Tentang seorang menantu yang tidak di perlakukan baik oleh keluarga suaminya.
Setiap hari nya harus menahan diri dan memendam sakit hati.
Lalu di tengah kesuksesan yang baru di reguknya, rumah tangganya di terpa badai pengkhianatan.
Akankah dirinya mampu bertahan dengan rumah tangganya?
Cerita ini belatar kehidupan di daerah Sumatera, khusunya suku Melayu. Untuk bahasa, Lebih ke Indonesia supaya pembaca lebih memahami.
Jika tidak suka silakan di skip, dan mohon tidak memberi penilaian buruk.🙏
Silakan memberi kritik dan saran yang membangun🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juniar Yasir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga belas
Sarimah sedang memasukkan pakaian nya ke dalam tas nya. Dia begitu senang karena akan bertemu kedua cucunya.
“Jadi makcik pergi ke rumah kak Sari?’’ tanya Rahmi.
“Jadi, nanti katanya adik saudaranya jemput. tapi ntah jam berapa. Lupa pula ku tanya kemarin.’’ jawabnya.
“Oh iyalah, mungkin sebentar lagi datangnya tu.’’ balasnya.
“Kau berani kan tinggal sendirian di rumah ni? mau ku bawa kau ikut ke rumah Sari tidak mungkin pula.’’
“Tidak lah Mak cik, di rumah darat iya Rahmi takut, Kan tidak banyak rumah di sana. Jika di sini malah Rahmi senang. Rumahnya berdekatan, sehingga selalu ramai, lagipula bisa sering jumpa kak Rahmah.’’ Ujar nya.
Rahmah hanya mengangguk saja.
Sudah tiga bulan ini Rahmi tinggal bersama Sarimah. Semenjak itu pula, Yati sudah tidak pernah menemani ibu nya lagi. Datang jika hanya ada perlu saja. Sarimah tidak lagi kesepian, karena ada teman ngobrol juga bisa bantu-bantu dirinya. Tidak ingin mengulang kembali kesalahan nya, Biasanya Sari yang memasak, dirinya hanya bantu-bantu jika mau. Kali ini kebalikannya. Sarimah turun tangan sendiri untuk memasak, Rahmi hanya membantunya saja. Sarimah masih nyadap karet, sedangkan Rahmi menjual kue basah untuk di antar ke warung-warung sekitar.
Tidak berapa lama, terdengar bunyi motor yang berhenti di halaman rumah nya. Sarimah segera beranjak menuju pintu dan membuka nya.
“Saudara nya Sari kah?’’ tanyanya
“Iya nek, Saya di suruh kak Sari untuk jemput nenek’’ jawabnya sopan.
“Sebentar, aku siap-siap dulu. Kamu masuk dulu!’’
Beni pun masuk dan duduk di sofa ruang tamu.
Rahmi datang membawa nampan berisi air teh dan kue basah kelebihan jualannya tadi.
“Ah Rahmi? Iya Rahmi kan?’’
“Iya kak, kak beni kan, anak DM kan?’’ (Digital Marketing)
“Iya, eh kau tinggal di sini?’’
“Iya kak, kebetulan aku tinggal sendiri di rumah, jadi di suruh nemankan Mak cik Sarimah.’’ jelas Rahmi.
“Oh begitu tooooh!’’
Rahmi hanya mengangguk saja.
Rahmi satu universitas dengan beni, tapi beda jurusan, Rahmi jurusan tata boga, kampusnya bersebelahan. Makanya beni sering melihat Rahmi, karena jurusan ini sering mengadakan tugas seperti bikin makanan di luar ruangan.
DM (Digital Marketing) adalah jurusan yang mempelajari komunikasi media sosial. Maka tak heran jika beni sekarang bisa jadi konten kreator yang lumayan berhasil, karena sesuai dengan jurusan yang dirinya pilih.
.
.
Selesai memasukkan pakaian nya ke tas dan bersiap-siap, Sarimah keluar kamar dan menuju ruang tamu.
“Kalian saling kenal kah?’’ tanya Sarimah.
“Iya Mak cik, kebetulan Kak beni ini kampus nya bersebelahan dengan kampus Rahmi.’’ jawab Rahmi apa adanya.
“Ooh begitu. Kalau gitu Mak cik pergi dulu ya mi, sekali-kali kau nginaplah di rumah kakak kau.!’’ ucapnya. Dirinya dan beni keluar rumah.
“Hehe, Insyaallah Mak cik’’_
“Kak beni jangan laju-laju Bawak Mak cik, nanti cubit saja pinggang nya Mak cik kalau dia Bawak Honda laju. Biasanya dia laju tu Bawak Honda jika ke kampus.’’
“Kau memperhatikanku selama ni?. Tenang saja, tak mungkinnya ku bawa orang tua laju.’'
“Kami pergi dulu. Hati-hati di rumah!.’’ pesan Sarimah.
“Iya Mak cik, hati-hati dijalan.’'
Motor beni mulai melaju sedang, Rahmi melambaikan tangannya. Setelah motor beni tidak terlihat lagi, Rahmi menutup pintu dan kembali kedapur. Dirinya akan membuat bolu untuk pesanan nanti malam, karena ada acara syukuran dan memesan Snack box padanya. Dia memilih untuk membuat bolu, lemper dan lapis pelangi saja. Lapis pelangi sudah iya bikin tadi subuh.
.
...*****...
Sari di kota sedang berusaha menghubungi suaminya, hampir 1 bulan ini sang suami sangat sulit di hubungi. Dirinya khawatir takut terjadi sesuatu pada Ramdan.
