Permainan anak kecil yang berujung menjadi malapetaka bagi semua murid kelas 12 Ips 4 SMA Negeri Bhina Bhakti.
Seiring laporan dari beberapa orang tua murid mengenai anaknya yang sudah berhari-hari tidak pulang ke rumah. Polisi dan tim forensik langsung bergegas untuk mencari tahu, tidak ada jejak sama sekali mengenai menghilangnya para murid kelas 12 yang berjumlah 32 siswa itu.
Hingga dua minggu setelah laporan menghilangnya mereka tersebar, tim investigasi mendapat clue mengenai menghilangnya para siswa itu.
"Sstt... jangan katakan tidak jika kamu ingin hidup, dan ikuti saja perintah Simon."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cakefavo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
- Liar Game
Saat jam menunjukan pukul 10 pagi, Yahezkael sedang memasak air panas di kantin untuk membuat mie intan, dia melirik kearah teman-temannya yang sedang makan di bangku kantin sambil berbincang-bincang ringan, tiba-tiba dia mengerutkan keningnya saat mendengar suara oven yang berbunyi, siapa yang telah menyalakan oven tersebut, pikirnya.
"Mason sama si San kemana dah, gue gak ngeliat dia dari tadi pagi." ucap Reygan membuka suara sambil menikmati cemilannya.
"Ah mereka lagi di toilet kali," jawab Alin.
Yahezkael menghela nafas, dia pun melirik kearah kaca oven yang bewarna hitam sehingga sulit baginya untuk menebak apa yang berada di dalamnya, dia pun kembali melirik kearah teman-temannya yang masih asik berbincang.
"Ada yang lagi panasin makanan atau apa gitu?" tanya Yahezkael.
"Gak ada," jawab Kanin.
Yahezkael sekali lagi menghela nafas pelan dan segera mendekati oven yang berada tidak jauh darinya, dia pun langsung membuka pintu kaca oven tersebut.
"Sialan!" umpat Yahezkael yang langsung mundur beberapa langkah, perhatian teman-temannya kini tertuju kepadanya, lantas beberapa detik kemudian mereka pun mulai mendekati Yahezkael.
Mereka terkejut saat melihat kepala Mason dan beberapa potongan tangannya yang berada di dalam oven, begitu mengerikannya kondisi laki-laki itu, dengan kulitnya yang sudah mengering dan melepuh serta telah berubah warna menjadi sedikit kemerahan dan juga kecoklatan. Axel yang menyaksikan itu langsung meringis, sedangkan yang lainnya memalingkan wajah karena tidak berani menatapnya lama-lama.
Campuran antara kaget dan marah terlihat di wajah mereka, pikiran mereka masih berjuang untuk mencerna sepenuhnya apa yang baru saja terjadi. Realitas situasi perlahan-lahan mulai mereka sadari, dan bebannya menggantung di udara seperti kabut tebal yang menyesakkan.
"Ini gak adil banget," gumam Alin dengan suara yang rendah dan parau, matanya terlihat lelah dan lingkaran hitam ada di bawah kelopak matanya, mereka melihat Mason dengan ekspresi wajah penuh keputusasaan dan juga kengerian. Seolah-olah ingin semuanya berakhir dengan cepat, mereka tidak sanggup lagi untuk melihat kepergian teman-teman sekelasnya seperti ini.
"San keluar dari permainan."
Rean yang saat itu masih tertidur di kelas langsung terbangun karena suara perempuan itu yang terdengar di speaker kelas, dia melihat teman-temannya yang masih terlihat linglung dan belum sepenuhnya menyadari informasi yang di sampaikan oleh Simon.
"San!" teriakan Hanni seketika membuat Rean tersadar, dia pun segera bangkit dan langsung berlari keluar dari kelas.
Michael yang juga terbangun melihat bagaimana Rean terburu-buru keluar kelas, ia menghela nafas dan segera bangkit untuk mengusul Rean, diikuti oleh teman-temannya yang lain.
Rean menuruni tangga dengan begitu tergesa-gesa, jantungnya berdebar kencang dengan keringat yang membasahi seluruh wajahnya begitu bayangan San yang mengakhiri hidupnya sendiri terekam di dalam otaknya, dia pun mengumpati dirinya sendiri.
"Itu San!" kata Yaksa sambil menunjuk kearah pohon beringin, mereka pun melihat tubuh San yang tergantung di batang pohon yang kokoh dengan tali stretching yang melilit lehernya, Rean yang melihat Yaksa dari lantai satu pun segera berlari kearah yang di tunjuk oleh laki-laki itu, di susul oleh yang lainnya.
Entah bagaimana San bisa berakhir disana, Rean mengepalkan telapak tangannya dengan kedua mata yang berkaca-kaca, dia pun terjatuh ke tanah dengan pandangan yang tidak pernah lepas dari tubuh San.
Yahezkael dan Reygan yang mendengar informasi jika San keluar dari permainan dengan terburu-buru pergi meninggalkan kantin, kini mereka berdua tengah menangisi kedua sahabatnya yang telah meninggal secara tidak adil, Michael mengalihkan pandangannya dan mencoba untuk mengatur nafasnya sendiri.
"Dosa apa yang mereka lakuin sampe mereka nanggung semua ini," gumam Kanin sambil menyeka air matanya.
"Let's play a game called Simon says."
