Rendra bisa menempuh pendidikan kedokteran lewat jalur beasiswa. Di kampus dia diremehkan karena miskin dan culun. Tak jarang Rendra bahkan dibully.
Namun dibalik itu semua, Rendra adalah orang yang jenius. Di usianya yang masih 22 tahun, dia sudah bisa menghafal berbagai jenis anatomi manusia dan buku tebal tentang ilmu bedah. Gilanya Rendra juga piawai mempraktekkan ilmu yang telah dipelajarinya. Akibat kejeniusannya, seseorang menawarkan Rendra untuk menjadi dokter di sebuah rumah bordil. Di sana dia mengobati wanita malam, pecandu, orang yang tertusuk atau tertembak, dan lain-lain. Masalah besar muncul ketika Rendra tak sengaja berurusan dengan seorang ketua mafia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11 - Teman?
Mata Rendra terbelalak saat melihat Endah kian mendekat. Apalagi ketika wanita itu sudah ada tepat di hadapannya.
"Apa kau tahu, Vanya? Aku baru sadar kalau anak ini tampan saat tidak memakai kacamatanya," ucap Endah seraya melepas kacamata yang dipakai Rendra. Selain terkagum dengan aset pribadi Rendra saat di kamar mandi tadi, dia juga terpesona akan ketampanan Rendra tanpa kacamata.
Vanya yang penasaran, lantas mendekat. Dia menyesap rokoknya sambil memperhatikan wajah Rendra. "Kau benar. Dia tampan," katanya mengakui.
"Kalian ini bicara apa? Silahkan duduk biar aku siapkan mienya." Rendra yang malu setengah mati, buru-buru mengambil kacamatanya dari tangan Endah. Terlihat sekali kalau dia sangat kaku dalam hal bersosialisasi. Apalagi dengan wanita. Endah dan Vanya sendiri terbilang jarang berinteraksi dengan Rendra karena usia mereka yang sepantaran.
"Omg... Apa kau selalu kaku begini? Atau kepada kita saja?" cecar Vanya. Ia mengeluarkan kepulan asap rokok dari mulut.
Rendra sigap menutup hidungnya. Sebagai seorang dokter, bagi dia rokok tentu adalah suatu hal yang harus dihindari.
"Bisakah kalian merokok keluar?" pinta Rendra.
"Dih! Kau lebay sekali. Ini tempat kami. Kami sudah terbiasa merokok di sini. Lagian jendelanya terbuka kok," timpal Vanya dengan dahi berkerut. Ia memutar bola mata, lalu duduk ke kursi dekat pantry.
"Ayolah, Van. Dia dokter. Tentu saja dia benci rokok," ujar Endah yang masih berdiri di samping Rendra. Dia matikan rokoknya demi lelaki itu.
"Terima kasih," ungkap Rendra sembari melirik Endah selintas. Saat itulah dia menyadari tatapan Endah yang tertuju ke bawah perutnya.
"Kau ini kenapa? Bukankah kau sudah melihatnya tadi?" timpal Rendra. Wajahnya memerah bak tomat matang. Ia juga menutupi area pribadinya dengan kikuk.
"Aku hanya tak percaya lelaki biasa sepertimu ternyata punya aset yang luar biasa," komentar Endah. Membuat Vanya otomatis meledakkan tawa.
"Aku tak tahu apakah itu pujian atau pelecehan?" balas Rendra yang kini cemberut. Mie telah matang. Dia tinggal melakukan sentuhan akhir untuk membumbui mie tersebut.
"Tentu saja pujian. Apa kau mau berteman dengan kami? Tapi aku dan Vanya bisa membantumu berubah. Aku yakin seratus persen, pasti kau di bully kan di kampus?" tukas Endah.
Rendra terkesiap. Jelas tebakan Endah itu benar.
"Bagaimana kau tahu?" tanya Rendra. Seolah mengakui kebenaran dari tebakan Endah.
"Ayolah, Tar. Cowok dengan penampilan sepertimu itu mudah ditindas. Selain itu kami mengetahuinya dari Bang Edho dan kroco-kroconya," jawab Endah. Atensinya tertuju ke arah mie yang disiapkan Rendra. Ada sekitar empat piring mie instan di sana.
"Loh, kok empat piring? Yang satu buat siapa?" tanya Endah yang tak sengaja merubah topik pembicaraan.
"Ibu." Rendra menjawab singkat.
"Vanya! Antarkan ke kamar Bu Arini gih!" suruh Endah.
"Nggak usah, Mbak. Biar aku--"
"Udah! Aku pengen ngobrol sama kamu sekarang. Cepat, Van!" potong Endah.
Vanya mendengus kasar. Sebagai orang yang lebih muda satu tahun dibanding Endah, dia menurut saja. Sementara Rendra di ajak duduk ke meja makan oleh Endah. Di sana mereka juga menyiapkan mie dan minuman.
"Mau ngobrol apa, Mbak? Jangan aneh-aneh ya." Rendra mengingatkan. Kemudian segera menslupurt mienya.
Endah terkekeh. "Aku justru pengen menolongmu. Tapi sebelum itu, ayo kita berteman," ucapnya seraya menjulurkan tangan ke arah Rendra.
Rendra termangu menyaksikan tangan Endah yang menanti sambutan darinya. Dia merasa tak bisa mempercayai wanita itu. Mengingat Endah memiliki pekerjaan sebagai wanita psk.
maaf thor,apa beneran umur mister man dan rendra gak beda jauh 🤭mister man kan pria paruh baya