NovelToon NovelToon
Ketika Cinta Bersemi

Ketika Cinta Bersemi

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Romansa
Popularitas:6.7k
Nilai: 5
Nama Author: Cumi kecil

Di sebuah universitas yang terletak kota, ada dua mahasiswa yang datang dari latar belakang yang sangat berbeda. Andini, seorang mahasiswi jurusan psikologi yang sangat fokus pada studinya, selalu menjadi tipe orang yang cenderung menjaga jarak dari orang lain. Dia lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan, membaca buku-buku tentang perilaku manusia, dan merencanakan masa depannya yang penuh dengan ambisi.

Sementara itu, Raka adalah mahasiswa jurusan bisnis. raka terkenal dengan sifatnya yang dingin dan tidak mudah bergaul, selalu membuat orang di sekitarnya merasa segan.

Kisah mereka dimulai di sebuah acara kampus yang diadakan setiap tahun, sebuah pesta malam untuk menyambut semester baru. Andini, yang awalnya hanya ingin duduk di sudut dan menikmati minuman, tanpa sengaja bertemu dengan Raka.

Yuk guys.. baca kisah tentang perjalanan cinta Andini dan Raka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cumi kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 28 GOSIP

Suasana ruang makan sore itu sedikit berbeda dari biasanya. Ayah duduk sambil membaca koran, sedangkan Ibu menyiapkan teh hangat di meja. Tahira menarik napas dalam-dalam, menggenggam erat buku catatan kecil yang sejak siang tadi ia isi dengan berbagai kemungkinan alasan.

Ya, semenjak Tahira masuk kuliah. ayah dan ibu sementara waktu akan ikut tinggal di kota, mereka ingin menjaga dan memastikan jika tahira akan hidup baik-baik saja.

"Ayah, Ibu... boleh Tahira bicara sebentar?" tanyanya hati-hati.

Ayah melipat koran, menatap putri sulungnya dengan alis terangkat. "Tentu, Nak. Ada apa?"

Tahira menatap mereka bergantian. "Ini tentang Andini."

Sekilas, raut wajah Ibu langsung berubah. "Dia baik-baik saja, kan?"

"Dia... baik. Tapi dia tidak bahagia. Kampus itu, suasananya terlalu berat buat dia. Aku sudah bicara dengannya beberapa kali, dan aku rasa... dia butuh istirahat. Mungkin sudah waktunya dia meninggalkan kampus itu."

Ayah menghela napas. "Tahira, kamu tahu betapa susahnya kami membujuk Andini untuk meninggalkan universitas itu. Dia selalu ber api-api akan memiliki masa depan cerah di sana."

"Aku tahu, Ayah. Tapi masa depan tidak hanya soal gelar dan prestasi. Andini sudah kehilangan semangatnya " Kata Tahira " Apa lagi saat ini, sedang banyak rumor tentang andini dan kekasihnya " Lanjut tahira

Ibu menutup mulutnya, terkejut. " Rumor, rumor apa? " Tanya Ibu

Tahira menggelengkan kepalan pelan " Tidak ada bu " Bohong tahira " Aku pikir, kita harus bicarakan ini baik-baik dengannya. Dengarkan keinginannya. Kalau dia mau pindah atau istirahat sejenak, kita dukung. Kadang, mundur itu bukan kalah, tapi bagian dari menyelamatkan diri."

Ayah menatap Tahira, mata tuanya lembut tapi masih mengandung kemarahan kepada Andini " Biarkan saja dia hidup susah di luar sana, ayah sudah tidak peduli lagi " Ucap ayah

" Ayah jangan begitu.. jika bukan kita yang menyelamatkan Andini, lalu siapa? kekasihnya! kekasih Andini tidak mungkin akan selalu ada di saat Andini kesulitan. apa lagi, kata rumor yang beredar jika kesuksesan Andini di kantor itu menggunakan jalan kotor "

" Tahira, jaga ucapan kamu " Sela ibu.

Ayah menghela napas panjang. Lalu ia berdiri, menepuk bahu Tahira. " Kamu memang gadis ayah yang paling baik dan pengertian. ayah bangga kepadamu, dan ayah sudah tidak peduli lagi dengan andini, bahkan ayah sudah tidak sudi menganggap gadis angkuh itu "

Senyum merekah di wajah Tahira. " Gue berhasil " Dalam batin tahira.

Ibu mihat ayah yang masuk kedalam kamar. ibu langsung kearah tahira.

" Lihat ayah kamu, sudah tidak peduli lagi dengan gadis sialan itu " Seru ibu

" Bagaimana bu, apa ekting aku bagus? " Tanya tahira

" Bagus banget, kamu cocok menjadi pemain Film " Puji ibu dengan bangga.

