Gita, putri satu-satunya dari Yuda dan Asih. Hidup enak dan serba ada, ia ingat waktu kecil pernah hidup susah. Entah rezeki dari Tuhan yang luar biasa atau memang pekerjaan Bapaknya yang tidak tidak baik seperti rumor yang dia dengar.
Tiba-tiba Bapak meninggal bahkan kondisinya cukup mengenaskan, banyak gangguan yang dia rasakan setelah itu. Nyawa Ibu dan dirinya pun terancam. Entah perjanjian dan pesugihan apa yang dilakukan oleh Yuda. Dibantu dengan Iqbal dan Dirga, Dita berusaha mengungkap misteri kekayaan keluarganya dan berjuang untuk lepas dari jerat … pesugihan.
======
Khusus pembaca kisah horror. Baca sampai tamat ya dan jangan menumpuk bab
Follow IG : dtyas_dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 ~ Muncul Lagi
Gita dan Ikbal sudah berada di restoran cepat saji, dengan dua menu breakfast. Meski Ikbal lebih cocok dengan menu sederhana seperti nasi pecel atau lontong sayur, tapi rezeki tidak boleh ditolak.
“Jangan cerita, aku habiskan ini dulu. Takutnya n4fsu makanku hilang karena cerita kamu.”
Ikbal menikmati sarapannya dengan lahap, beda dengan Gita yang tidak antusias. Bahkan tidak habis dan dinikmati juga oleh Ikbal, alasannya mubazir.
“Mau cerita apa, kamu lihat pocong?” pertanyaan Ikbal dijawab dengan anggukan kepala, Gita sempat menatap sekeliling, memastikan obrolannya tidak didengar oleh orang lain.
Gita pun menyampaikan sosok yang ia lihat sampai ia pingsan, juga suara yang begitu mirip dengan suara ibunya dari dalam ruang kerja bapak padahal ruangan itu jelas terkunci. Juga teriakan menyebut namanya.
“Sebelumnya aku pernah intip ruangan itu gelap, pas aku sorot malah ada wajah. Wajahnya serem, setengah luka gitu. Apa mungkin wajah pocong yang sama ya?”
Ikbal diam mendengarkan cerita Gita, bahkan saat sudah selesai pun ia masih diam. membuat Gita marah dan menghardiknya.
“Aku harus gimana Git, kamu ‘kan hanya mau cerita ya aku dengarkan.”
“Kasih kesimpulan dong atau bicara menurut pendapatmu, sebenarnya apa yang ada di ruangan itu dan kenapa bisa ada pocong di rumahku.”
“Manalah aku tahu, kalau masalah itu kamu harus tanya paranormal atau kamu cari info tentang ritual pesugihan juga efeknya ke penghuni rumah pelaku pesugihan.”
“Maksud kamu, bapak pake pesugihan?”
“Ya … nggak tahu aku, tapi cari tahu aja dulu. Kalau aku bilang begitu, namanya nuduh karena nggak ada bukti, tapi yang kamu rasakan itu aneh Git. Anehnya di mana kamu analisa sendiri.”
“Nggak guna, malah aku suruh mikir lagi.” Gita mengerucutkan bibirnya, padahal Ikbal tidak ingin membuat Gita tersugesti kalau memang bapaknya melakukan hal yang belum pasti, meski kemungkinan itu ada. Apalagi gangguan dan keanehan yang dialami dan larangan yang diterapkan oleh Yuda sejak Gita kecil.
“Tugas kuliah aku gimana, minggu depan harus dikumpulkan.”
Ikbal mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi seseorang.
“Halo, mas. Sibuk nggak?”
“Nggak juga sih, kenapa?”
“Aku ke tempatmu ya, bareng adikku. Masalah tugas itu Mas, mumet ndasku. Ngerengek terus dia.”
“Apaan sih,” keluh Gita diiringi pukulan di lengan Ikbal.
“Datanglah, aku share loc.”
Panggilan berakhir, ada pesan masuk share lokasi yang akan mereka tuju.
“Ayo,” ajak Ikbal.
“Kemana?”
“Katanya mau kerjakan tugas, aku nggak bisa bantu kamu. Tugas ku sendiri sudah banyak. Ayo,” ajaknya lagi.
Dalam perjalanan, Ikbal menjelaskan singkat siapa Dirga yang akan mereka temui.
“Jadi jangan aneh-aneh, dia orang bisa. Tampang judes dan galak kamu ke aku nggak usah ditunjukin yang ada dia malas bantu kamu.”
“Joki ‘kan dapat uang, masa nggak mau bantu kalau ada timbal balik.”
“Dapat uang, kalau kliennya nyebelin mana dia mau.”
“Aku menyebalkan?”
“Mbuh,” sahut Ikbal.
***
Dirga meletakan ponselnya dan gegas mandi. Ada yang ingin bertemu, tidak elok kalau dia masih dengan tampang baru bangun tidur dan agak berantakan, meski tetap percaya diri kalau ketampanannya tidak pudar meski tidak mandi.
