Sherin mempunyai perasaan lebih pada Abimanyu, pria yang di kenalnya sejak masuk kuliah.
Sherin tak pantang menyerah meski Abi sama sekali tidak pernah menganggap Sherin sebagai wanita yang spesial di dalam hidupnya.
Hingga suatu ketika, perjuangan Sherin itu harus terhenti ketika Abi ternyata mencintai sahabat Sherin sendiri, yaitu Ana.
Lalu bagaimana kisah mereka setelah beberapa tahun berlalu, Abi datang lagi dalam kehidupannya sebagai salah satu kreditor di perusahaan Sherin sedangkan Sherin sendiri sudah mempunyai pria lain di hatinya??
Apa masih ada rasa yang tertinggal di hati Sherin untuk Abi??
"Apa sudah tidak ada lagi rasa cinta yang tertinggal di hati mu untuk ku??" Abimanyu...
"Tidak!! Yang ada hanya rasa penyesalan karena pernah mencintaimu" Sherina Mahesa....
Lalu, bagaimana jika Abi baru menyadari perasaanya pada Sherin ketika Sherin bukan lagi wanita yang selalu menatapnya dengan penuh cinta??
Apa Abi akan mendapatkan cinta Sherin lagi??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejadian yang terulang
Semuanya sudah siap di posisinya masing-masing. Berdiri di samping lubang yang telah di siapkan dengan satu batang pohon yang mereka bawa.
"Kita hitung sama-sama ya, SATU.. DUA.. TIGAAAAAA......!!!" Instruksi salah satu pembawa acara.
Sherin tampak tertawa bahagia bersama Nana dan juga Anjas. Dia merasakan keseruan menanam pohon secara serempak seperti itu.
Lain waktu mungkin dia akan mengikuti acara seperti ini lagi. Apalagi kemarin Abi bilang, acara seperti ini di adakan setiap tahun di perusahannya. Mungkin tahun depan Sherin akan ikut lagi.
Tangan Sherin mulai memasukkan tanah ke dalam lubang untuk menutupi akar pohon yang telah ia tanam.
Tanpa merasa jijik sekalipun, dia terus menanam pohonnya sebaik mungkin, agar kelak di masa depan, pohonnya itu bisa berguna untuk tanah di sekitarnya.
"Nona, sebaiknya kita cuci tangan dulu, nanti saya ambilkan air minum. Kelihatannya Nona sudah kehausan" Nana mengajak Sherin ke tempat mencuci tangan.
Mereka berdua sudah tidak melihat Anjas lagi di sana. Entah kemana pria itu pergi, dia seenaknya saja datang dan pergi tanpa suara.
"Tau saja kamu. Walaupun di sini puncak, tapi kalau siang gini mataharinya tetap terik. Cepat haus" Keluh Sherin sambil mengusap keringat di keningnya dengan punggung tangannya karena memang tangannya masih kotor.
Tapi senyum di wajah Sherin langsung padam saat melihat Abi dan Ana juga berada di tempat cuci tangan.
"Hemmmm, malas deh kalau ada ular betina" Bisik Nana.
"Biarkan saja, anggap saja makhluk astral yang tidak terlihat" Balas Sherin membuat Nana tertawa keras yang mengundang perhatian Abi.
Ingin sekali Abi menyapa Sherin, tapi dia tidak ingin mematik keributan di antara Ana dan Sherin. Bisa-bisa Sherin semakin menghindarinya lagi setelah tadi malam hubungan mereka sedikit ada kemajuan.
"Hay Sherin" Sapa Ana ramah. Wanita itu juga menunjukkan senyumnya yang manis. Siapapun yang tak mengenal Ana pasti akan memuji sikapnya saat ini. Tapi tidak dengan Sherin.
Sherin tetap diam seolah tuli, dia malah asik mencuci tangannya di tempat yang berhadapan dengan Ana.
"Sherin, apa kamu ada waktu?? Apa kamu mau makan siang bareng??"
"Cih, dia memang tidak tau malu. Bisa-bisanya dia mengajak makan siang sedangkan hubungan mereka saja tidak baik-baik saja" Batin Nana.
"Sherin?? Apa kamu mendengar ku??"
Abi sudah membaca raut tidak suka dari Sherin, apalagi wanita yang sejak tadi menjadi pusat pikirannya itu hanya diam dan mengacuhkan Ana.
"Sherin, ini minumnya. Gue tau lo haus"
"Thanks Njas" Sherin menerima botol air mineral yang di bawa Anjas. Ternyata pria itu pergi untuk mengambil air minum.
Abi terperangah dengan kedatangan Anjas. Tapi yang lebih membuatnya tak bisa berkata-kata adalah, cara bicara Anjas dengan Sherin yang terdengar begitu santai. Terlebih Sherin juga menanggapinya dengan senyum lebar di bibirnya.
"Apa yang gue lewatkan?? Kenapa Anjas bisa sedekat itu dengan Sherin??" Tangan Abi mengepal dengan kuat.
"Sayang, aku mau minum juga dong" Pinta Ana dengan manja. Suara yang di buat selucu mungkin itu justru terdengar memuakkan di telinga Sherin dan yang lainnya. Bahkan orang-orang di sekitar mereka saja sampai menatap heran pada Ana.
