Setelah mengorbankan dirinya demi melindungi benua Tianlong, Wusheng, Sang Dewa Beladiri, seharusnya telah tiada. Namun, takdir berkata lain—ia terlahir kembali di masa depan, dalam tubuh seorang bocah lemah yang dianggap tak berbakat dalam seni bela diri.
Di era ini, Wusheng dikenang sebagai pahlawan, tetapi ajarannya telah diselewengkan oleh murid-muridnya sendiri, menciptakan dunia yang jauh dari apa yang ia perjuangkan. Dengan tubuh barunya dan kekuatannya yang tersegel, ia harus menemukan jalannya kembali ke puncak, memperbaiki warisan yang telah ternoda, dan menghadapi murid-murid yang kini menjadi penguasa dunia.
Bisakah Dewa Beladiri yang jatuh sekali lagi menaklukkan takdir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12 Mempermalukan Guru Ye Jiang di Depan Semua Murid
Wu Shen tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa yang berbicara. Mereka adalah murid-murid Sekte Phoenix yang sejak awal memandang rendah dirinya.
Tatapan tajamnya menyapu mereka dalam sekejap. Mata Wu Shen yang penuh tekanan membungkam mereka tanpa perlu sepatah kata pun. Seakan-akan hawa dingin menyelimuti udara di sekitar mereka.
Murid-murid itu bergidik ngeri dan memilih untuk segera pergi. Entah kenapa mereka takut jika Wu Shen benar-benar akan melakukan sesuatu.
Wu Shen menarik napas dalam. Dulu, saat berada di masa kejayaannya, sedikit gosip saja yang terdengar akan langsung dia hancurkan dengan tinjunya.
Namun, sekarang berbeda, dia memiliki keluarga yang harus dia jaga.
'Aku harus membuat tubuh ini lebih kuat agar tidak ada yang bisa meremehkanku lagi. Dan orang yang bernama Mu Xie... dia akan menghadapi kehancuran tidak lama lagi.' ucap Wu Shen dalam hatinya.
Darahnya mendidih sementara tatapannya menajam ketika mengingat bocah yang bernama Mu Xie. Dia adalah orang yang selalu menghajar Wu Shen yang asli bahkan sampai membuatnya kehilangan nyawa sebelum membuang tubuhnya di Hutan Bayangan.
...
Wu Shen berjalan tanpa arah, hingga akhirnya langkahnya terhenti ketika mendengar suara penuh semangat yang bergemuruh.
Lapangan latihan Sekte Phoenix telah ramai oleh para murid yang berkumpul untuk berlatih bela diri. Suara teriakan dan hentakan kaki menggema di udara, menciptakan irama yang menunjukkan kedisiplinan.
Kelompok murid dengan ranah Murid Beladiri sedang melakukan latihan dasar. Mereka berdiri dalam barisan rapi, mengikuti perintah instruktur dengan penuh semangat.
"Satu!"
Serentak, semua murid memasang kuda-kuda, kaki mereka menekuk dengan mantap, memperkuat fondasi mereka.
"Dua!"
Murid-murid itu melancarkan tinju dengan tangan kanan mereka, serangan yang tajam dan penuh tenaga. Gerakan mereka nyaris serempak, meskipun beberapa di antara mereka masih terlihat goyah dalam keseimbangan.
Latihan berlanjut dengan berbagai gerakan dasar, dari pukulan, tangkisan, hingga tendangan yang dieksekusi dengan irama yang teratur. Suara dentuman kaki menghantam tanah, napas yang memburu, dan teriakan semangat memenuhi udara.
Di tengah lapangan, seorang pria bertubuh kekar dengan rambut pendek dan brewok tipis berjalan mengawasi murid-murid dengan mata tajam. Ye Jiang, salah satu instruktur utama di Sekte Phoenix, terkenal dengan ketegasan dan kerasnya metode pelatihannya.
Tanpa ragu, ia menghampiri seorang murid yang kuda-kudanya tidak benar dan dengan cepat menghantam punggungnya dengan telapak tangan yang kuat.
"Tulangmu lembek seperti bubur! Jika kau berdiri seperti itu saat bertarung, kau akan mati dalam hitungan detik!" bentaknya.
Murid itu menggertakkan giginya, menahan sakit, dan segera memperbaiki posisinya.
Ketika Ye Jiang melanjutkan pengawasannya, matanya menangkap sosok Wu Shen yang berdiri di kejauhan. Dengan ekspresi penuh otoritas, ia melangkah mendekat dan berseru lantang, suaranya bergema di seluruh lapangan.
"Wu Shen! Kemana saja kau kemarin? Kau pikir tempat ini seperti rumah bordil yang bisa kau datangi sesukamu?!" bentak Ye Jiang dengan nada mengejek.
