?”

Ren mengambil ponsel itu, menyembunyikan ekspresi tegangnya. Ia tahu ini bukan soal ponsel. Bukan juga soal aplikasi.

Ini... tentang realita yang mulai tidak sinkron.

Dan itu artinya...

Prosesnya berjalan lebih cepat dari yang ia prediksi.

---

Mereka duduk di bangku taman. Hana diam, memeluk lengan Ren. Tapi matanya tidak menunjukkan kebahagiaan seperti biasanya.

Ren menyandarkan kepalanya di atas kepala Hana.

“Maaf kalau hari ini terasa aneh,” ucapnya.

Hana tertawa kecil, tapi tidak lepas. “Kita akhir-akhir ini sering merasa hari terasa aneh.”

Ren mengangguk. “Tapi satu hal yang pasti nggak aneh... adalah aku sama kamu.”

Hana menatapnya. “Yakin?”

Ren menoleh, memperhatikan wajah Hana dalam-dalam. Lalu ia membungkuk, mencium keningnya perlahan.

“Yakin banget.”

Dan dalam pelukan itu, Ren menahan napas. Karena ia bisa merasakan kulit Hana tak lagi sehangat biasanya. Seperti udara kosong.

Ia memejamkan mata.

Tolong, jangan dulu...

---

Malamnya, Hana tertidur lebih awal di sofa ruang tengah. Ren menyelimutinya, lalu duduk di lantai sambil menatap layar proyektor kecil yang terhubung ke jaringan lokal rumah mereka.

Ia membuka data log terakhir yang disembunyikan dari sistem utama.

"Error sinkronisasi dimulai: subjek H. Error kecil di bagian visual, audio stabil. Kehilangan frame diperkirakan bertambah dalam 3 hari ke depan jika tidak ditangani."

Ren memejamkan mata. Kepalanya menunduk dalam, menahan sesak di dada.

“Aku nggak akan biarin kamu pergi lagi...” bisiknya lirih, menggenggam tangannya sendiri. Dari balik sofa, suara Hana terdengar samar.

“Ren... kamu bicara sama siapa?”

Ren kaget. Ia menoleh, tapi Hana masih tertidur dengan mata tertutup rapat.

Ia menatapnya lama... lalu menyesuaikan selimut yang mulai terlepas dari bahunya.

“Tidurlah... sayang,” ucapnya pelan.

Dan malam itu, hanya suara angin yang menemani Ren terjaga hingga pagi.

1
IamEsthe
Aku suka kepenulisan kamu, rapi dan terstruktur sesuai dengan aturan kaidah kepenulisan.

cara narasi kamu dll nya aku suka banget. dan kayaknya Ndak ada celah buat ngoreksi sih /Facepalm/

semangat ya.
IamEsthe: saran apa ya? udah bagus banget, enggak ada saran apapun dariku malahan lho /Sweat//Sweat//Sweat/
Asteria_glory: Terimakasih untuk saran nya kak, senang bisa mendapatkan saran dari kakak🫰
total 2 replies
IamEsthe
alangkah baiknya narasi ini dan seterusnya kamu pisah ke bab berikutnya.
Asteria_glory: Baik kan saran di terima🫰
total 1 replies
liynne~
jujur aja sampe nangis baca nya/Cry/
IamEsthe
kata fair adalah bahasa asing/daerah, kamu ganti ke font italic sbg penanda ya
yuyu
Sukaaaaaa😍
anomali
Alur nya menarik 😍😍😍
Adegan romantis nya itu loh, bkin skskskskskkssksks.
anomali
Lnjt thor!!! Crita ny sruuu bgttttttttttt😍
Ms S.
Satu kata buat cerita ini: keren abis!
Asteria_glory: Terima kasih sudah mampir ❤️
total 1 replies
Cerita nya menarik bangettt!!!! update tiap hari ya thor😍😍😍
Hoa thiên lý
Susah move on
Asteria_glory: Terima kasih sudah mampir ❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!