“Kemana bang Ramdan ini sebenarnya. Soal kwitansi itu, Apa iya membeli nya untuk ku? Apa mungkin dia lupa memberi pada ku? Jika iya, kenapa perhiasannya tidak ada, hanya tinggal kwitansi saja?’’ gumam Sari pelan.
Dia berada di dalam kamar, selfi telah di antar Beni tadi saat dia akan berangkat ke kampung, Atika di bawa Widya kerumahnya.
Sari makin pusing memikirkan, belum lagi masalah kwitansi terjawab, kini sang suami tidak bisa untuk di hubungi.
Pucuk dicinta orang yang di pikirkan akhirnya menelpon. Sari segera mengangkatnya, ingin mendengar alasan Ramdan.
“Hallo, apa kabar dik?’’
"Alhamdulillah kami baik-baik saja bang. Abang bagaiman kabarnya? Kenapa payah betul Sari mau di hubungi. Anak-anak sampai rindu.’’
"Maafkan Abang dik, Abang akhir-akhir ini sibuk betul. Dan juga, kartu Abang tidak ada pulsanya..makanya Abang matikan saja. Sekali lagi maafkan abangnya dik?!.’’ ucap Ramdan memelas.
“Iyalah. Abang bila balik kecamatan sini?’’ tanya Sari.
“Besok Abang pulang, jangan cakap anak-anak ya. Abang nak bagi mereka kejutan.’’ balasnya.
“Apa perlu Sari jemput di pelabuhan?’’ tanya Sari lagi.
“Tak usah, Abang pesan travel kemarin saja.’’ jawabnya.
“Baiklah jika begitu’’
“Abang tutup dulu, bos sudah datang. Assalamualaikum!’’.
“Wa'alaikum salam’’ jawab Sari dan mematikan sambungan mereka.
Hati Sari biasa saja setelah di telfon Ramdan. Tidak ada rasa rindu sama sekali. Ntah karena Ramdan sudah lama tidak menghubungi mereka, awal Ramdan pergi 3 bulan lalu, hampir setiap malam Sari kesulitan tidur dan selalu rindu sang suami.
.
.
“Assalamu'alaikum!’’ terdengar ucapan salam dari luar.
“Wa'alaikum salam, sebentar.’’ jawab Sari. Iya keluar kamar dan membuka pintu rumahnya.
“Ibu.... Alhamdulillah. Sampai dengan selamat’’ ucap Sari senang. Dirinya mencium tangan Sarimah lalu menuntun mertuanya duduk di kursi teras.
Beni mengantar tas Sarimah.
“Ben, tak.masuk dulu?’’ tanya Sari melihat saudara nya, menuju motornya.
“Tidak kak, mau ngedit video dulu.’’ jawabnya.
“Cieeeeh, konten kreator sejatilah katakaaaan.’’ canda Sari.
“Tuh kakak tau!, ya sudah, aku balik dulu kak, nek! Beni pamit dulu. Assalamu'alaikum!.’’ pamit Beni.
“Wa'alaikum salam.’’ jawab kedua wanita itu.
Setelah itu, kedua nya masuk rumah. Sari mengantar tas berisi pakaian mertuanya ke kamarnya. Dirinya akan tidur berdua malam ini, sebelum Ramdan pulang.
“Kemana anak-anak Sar?’’. Tanya Sarimah. Dirinya duduk di depan televisi.
“Selfi belum balik sekolah Bu, kalau Atika di bawa Kak Widya main kerumahnya. Nanti Beni juga akan di jemput Selfi, sekalian bawa Atika juga.’’_ ujar Sari.
“Ayo makan dulu Bu!, nanti dah makan baru ibu istirahat.’’ ucap nya tulus.
“Macam tamu penting pula aku ni di buatnya.’’ tak urung dirinya mengikuti menantunya ke dapur.
“Bagus juga rumah masa sekolah kau ni, ada kamar mandi juga ini.’’ Sarimah melihat-lihat isi rumah minimalis itu.
“Ini di renovasi sedikit kemarin Bu.’’ Sari menyendokkan nasi ke piring mertuanya.
“Berduit Ramdan rupanya hingga bisa dia renovasi rumah ini.’’
Sari hanya diam saja, tidak mungkin juga dia bilang ini uang hasil penjualan perhiasannya.
*
Sarimah melihat menu makanan Sari, ternyata menantunya tidak berubah, bahkan kali ini menu makanan nya makanan kesukaan Sarimah.
Sari masak sayur lemak daun singkong, sambal terasi terong asam, ikan asin peda dan lalapan mentimun
Sementara di toples, ada lempeng sagu dan sagu lemak. Tadi malam, Sari membuatnya.
Setelah makan, Sari mencuci piringnya. Dan sang mertua sedang menemani anak-anaknya main.
Setelah selesai beberes di dapur, Sari melihat ke kamar anaknya. Dia tertegun melihat mertuanya, tidak hanya menemani bermain, mertuanya juga ikut bermain boneka. Ketiga nya kelihatan bahagia. Terlihat begitu mesra, anak-anaknya juga terlihat senang bermain dengan sang nenek. Baru ini mereka bisa bercanda dan bermain dengan neneknya. Selama ini Sarimah galak, bukan karena tidak sayang, hanya saja sudah kebiasaan, pembawaannya memang terdengar kasar begitu. Tapi kini dirinya mencoba berubah.
.
.
“Kenapa foto ini ada di sini!? Jangan macam-macam kau Ramdan!’’