Sudah lulus kuliah dua tahun yang lalu dan freelance di sebuah software house, juga menerima project apa saja selama tidak mengikatnya. Joki skripsi dan tugas akhir pun masih ia terima kalau tidak banyak project dan saat ini ia tidak terlalu sibuk, jadi terima saja tawaran yang datang.
Setelah mandi ada panggilan telepon, rupanya dari rekanan yang memberikan proyek. Ada masalah dengan sistem mereka, Dirga diminta mengecek dari jauh. Sudah manteng di depan laptop dengan kacamatanya. Seakan lupa kalau akan ada yang datang, karena fokus dengan laptopnya.
“Dirga,” panggil seseorang sambil membuka pintu kamar. “Ada yang cari kamu di bawah. Cantik lo, gebetan baru ya.”
“Cantik?” tanya Dirga sambil mengakhiri apa yang dikerjakan lalu melepas kacamatanya. “Aku nunggu orang, tapi laki-laki.”
“Iya laki-laki, tapi ada perempuan juga. Kenalin ya.”
Dirga menuruni anak tangga menuju parkiran, dahinya mengernyit memastikan orang yang mencarinya.
“Mas Dirga, aku Ikbal.” Ikbal menjabat tangan Dirga. “Kita pernah bertemu di acara mapala dan mas juga pernah isi acara di kampus.”
“Oh iya,” sahut Dirga meski tidak hafal.
“Ini adikku Gita.”
“Gita, Mas,” ucap Gita bersalaman dengan Dirga.
“Dirga,” sahut Dirga lalu menatap bergantian Ikbal dan Gita. Ada yang aneh, mereka adik kakak tapi seumuran, kembar juga tidak mungkin.
“Adik sepupu, bukan adik kandung,” jelas Ikbal sambil nyengir.
“Owh, pantes. Ada yang bisa gue bantu?” tanya Dirga dan Gita tidak aneh dengan logat bicara pria itu, karena Ikbal menjelaskan kalau Dirga adalah pendatang. Mungkin asli dari Jakarta atau jawa barat.
“Ada mas, sana bilang minta bantuan apa,” sahut Ikbal.
Gita menyampaikan bantuan yang dia butuhkan, tugas kuliah yang menurutnya cukup sulit dan sudah menyerah. Bisa saja ia kerjakan seadanya, tapi pikirannya sedang tidak fokus bukannya selesai yang ada malah terbengkalai.
“Gampang itu, kirim aja kerangka tugasnya. Kapan date line?”
“Minggu depan, tapi sebelum itu harus sudah selesai biar aku pelajari dulu. Nanti kalau dosen tanya-tanya, aku bisa jawab.”
“Oke, kirim aja ke gue. Nanti gue kabarin kalau udah beres.” Dirga menatap Gita saat mereka berbincang, mengakui kalau perempuan ini memang cantik seperti yang dikatakan oleh tetangga kamarnya. Namun, ada aura negatif yang mengikuti bukan dari dalam tubuhnya.
***
Sudah lewat dari jam tidurnya, tapi Gita masih menatap layar laptop. Sejak makan malam dan menunaikan ibadah empat rakaat ia masih asyik berselancar di dunia maya. Bukan media sosial, tapi pencarian informasi mengenai pesugihan.
Ritual yang dianggap bisa mendatangkan keinginan secara instan jelas perbuatan menyekutukan Tuhan. Tidak jarang akan mengorbankan keluarga sebagai tumbal dan akan sulit dari jerat pesugihan. Dahi Gita mengernyit membaca jenis pesugihan dan ritual yang dilakukan, meski tidak ada yang mirip dengan kejadian dan keanehan di rumahnya, tapi kemungkinan rumah itu memang melakukan ritual menyembah selain Tuhan.
“Hah.” Gita terkejut dengan getaran ponsel saat dia fokus. Ternyata pesan dari Dirga, isinya menyampaikan kalau tugas kuliah miliknya sudah selesai.
[Oke, aku ambil besok, mas]
Balas Gita.
Ternyata berselancar di dunia maya bisa membuatnya lupa waktu, sudah hampir tengah malam dan Gita masih memaksakan matanya mencari informasi lain tentang pesugihan juga cara untuk mengakhirinya. Kalau benar Yuda melakukan pesugihan, ia harus siap dan berusaha mengakhiri itu.
Tok tok tok
Gita menoleh, terdengar ketukan di jendela kamarnya. Tidak ada suara, ia pun lanjut lagi menatap layar laptop.
Tok tok tok
Terdengar lagi ketukan di jendela, bahkan terdengar lagi. Perlahan ia beranjak dan melangkah menuju jendela kamar. Apa mungkin Ikbal, atau tetangga kamarnya.
“Siapa?” tanya Gita.
Tidak ada sahutan hanya ketukan lagi di jendela. Ia pun membuka gorden, penasaran siapa yang mengganggunya malam begini.
Srek.
Tok tok tok
Tubuh Gita seakan membeku bahkan mulutnya ternganga, tapi tidak bisa bersuara melihat sosok yang di depan jendela kamarnya. Mengetuk kaca jendela dengan menjedotkan keningnya karena tubuhnya masih terikat di kain kafan yang terlihat kotor dan lusuh. Pocong, sosok itu muncul lagi bahkan saat ia jauh dari rumah.