Sebuah cerita tentang perjuangan hidup Erina, yang terpaksa menandatangani kontrak pernikahan 1 tahun dengan seorang Presdir kaya raya. Demi membebaskan sang ayah dari penjara. Bagaikan mimpi paling buruk dalam hidup Erina. Dia memasuki dunia pernikahan tanpa membawa cinta ataupun berharap akan dicintai.
Akankah dia bisa menguasai hatinya untuk tidak terjatuh dalam jurang cinta? ataukah dia akan terperosok lebih dalam setelah mengetahui bahwa suaminya ternyata ada orang paling baik yang pernah ada di hidupnya?
Jika batas waktu pernikahan telah datang, mampukan Erina melepaskan suaminya dan kembali pada kehidupan lamanya? Atau malah cinta yang lama dia pendam malah berbuah manis dengan terbukanya hati sang suami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eilha rahmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Malam
"Kenapa kau tidak mengangkat telfonku?" Noah bertanya penuh selidik.
"Telfon? Kapan? Tidak ada telfon masuk sama sekali ke nomorku" sanggah Erina
"Aku menelfonmu beberapa kali, tapi malah tidak ada yang mengangkat"
Tiba-tiba Erina teringat sesuatu, telfon masuk dari nyonya. Jangan-jangan itu Noah.
"Yap, benar! Itu aku" Ucap Noah seakan tahu apa yang ada di pikiran Erina.
"Nyonya? Apa benar itu anda Tuan?"
Noah mengangguk mantap.
Wah ternyata dia sudah punya istri, dia pasti menelfonku menggunakan nomor istrinya.
"Jangan berfikir yang aneh-aneh, aku menelfon mu menggunakan nomor ibuku" jelas Noah.
Wah, kenapa orang-orang yang ada di sini bisa tau semua yang aku pikirkan, kemarin Tuan Arga, sekarang Tuan Noah!
Erina tercengang, dia bahkan tidak berani memikirkan sesuatu. Takut jika Noah membaca pikirannya lagi. Apa orang-orang yang bekerja di gedung ini memiliki pelatihan khusus membaca pikiran orang lain. Hii... Seram sekali.
Erina meraih air mineral di atas meja lalu menenggaknya perlahan.
"Maaf aku tidak tahu kalau itu telfon dari Tuan Noah, kalau aku tahu pasti akan langsung ku angkat" Erina menundukkan wajahnya, merasa menyesal telah mengabaikan pemilik HP yang sesungguhnya.
"Jangan panggil aku Tuan, panggil saja Noah" ucapnya sambil tersenyum hangat "ini untukmu, sebagai ganti rugi milikmu yang rusak" Noah menyodorkan sebuah ponsel pada Erina. Ponsel keluaran terbaru, namun sayangnya Erina sudah membelinya tadi siang. Pakai black card yang diberikan Arga padanya.
"Tidak perlu serepot itu, aku sudah mendapatkan gantinya tadi siang" Erina tersenyum sambil memamerkan ponsel yang baru dia beli siang tadi. "kebetulan type dan merk nya sama"
Noah tersenyum kecut, dia lupa Erina sekarang bukan Nona paket yang pernah dia kenal dulu. Erina sekarang adalah istri dari seorang Presdir kaya raya pemilik beberapa perusahaan, hotel, rumah sakit dan beberapa tempat wisata yang tersebar di seluruh penjuru nusantara.
Jelas Ponsel seperti itu harganya hanya seujung kuku dari kekayaan yang dimiliki Arga. Apalagi dia pewaris tunggal di Zenica Corpora. Jangankan sebuah Ponsel dengan harga puluhan juta, Arga bahkan bisa membeli langsung beserta pabriknya kalau dia mau.
Cklek!
Suara gagang pintu yang terbuka membuat perhatian mereka tertuju sepenuhnya ke arah pintu masuk. Siapa yang datang? Kenapa dia tidak mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Sejak kapan kau disini?" Suara itu terdengar tidak asing di telinga Erina.
Benar saja, Arga mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan. Namun langkahnya terhenti di depan pintu. Matanya tajam mengiris ulu hati, membuat wanita itu menggigil melawan rasa takut yang tiba-tiba datang menggerayangi tubuhnya.
"Su-suamiku" ucap Erina terbata " aku hanya mau mengembalikan ponsel milik Noah"
"Mengembalikan ponsel katamu? Apa mengembalikan ponsel perlu waktu sampai 3 jam?" Suara Arga setengah berteriak hingga memenuhi langit-langit ruangan.
"Tenang kak, kita hanya ngobrol santai..." Suara Noah tercekat di udara setelah mendapat tatapan tajam dari Arga.
"Siapa yang menyuruhmu bicara?"
Suasana di dalam ruangan mendadak panas, tidak ada yang berani mengangkat suaranya. Begitu pun dengan Noah. Dia tahu jika Arga sudah marah maka tidak ada satu orang pun yang bisa meredam amarahnya.
Erina meremas tangannya yang sudah dipenuhi keringat. Tubuhnya menggigil dan kepalanya tertunduk tak mampu menatap mata elang yang kini sedang mengintai dirinya.
Ya Tuhan, apa ini hari terakhirku? Kenapa aku bisa sampai seceroboh ini. Tamat sudah riwayatku.
Arga mendengus kesal, tampak sekali amarah yang menyala-nyala dari kedua bola matanya. Dia melangkahkan kakinya menghampiri tubuh kaku Erina. Kemudian menarik tangannya dengan cukup keras, membuat Erina tersentak kaget.