Denzzel dan Michael saling berpandangan saat suara perempuan itu kembali terdengar, yang lainnya kembali waspada saat menunggu permainan apa yang akan mereka mainkan hari ini.
"Simon says, berkumpul di lapangan dan memainkan permainan pembohong."
Mereka terdiam, bingung dengan perintah Simon, Hannah dan juga Vino pun segera pergi menuju lapangan basket, kemudian di ikuti oleh yang lainnya.
"Permainan pembohong akan di lakukan dalam 10 menit, jika peserta mendapatkan pertanyaan dari Simon dan menjawab pertanyaan tersebut dengan kebohongan, maka peserta akan di eksekusi."
"Peserta hanya memiliki waktu satu menit untuk menjawab pertanyaan Simon, dan tidak boleh melebihi waktu yang telah di tetapkan."
Mereka kini sudah berkumpul di tengah lapangan basket, berdiri melingkar. Mereka saling berpandangan dengan jantung yang berdebar karena antisipasi, Denzzel menggenggam tangan Michael untuk menenangkan gadis itu.
"Disini kita cuman harus ngejawab dengan jujur, gak boleh bohong." ucap Axel sekali lagi untuk mengingatkan teman-temannya.
Tak lama, suara mikrofon kembali terdengar, di susul oleh suara perempuan misterius itu. "Hannah, siapa saja peserta yang anda benci disini?" tanyanya.
Hannah yang mendengarnya lantas terkekeh pelan, tatapannya mengandung ejekan saat menatap Michael, dia pun melipat kedua tangannya.
"Wah sial, ada banyak yang gue benci disini, tapi kalau boleh jujur gue lebih benci sama Michael," tekannya.
Terjadi keheningan untuk beberapa detik saat semuanya menatap Hannah, hingga suara perempuan itu kembali terdengar, Rean yang berdiri di samping Michael pun mengumpat pelan.
"Bangsat... bahkan jasad temen gue aja belum di urusin!"
"Hanni, apa saja rahasia yang anda sembunyikan kepada orang-orang terdekat anda?"
Hanni mengepalkan telapak tangannya, dia melirik kearah Michael dengan perasaan yang bimbang karena takut akan membuat Michael kecewa kepadanya. Detik demi detik berlalu, Hanni masih saja tidak berbicara, membuat yang lainnya cemas, terutama Michael.
"Han, lu mau mati atau gimana? cepet jawab!" tegur Naira.
Denzzel memperhatikan jam di pergelangan tangannya, 30 detik telah berlalu dan Hanni tidak kunjung berbicara juga, gadis itu hanya berdiam diri sambil menatap Michael.
"Hanni!" panggil Michael meninggikan suaranya, ia tidak ingin terjadi apa-apa dengan sahabatnya itu.
"Gue ngerahasiain fakta kalau bokapnya Michael selingkuh sama nyokap gue!" katanya sambil memejamkan mata, gadis itu semakin mengepalkan telapak tangannya erat, sedangkan Hannah yang berdiri tidak jauh darinya langsung tersenyum licik, seolah-olah dia menikmati situasi sekarang.
Denzzel melebarkan matanya, dia langsung menatap sahabatnya yang kini sedang terdiam membisu, pengakuan Hanni saat itu membuat Michael merasakan sakit, entah kenapa dadanya terasa sesak saat matanya mulai berkaca-kaca, Denzzel mengusapkan ibu jarinya di punggung tangan Michael.
"Chaiden, apa ketakutan terbesar yang anda miliki?"
Chaiden terdiam sejenak, ia pun akhirnya menghembuskan nafas dan menundukan kepalanya. "Belajar," jawab laki-laki itu dengan suara yang rendah, kini semua mata tertuju kepadanya.
"Di luar gue di serang, di rumah juga gue lebih di serang. Yang gue anggap sebagai keluarga gue, yang katanya semuanya demi gue, mereka ngatur hidup gue sendiri, ngatur masa depan gue dan ngerendahin gue seolah-olah gue bodoh kalau mereka gak campur tangan sama urusan hidup gue."
Yaksa yang berdiri di samping Chaiden lantas menepuk-nepuk bahunya, dia tidak tahu jika Chaiden mengalami itu semua, apalagi mereka sangat tahu jika Chaiden berusaha dengan sangat keras untuk mendapatkan nilai yang bagus.
"Shaerin, apa kejadian terburuk yang pernah terjadi di hidup anda?"
Shaerin mengatupkan rahangnya, dia menatap satu per satu teman sekelasnya, merasa malu untuk mengakui rahasia yang selama ini dia simpan, tapi rasa takut mengalahi semuanya, Shaerin pun menghembuskan nafasnya terlebih dahulu lalu berbicara dengan suara yang pelan.
"Keperawanan gue udah di renggut sama bokap tiri gue, Joshua udah tau semuanya dan memilih buat diem. Walaupun dia tahu, dia tetep mencintai gue dengan begitu hebatnya, gue..." Shaerin menundukan kepalanya saat dia tidak bisa melanjutkan kata-katanya, Alin segera memeluk Shaerin dari samping.
Sedangkan teman-temannya langsung terkejut, tidak percaya dengan ungkapan Shaerin saat itu, gadis itu telah menyimpannya sendirian, dan hebatnya mereka tidak tahu dengan penderitaan yang di alami oleh Shaerin karena gadis itu selalu ceria saat berada di sekolah.