Seorang dokter muda yang idealis terjebak dalam dunia mafia setelah tanpa sadar menyelamatkan nyawa seorang bos mafia yang terluka parah.
Saat hubungan mereka semakin dekat, sang dokter harus memilih antara kewajibannya atau cinta yang mulai tumbuh dalam kehidupan sang bos mafia yang selalu membawanya ke dalam bahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Malam di desa terpencil itu terasa lebih hidup daripada biasanya. Cahaya lentera yang digantung di sepanjang jalan kecil memberikan kehangatan tersendiri, menerangi wajah-wajah warga yang sibuk menyiapkan perayaan panen tahunan mereka. Tawa anak-anak berlarian, suara tabuhan gendang sederhana mengiringi riuhnya desa yang bersiap untuk merayakan hasil kerja keras mereka selama berbulan-bulan.
Rafael, Liana, dan Luca, yang sejak beberapa hari lalu bersembunyi di rumah lelaki tua bernama Pak Darius, tak bisa mengabaikan kemeriahan di luar. Awalnya, mereka hanya mengamati dari beranda rumah, tetapi kegembiraan yang terpancar dari setiap sudut desa membuat mereka ingin ikut serta.
“Kalian tidak ingin bergabung?” suara Pak Darius yang berat namun ramah menyadarkan mereka dari lamunannya.
Liana menoleh, senyum kecil terlukis di wajahnya. “Kami... tidak ingin mengganggu. Ini adalah perayaan desa, bukan?”
Pak Darius terkekeh. “Di sini, tidak ada orang luar. Selama kalian berada di bawah atap desa ini, kalian adalah bagian dari kami.”
Luca menepuk pundak Rafael dengan semangat. “Aku rasa kita memang sudah terlalu lama bersembunyi dalam bayang-bayang ketakutan. Mungkin ini bisa menjadi malam di mana kita melupakan sejenak semua masalah.”
Rafael mendengus pelan, tetapi dia tahu ada benarnya. Terlalu banyak darah yang telah tertumpah, terlalu banyak penderitaan yang mereka saksikan. Jika ada sedikit kesempatan untuk menikmati sesuatu yang lebih ringan, maka tidak ada salahnya untuk mengambilnya.
Mereka bertiga akhirnya melangkah ke tengah keramaian. Beberapa warga yang mengenali mereka dari rumah Pak Darius langsung menyambut Rafael, Liana dan luca dengan ramah, lalu menawarkan minuman manis dari buah-buahan setempat serta makanan yang harum menggoda. Liana terlihat lebih ceria dari biasanya, meskipun bayangan duka masih samar-samar tampak di matanya.
Saat musik mulai dimainkan, beberapa warga mulai menari dalam lingkaran besar. Liana terlihat tertawa kecil melihat tingkah laku anak-anak yang mencoba mengikuti langkah orang dewasa.
“Sepertinya menyenangkan,” katanya sambil melirik Rafael.
Rafael mengangkat alis. “Aku tidak tahu bagaimana cara menari.”
Liana tersenyum menantang. “Bagaimana kalau kita belajar?”
Sebelum Rafael sempat menolak, Liana sudah menarik tangannya dan membawanya ke tengah lingkaran. Langkah awalnya canggung, tetapi dengan cepat, tubuhnya mulai mengikuti irama yang mengalun lembut. Rafael, yang pada awalnya enggan, akhirnya menyerah pada tawa Liana dan membiarkan dirinya larut dalam momen itu.
Luca yang melihat keduanya hanya bisa menggeleng pelan, terkekeh sebelum menerima ajakan seorang gadis desa untuk ikut menari. Malam itu, meskipun sesaat, mereka bisa merasakan bagaimana rasanya hidup tanpa ancaman atau bahaya.
Saat musik melambat, Rafael dan Liana masih berada di tengah lingkaran, saling menatap. Cahaya lentera yang berpendar menciptakan bayangan lembut di wajah Liana, membuatnya terlihat lebih cantik dari sebelumnya.
“Kau tahu,” Rafael berbisik, “ini pertama kalinya aku merasa... bebas.”
Liana tersenyum, tetapi ada kesedihan yang samar di matanya. “Kita belum benar-benar bebas, Rafael. Masih ada banyak hal yang harus kita lakukan.”
“Tapi setidaknya, malam ini, kita bisa berpura-pura sejenak,” gumam Rafael sambil menggenggam tangan Liana lebih erat.
Detik-detik itu terasa begitu intim, seolah dunia di sekitar mereka menghilang. Kata kata Rafael yang biasa namun tersirat penuh makna,membuat Liana yakin bahwa di depan sana masih ada kebahagiaan untuk mereka.