Abi yang memang sedang kesal dengan Anjas dan Sherin memilih pergi mengambil air untuk Ana. Bukan karena dia menuruti permintaan Ana. Tapi lebih memilih untuk menghindar sebentar menetralisir dadanya yang seperti ingin meledak.
"Apa Nona Sherin ini menolak ajakan makan siang ku karena tidak akan kuat melihat kemesraan ku sama Abi??"
"Cih, keluar juga wajah aslinya kalau nggak ada Abi" Sindir Anjas.
"Jadi sekarang, lo jadi sekutu sama dia??" Ana menatap Anjas dan Sherin secara bergantian.
"Gue nggak punya sekutu, tapi yang jelas gue nggak pernah sekubu sama lo!!" Mungkin jika Ana bukan perempuan, tangan Anjas sudah melayang di wajah Ana.
"Sudahlah Njas, tidak usah di ladeni. Kita pergi saja" Sudah Sherin katakan kalau dia tidak mau berurusan dengan Ana lagi.
"Benar, untuk apa kita buang-buang tenaga untuk meladeni wanita bermuka dua ini" Nana tak mau kalah membela Bosnya.
"Jadi lo takut??" Ana justru bergerak mendekati Sherin yang ingin beranjak pergi??"
"Takut??" Ulang Sherin.
"Lo takut kalah sama gue lagi soal Abi kan?? Makanya lo sengaja menghindar dari gue??" Ana tersenyum mengejek pada Sherin.
Sherin hampir tertawa lepas karena pikiran tak berdasar milik Ana itu.
"Untuk apa aku harus iri dengan mu??" Sherin tak sudi menyebut Nama Ana.
"Benarkah?? Bukannya waktu empat tahun lo itu sia-sia karena akhirnya Abi memilih gue?? Dan sekarang lo datang lagi ke Abi. Sengaja menarik ulur dengan kata profesionalitas kerja padahal sudah jelas tujuan awalnya untuk mendekati Abi lagi"
"Tutup mulut berbisa lo itu Ana!! Gue emang nggak salah menilai lo dari awal. Semoga aja mata Abi segera terbuka dan melihat kebusukan lo!!" Anjas malah terpancing amarah lebih dulu.
"Terserah apa katamu. Aku tidak peduli!! Ayo pergi!!" Sherin mengajak Nana dan juga Anjas menjauh dari Ana.
Tapi, Ana sengaja menarik tangan Sherin dengan kencang. Ana yang memang sudah mempersiapkan diri, langsung terjatuh tepat di kubangan air bekas mereka mencuci tangan.
"Akkhhhh..!!" Teriak Ana mengundang perhatian.
Sherin yang langsung menarik tangannya begitu terkejut karena tiba-tiba Ana terjatuh dengan sendirinya.
"Sherin, kalau jamu emang nggak mau makan siang sama aku, nggak papa kok. Tapi kenapa jamu harus dorong aku kaya gini" Ana mendongak dengan mata berkaca-kaca menatap Sherin. Bajunya sudah basah dan kotor terkena air bercampur tanah.
Sherin melihat ke sekitarnya, sekarang dia menjadi pusat perhatian banyak orang. Banyak juga yang mulai berbisik-bisik tentangnya.
Deg...
Mata Sherin bertemu dengan mata Abi yang kini sedang menatapnya dengan dalam. Dia menebak kalau Abi akan membela Ana seperti dulu lagi. Dia yakin sekali kalau Ana melakukan itu semua untuk mempermalukannya juga demi menarik perhatian Abi.
"Apa maksud lo Ana?? Jelas-jelas lo jatuh sendiri!!" Geram Anjas.
"Kamu kalau benci sama aku silahkan Anjas. Tapi jangan pernah membela yang salah!!" Ana yang masih bersimpuh di tanah semakin deras mengeluarkan air mata.
"Dasar wanita licik!!" Nana ingin sekali menyiram Ana dengan air sekalian.
Sherin yang masih terdiam karena matanya terkunci dengan tatapan Abi dari kejauhan, telinganya terasa tuli. Dia tidak mendengar perdebatan Ana dengan Anjas dan Nana.
Pikirannya justru kembali ke lima tahun yang lalu saat Ana melakukan hal yang sama.
Sherin berhasil mendapatkan kesadarannya kembali. Dia memutus kontak mata itu, dia memilih berbalik, kemudian berlari menembus kerumunan orang-orang.
"Sherin!!" Panggil Anjas.
"Awas lo ya!!" Ancam Nana. Lalu pergi mengikuti Anjas mengejar Sherin.
Ternyata Sherin salah, dia kira dia sudah melupakan kejadian itu. Nyatanya, dia hanya menguburnya terlalu dalam di lubuk hatinya.
Bukan karena cintanya pada Abi, tapi bisa kembali merasakan sakit yang sama seperti dulu saat Ana mencoba memfitnahnya.
Sherin terus berlari ke sembarang arah. Menjauh dari kerumunan orang-orang itu. Sherin akan tetap mempertahankan image yang telah dia bagun selama ini, yaitu Sherin yang kuat dan tegas. Makanya ia tidak mau mereka melihat air matanya yang kini mulai berjatuhan.