NovelToon NovelToon
Istri Yang Tak Di Anggap

Istri Yang Tak Di Anggap

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Penyesalan Suami
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: laras noviyanti

Candra seorang istri yang penurunan tapi selama menjalani pernikahannya dengan Arman.

Tak sekali pun Arman menganggap nya ada, Bahkan Candra mengetahui jika Arman tak pernah mencintainya.

Lalu untuk apa Arman menikahinya ..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon laras noviyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 13

Arman membuka matanya, cahaya pagi menyelinap melalui tirai. Kain satin di sekelilingnya terasa aneh; ia berusaha mengingat malam sebelumnya. Desiran yang masih menyentuh kulitnya mengingatkan akan betapa mudahnya semua ini terjadi. Suara riuh musik dan tawa masih terngiang di telinganya.

Lia, yang terkulai di sampingnya, menggerakkan tubuh. Ia menarik napas panjang, lalu tersenyum. "Pagi, tidur panjang."

Arman mengerjap, berusaha menata pikirannya. "Berapa lama kita di sini?"

Lia mengangkat bahu, matanya bersinar ceria. "Cukup lama untuk menikmati malam yang seru. Santai, kamu tidak perlu memikirkan itu."

"Tapi... kita tidak menggunakan perlindungan," ucapnya, nada bersalah mengusik suasana.

Lia tertawa ringan. "Nah, risiko itu akan kita tanggung jika kamu menginginkan lebih."

Arman menggaruk tengkuknya, bingung. "Aku hanya... tidak ingin ada masalah."

"Siapa yang ingin masalah? Kita hanya bersenang-senang," jawab Lia sambil duduk, rambutnya jatuh menutupi sebagian wajah. "Jangan terlalu serius."

Kepala Arman berdenyut. "Menurutmu Candra tahu?"

"Ah!" Lia bersikap acuh tak acuh, melambaikan tangannya. "Kau sudah bercerai, kan? Apa yang harus dipikirkan?"

Arman menatap langit-langit dengan keraguan. "Aku harusnya memberitahunya."

Lia mendekat, menaruh tangan di dada Arman. "Dengarkan aku. Bekerja keras membuktikan apa? Hidupmu tidak pernah menyenangkan. Sekarang kamu punya kesempatan untuk melepaskan beban itu."

Arman menghela napas, merasa terjepit di antara keortodoksan dan kebebasan. "Tapi, ada tanggung jawab."

"Biarkan semua itu pergi." Lia tersenyum, membuat hatinya bergetar. "Bagaimana jika kita pergi ke pantai? Bersenang-senang lagi!"

Pantai? Arman mengingat sore-sore yang cerah, saat laut berwarna biru jernih. "Aku tidak bisa."

"Jangan bilang tidak," Lia merapatkan dirinya, "Ayo kita buat kenangan yang lebih indah dari itu."

"Ini bukan seperti di film. Hidup tidak berjalan seperti itu." Arman sadar benar, langkah kakinya terasa berat.

"Bisa saja!" Lia menariknya lebih dekat. "Kau hanya butuh keinginanku. Kalau kita tidak mencobanya, kita tidak pernah tahu."

"Baiklah, mungkin sekali." Arman tak yakin dengan keputusan ini, tapi entah mengapa, sorot mata Lia menariknya.

Senyum Lia makin lebar. "Aku tunggu surat kabar tentang keputusanmu. Bagaimana kalau kita siapkan sarapan?"

"Sarapan?"

Mereka bercanda, menyiapkan kuliner sederhana yang tidak ada keahlian memasak. Beberapa telur dan roti panggang menjadi makanan di meja tidur yang berantakan. Tawa mereka terdengar menyenangkan, meski suara panci beradu membuat suasana agak ricuh.

"Dari mana kau belajar memasak?" tanya Arman sambil menghidangkan makanan.

“Dari Youtube,” jawab Lia sambil berbalik lalu mengaduk telur dengan semangat. “Kamu tidak perlu menjadi chef untuk membuat sarapan.”

“Di rumahku, Candra menyiapkan dengan berbagai cara. Semua terlihat jauh lebih baik,” ucap Arman, nada suaranya meredup.

“Lupakan Candra. Sekarang saatnya untuk menghirup udara segar,” seru Lia sambil mengangkat roti panggang.

Arman mengamati Lia. Semangatnya menghidupkan ruang yang sunyi ini.

“Setiap kali kamu menyebut namanya, wajahmu berubah,” Lia memperhatikan, nada suaranya menggugah. “Ada sesuatu yang terpendam, ya?”

Arman ragu, matanya berkelana menjauh. “Kami sudah bercerai. Tapi aku tidak ingin membahasnya sekarang.”

“Kenapa? Apakah kamu masih mencintainya?” Lia menantang, tatapannya tajam.

“Cinta? Tidak seperti itu,” jawab Arman cepat, tapi suara dalamnya bergetar. “Dia hanya... bagian dari masa laluku.”

“Jadi, letakkan semua itu dan nikmati momen ini,” Lia menyerahkannya semangkuk telur orak-arik. “Aku mempercayai kita bisa mulai dari sini.”

“Mulai dari sini?” Arman mengangkat alis, meragukan akan semua ini.

“Ya, mengapa tidak? Kita membuat kenangan baru, tanpa bayang-bayang masa lalu,” ucap Lia, membiarkan senyumnya menyebar.

“Mungkin,” Arman mengangguk pelan. “Tapi setiap kali aku berada di sini, ada rasa bersalah.”

Lia menggelengkan kepala. “Tidak ada yang salah. Hidupmu adalah milikmu sendiri. Jangan biarkan bayangan orang lain menghalangimu.”

Arman mengalihkan pandangan, berusaha menelan sugesti yang dikeluarkan Lia. Mereka duduk di tepi tempat tidur, makanan tersaji di meja. Suasana nyaman, meski bayang-bayang rasa bersalah kadang mengintip.

“Kita seharusnya ke pantai,” Lia mengalihkan topik, matanya berbinar-binar. “Berenang, bermain pasir. Bayangkan betapa menyenangkannya!”

“Berenang?” Arman terdiam sejenak. Ide itu terasa menarik, namun dindang ragu kembali menggelayut di kepalanya.

“Jangan hanya duduk di sini. Hidup itu untuk dijalani!” Lia bangkit, menarik tangan Arman. “Ayo, kita berangkat!”

Arman diliputi rasa hangat dari wajah Lia. Ada energi yang tak bisa ditolak. “Baiklah... tapi kita mungkin harus berpakaian lebih dulu.”

“Bisa saja, tapi jangan lama-lama,” Lia menjerit kegirangan, berlarian ke sisi lain ruangan sambil memilih baju.

Sebelum mereka bisa berangkat, Arman meraih ponselnya dan membuka aplikasi pesan. Konsultasi singkat dengan teman menyadarkan Arman akan langkah-langkah selanjutnya.

“Siapa yang kau hubungi?” tanya Lia, memperhatikan dari jarak.

“Temanku. Tono” jawab Arman.

1
murni l.toruan
Rumah tangga itu saling komunikasi dua arah, agar tidak ada kesalah pahaman. Kalau hanya nyaman berdiam diri, itu mah patung bergerak alias robot
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!