" Siapa dulu dong... tahira gitu hahahha.. "

KAMPUS.

" Andini, bisa sebentar ke ruang saya?” suara Bu Rina terdengar biasa, tapi tatapannya mengandung sesuatu yang berbeda, campuran rasa ingin tahu dan kekhawatiran.

" Ada sesuatu yang ingin Ibu klarifikasi langsung dari kamu," kata Bu Rina akhirnya. "Ibu dengar dari beberapa kolega... bahwa kamu sedang dekat dengan atasanmu di tempat kerja. Katanya itu alasan kamu di tawari menjadi pegawai tetap? "

Andini menegakkan tubuh. Nafasnya bergetar, tapi ia tetap menatap Bu Rina lurus.

" Itu tidak benar, Bu. Saya dapat posisi itu karena saya kerja keras. Saya bahkan begadang hampir tiap malam untuk menyelesaikan proyek. Tapi orang-orang lebih suka percaya hal yang lebih… sensasional.”

Bu Rina mengangguk pelan. “Ibu tidak langsung percaya, Din. Tapi kamu harus tahu, rumor seperti ini bisa merusak reputasi. Apalagi kamu masih terikat dengan kampus sebagai mahasiswa."

Andini menggigit bibir bawahnya. "Saya tahu, Bu. Tapi saya tidak bisa mengendalikan apa yang orang lain katakan. Saya cuma bisa jaga diri dan terus bekerja dengan jujur."

Bu Rina menatapnya dalam, lalu tersenyum tipis. "Kamu perempuan pintar, Din. Tapi dunia ini sering lebih keras pada perempuan pintar. Jangan biarkan mereka ubah caramu melihat diri sendiri."

Andini mengangguk, perlahan, tapi yakin. Ketika ia keluar dari ruangan itu, rumor masih ada. Tapi kali ini, ia membawa sesuatu yang lebih kuat dari pembela ia membawa kepercayaan pada dirinya sendiri.

.

.

Andini melangkah keluar dari ruang Bu Rina dengan wajah yang sulit dibaca. Matanya tampak lelah, dan langkahnya lebih pelan dari biasanya.

Dari kejauhan, dua pasang mata langsung saling melirik, Nana dan Sofi yang duduk di tangga dekat taman kampus, langsung berdiri.

" Na," bisik Sofi. "Tadi Bu Rina manggil andini."

"Iya," kata Nana, mengangguk serius. "Dan mukanya... kayak habis ditanya-tanyain. Tapi bukan soal tugas deh feelingku."

Sofi mulai jalan cepat menghampiri Andini, diikuti Nana.

"Din!" panggil Sofi dengan nada ceria tapi penuh rasa ingin tahu. "Abis dari Bu Rina ya? Kenapa emang?"

Andini menoleh, lalu menarik napas. "Ngobrol aja," jawabnya singkat.

Nana menyipitkan mata. "Ngobrol? Din, lo itu bukan tipe yang sering dipanggil dosen cuma buat 'ngobrol'. Spill dikit lah..."

Andini berhenti. Ia tahu dua sahabatnya ini memang cerewet dan kepo, tapi mereka juga orang yang paling ngerti dirinya.

Ia menatap mereka sebentar, lalu berkata, “Oke. Tapi janji ya, jangan heboh.”

Sofi dan Nana langsung saling bersumpah sambil bersilangan jari.

"Bu Rina tanya soal rumor... yang katanya aku deket sama atasan di tempat kerja "

Sofi mengerutkan dahi. "Serius? Kok bisa sih gosip kantor sampe nyebar ke kampus?!"

"Ya itu dia... dan Bu Rina bilang dia cuma mau denger langsung dari aku. Bukan percaya gitu aja."

Nana langsung kelihatan kesal. "Ya ampun, Din. Kamu kerja keras, pinter, di tawari menjadi pegawai tetap pula... terus malah dibilang main belakang? Gila ya orang."

Andini mengangkat bahu. “Namanya juga orang suka ngira-ngira. Tapi aku udah jelasin semuanya ke Bu Rina.”

Sofi menarik napas panjang. “Kamu kuat banget sih. Tapi Din... next time ada yang kayak gini, ngomong ke kita ya. Kita bisa bantu klarifikasi, atau setidaknya... jadi tempat kamu marah-marah.”

Andini tersenyum kecil. “Thanks ya. Kadang aku cuma butuh dua sahabat kepo buat bikin hati aku agak lega.”

Mereka bertiga tertawa. Di tengah kampus yang ramai dengan cerita orang, mereka bertiga tahu, cerita yang paling penting adalah yang jujur, yang mereka jaga bersama.

1
Kim Bum
titip sandal ya kak. nanti kalo udah rame balik lagi😁
Marchel: Terimakasih kak, sudah mampir 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!