Beberapa murid menahan tawa, sementara yang lain hanya menunduk, tidak ingin menjadi sasaran amarah Ye Jiang. Namun, Wu Shen tetap berdiri tegak, wajahnya tanpa ekspresi.
Wu Shen melangkah ke dalam barisan latihan dengan ekspresi tenang, meskipun dirinya telah menjadi pusat perhatian.
"Maaf, aku lupa meminta izin padamu, Guru Ye," balas Wu Shen dengan suara santai, seolah-olah ejekan tadi tidak berarti apa-apa.
Mata Ye Jiang menyipit, nadanya semakin tajam. "Kurang ajar! Jangan berpikir karena kau adalah cucu Patriak, kau bisa berbicara seenaknya! Cepat siapkan kuda-kudamu!"
"Tentu saja," jawab Wu Shen dengan senyum tipis, lalu memasang kuda-kudanya dengan mantap.
Namun, baru saja ia menekuk kakinya dalam posisi yang sempurna, sebuah hantaman keras mendarat di punggungnya. Ye Jiang menepuknya dengan kasar hingga Wu Shen sedikit terdorong ke depan.
"Bodoh! Kuda-kudamu salah! Apa kau tidak tahu dasar bela diri?!" bentak Ye Jiang dengan suara menggema.
Wu Shen mengeraskan rahangnya, menahan napasnya agar tidak menunjukkan ekspresi kesal. Dia tahu bahwa kuda-kudanya sudah benar. Guru lain pun tidak akan menemukan kesalahan dalam posisinya, tetapi Ye Jiang sengaja mencari-cari celah untuk merendahkannya.
Murid-murid lain mulai berbisik, beberapa tertawa kecil melihat Wu Shen dipermalukan di depan umum. Ye Jiang hanya menyeringai puas, seakan menikmati penderitaan Wu Shen.
Wu Shen mengangkat kepalanya perlahan dan menatap lurus ke mata Ye Jiang. Tatapan itu dingin dan tajam, penuh ketenangan yang justru membuat Ye Jiang merasa sedikit terganggu.
"Guru Ye, jika kuda-kudaku salah, mungkin Anda bisa memberikan contoh yang lebih baik?" tantang Wu Shen dengan nada lembut, namun penuh sindiran.
Ye Jiang sedikit tertegun melihat keberanian Wu Shen. Anak yang selama ini dikenal sebagai pecundang dan tidak berani menatap lawan bicaranya, kini berdiri dengan percaya diri dan menantangnya secara langsung.
Mata para murid yang tertuju pada mereka membuat Ye Jiang merasa terdorong untuk membuktikan otoritasnya. Dengan suara keras, ia berkata, "Tentu saja! Lihat baik-baik bagaimana kuda-kuda yang benar, bocah bodoh!"
Ye Jiang mengambil posisi di depan Wu Shen, menekuk lututnya dengan stabil, menegangkan otot-ototnya, dan memasang kuda-kuda yang terlihat kokoh dan mantap.
Namun, tepat saat ia dalam posisi itu—
BUGH!
Wu Shen dengan cepat melayangkan tendangan ke punggung Ye Jiang tanpa peringatan sedikit pun.
Tubuh Ye Jiang terdorong ke depan dengan keras. Ia tidak sempat menahan keseimbangannya dan langsung jatuh tersungkur ke tanah, menimbulkan debu yang berhamburan.
Seluruh lapangan mendadak hening.
Para murid yang sebelumnya menertawakan Wu Shen kini terbelalak, tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka saksikan. Tidak ada seorang pun yang berani menyentuh Ye Jiang, apalagi mempermalukannya di depan umum. Namun, Wu Shen baru saja melakukan hal itu dengan begitu santainya.
Ye Jiang merasakan wajahnya memanas, bukan karena sakit, melainkan karena amarah dan rasa malu yang luar biasa. Ia segera bangkit, matanya menyala dengan kemarahan yang membara.
"Kau...!" Suaranya bergetar menahan emosi. Aura membunuh mulai menyelimuti sekitarnya, membuat beberapa murid tanpa sadar menelan ludah.
Namun, sebelum Ye Jiang bisa bertindak lebih jauh, Wu Shen berbicara dengan nada yang tetap tenang namun penuh ejekan terselubung.
"Guru Ye," katanya pelan, "sepertinya kuda-kuda Anda salah. Jika kuda-kuda itu benar, maka tidak mungkin Anda bisa tersungkur hanya karena tendangan dari seorang murid beladiri, bukan?"
Ye Jiang membeku. Kata-kata Wu Shen seperti belati yang menusuk langsung ke egonya.
Beberapa murid yang sebelumnya tidak berani tertawa kini mulai menutup mulut, menahan diri agar tidak tertawa terbahak-bahak. Mereka menyadari bahwa Wu Shen baru saja membalikkan keadaan dan mempermalukan Ye Jiang dengan cara yang sangat halus namun menyakitkan.