"Pulang!"
Dia menyeret tangan Erina begitu saja, membuat Erina kuwalahan mensejajari langkah Arga yang lebar. Sempat beberapa kali dia hampir terjungkal karenanya. Namun Erina diam saja, dia tahu dia salah. Tidak di dorong dari lantai sepuluh saja rasanya sudah cukup beruntung.
Noah hanya bisa menatap kosong kepergian Erina, dia ingin menolong wanita tak berdaya itu. Namun apalah daya dirinya juga tak berarti apa-apa jika harus berhadapan dengan Arga.
"Sialan!" Noah menggebrak meja, kemudian mengacak-acak artikel yang susah payah dia susun sebelumnya. Lembaran kertas itu berceceran di lantai ruangan. Ada sakit yang menyeruak dari dadanya. Sakit dan kecewa yang tidak mampu dia jelaskan dengan kata-kata.
***
Erina sudah berada di dalam mobil, suara deru mesin membuatnya semakin merinding. Arga mengendarai mobil dengan sangat ugal-ugalan. Ngebut, nyalip kekanan dan kekiri membuat Erina memejamkan mata saking takutnya.
Pak Tan sudah pulang duluan, setelah berpapasan dengan Arga di lobby bawah. Dan dari Pak Tan pula Arga tahu jika Erina sudah ada di dalam gedung sejak tiga jam yang lalu.
Hal itulah yang membuat Arga naik pitam, Erina sudah lancang menemui Noah di gedung itu. Bahkan dalam waktu yang cukup lama. Padahal hampir semua pegawai di gedung utama tahu jika Erina adalah istri dari Presdir Zenica Corpora. Bagaimana mungkin seorang istri presdir berani menemui laki-laki lain di gedung milik suaminya.
Arga menghentikan mobilnya di sebuah restauran sederhana di pinggir jalan. Kemudian turun dari mobilnya hendak melangkah masuk, namun langkahnya terhenti setelah dia sadar jika Erina masih ada di dalam mobil. Dia berjalan memutari mobil lalu mengetuk pintu penumpang yang ada si sebelah pengemudi.
Tok! Tok! Tok!
Erina yang masih ketakutan membuka sedikit pintu mobil, dan melongokkan kepalanya.
"Saya belum lapar suamiku"
Kalau aku ikut turun, jangan-jangan nanti aku di racun.
Arga mendelik, mengisyaratkan ancaman jika Erina tetap tidak patuh pada perintahnya. Erina akhirnya pasrah, dia pun ikut turun dan membuntuti langkah Arga masuk ke dalam restauran.
"Kau mau pesan apa?" Arga menyodorkan buku menu pada Erina.
"Apa saja suamiku" Erina berusaha memasang senyum semanis mungkin. Meski dadanya sudah dari tadi gemetar menahan takut.
Arga memesan beberapa jenis makanan. Restauran ini cukup sederhana, jauh dari kesan mewah. Namun sepertinya Arga bukan sekali dua kali makan disini, buktinya dia bisa berbicara cukup akrab dengan pemilik rumah makan tersebut.
Beberapa sajian seafood sudah terhidang di atas meja. Arga makan dengan lahap, seperti tidak ada kejadian apapun sebelum mereka tiba disana. Erina cukup kebingungan di buatnya. Namun tetap saja, dia tidak berani mengajak Arga bicara, bahkan untuk sekedar minta maaf pun Erina tidak sanggup.
Di tengah-tengah acara makan malam mereka, televisi yang menyala di pojok ruangan menayangkan sebuah hot news kepulangan seorang artis ternama di tanah air.
"Clarissa Clara ternyata pulang hari ini" Celetuk Erina tanpa sadar. Membuat Arga menghentikan aktifitasnya.
"Kenapa? Kau kenal dia?" Arga mendongak, ikut menyaksikan acara televisi.
"Tidak" jawab Erina, tentu saja tidak kenal. Erina hanya mengenalnya lewat televisi, siapa juga yang tidak tahu dengan artis ternama yang sempat menghebohkan jagat entertainment karena kepergiannya yang mendadak.
"Dia cantik sekali" gumam Erina "Bagaimana ya perasaan laki-laki yang sudah dia campakkan? Laki-laki itu pasti sedang menangis di pojokan kamarnya saat ini. Atau malah lebih buruk, laki-laki itu mungkin tidak bisa menelan makanannya, tidak bisa tidur dengan nyenyak, tidak bisa...."
"Cukup! Banyak sekali bicaramu hah? Siapa bilang aku tidak bisa makan? Siapa bilang aku tidak bisa tidur!" Arga meninggikan nada bicaranya, membuat beberapa pengunjung menoleh ke arahnya.
Erina bingung, bukankah tadi dia bilang laki-laki yang sudah di campakkan oleh artis itu. Kenapa malah Arga yang tersinggung. Namun mengetahui kesalahannya Erina dengan sigap meminta maaf, mengatupkan kedua tangannya di depan dadanya, dan memasang muka memelas meminta belas kasihan.
"Maafkan aku sayang, aku akan diam saja mulai sekarang. Mulutku memang kadang suka bicara ngelantur"
Ada apasih dengan suasana hatinya hari ini. Kenapa aku jadi serba salah begini.
"Habiskan makananmu, setelah itu kita pulang" Arga kembali fokus pada makanan yang ada di piringnya.
"Baik sayang"
.
.
(BERSAMBUNG)
egoisnya kebangetan si arga nih...