🌶Boleh Skip Part Boncabe🌶
Niat hati bekerja menjadi guru bimbel untuk menambah pendapatannya, justru Rini berada di situasi rumit yang membuatnya terjebak pada duda dingin yang juga dosen di kampusnya.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
"ingat, pernikahan ini hanya demi Adam. jangan harap ada cinta atau pun hubungan suami istri yang sebenarnya." Kalimat menusuk dari suami yang baru dinikahinya seketika membuatnya kecewa.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Meski tak dianggap bahkan kehadirannya seolah antara ada dan tiada dimata suaminya. Rini terus menjalankan tugasnya sebagai istri, kecuali hubungan ranjang.
Namun di suatu malam,
"Mas... tolong hentikan. Kamu sadar aku siapa?"
Pria itu terus menjamah seluruh tubuh Rini, bahkan semua pakain Rini telah disobek dan dibuang entah kemana.
"Aku tahu kamu istriku sekarang. Lakukan saja kewajibanmu untuk melayaniku" tak ada suara dengan kelembutan.
"Mash..." Rini merasakan sakit saat bagian intinya ditrobos.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ly_Nand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Keputusan Rini
Malam ini Rini sulit memejamkan matanya. Masih terbayang permintaan tante Bella yang diutarakan padanya. Di satu sisi ia tidak tega melihat kondisi Adam, namun di sisi lain ia takut untuk memulai pernikahan tanpa dasar cinta. Pernikahan bukanlah hal yang simple, karena pernikahan bukan sekedar ikatan sesaat melainkan ikatan seumur hidup.
Rini mengubah posisi tidurnya menghadap Adam. Dipandanginya bocah kecil yang sudah mencuri hatinya. Diusapnya dengan lembut pipi yang dulu sering ia jadikan bahan untuk menggoda Adam. Rasanya sesak melihat kondisi Adam saat ini, namun untuk menikah dengan Papanya Adam adalah hal yang berbeda.
Tok Tok Tok
Suara ketukan mengalihkan fokus Rini. Ia berdiri dan bergegas membuka pintu.
"Pak, mengapa anda ada disini? Apa ada yang bapak perlukan?"
"Aku perlu berbicara denganmu. Apa bisa kita bicara sebentar?"
"Bisa, pak. Tapi Adam sedang tidur. Saya takut obrolan kita akan mengganggunya."
"Bagaimana kalau kita mengobrol di ruang tengah?"
"Bagaimana kalau Adam bangun dan mencari saya?"
"Aku akan meminta seseorang menjaga Adam sebentar"
Setelah memastikan seserang telah menjaga Adam, Rini dan Papa Adam lantas berjalan menuju ruang tengah. Mereka duduk berdua, tidak berdampingan namun Rini agak menjauh karena ia masih canggung dengan majikannya itu.
"Ada yang perlu saya bahas dengan kamu."
"Tentang apa, pak?"
"Apa Mama saya sudah menyampaikan sesuatu padamu?"
"Maksud bapak tentang pernikahan?"
"Ya, benar. Bagaimana pendapatmu tentang hal itu?"
"Sejujurnya saya masih bingung, Pak. Saya tidak ada rencana untuk menikah waktu dekat ini, saya masih ingin menyelesaikan kuliah kemudian kerja untuk membantu paman dan bibi yang sudah merawat saya dari kecil. Walau mereka tidak pernah meminta saya untuk balas budi, tapi saya yang tidak enak sendiri, Pak. Tapi..." Rini sedikit menjeda kalimatnya, sementar Papa Adam menunggu Rini untuk menyelesaikan kalimatnya.
"Tapi melihat kondisi Adam yang seperti ini, saya merasa saya egois bila memikirkan diri sendiri. Tapi saya juga takut mengambil keputusan yang salah. Untuk itu saya juga sudah menelfon paman di kampung, karena bagaimanapun mereka wali saya."
"Terimakasih karena sudah begitu peduli dengan Adam. Tapi bagaimana pendapat Pamanmu terkait ini?"
"Paman menyerahkan keputusan kepada saya. Beliau hanya bilang untuk memikirkan baik-baik sebelum mengambil keputusan, karena dampak dari keputusan itu nantinya saya sendiri yang akan merasakannya."
"Bagaimana dengan pendapatmu sendiri?"
"Saya masih bimbang, Pak. Tapi, apa saya boleh tahu pendapat anda tentang ini?"
"Sama seperti kamu, Saya tidak begitu mengenalmu dan tidak ada perasaan cinta diantara kita, jadi bagaimana kita menikah. Itu yang ada dipikiran saya. Tapi melihat bagaimana Adam sangat membutuhkanmu, saya juga berfikir bahwa saya terlalu egois karena hanya mementingkan diri sendiri."
Mereka saling diam karena sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Rin, bagaimana kalau kita bicarakan ini pada Adam?"
"Maksudnya, Pak"
"Kita sama-sama bimbang, tapi kita punya tujuan yang sama, Adam." Papa Adam sedikit menghembuskan nafasnya "Bagaimana kalau kita tanyakan pada Adam, bila Adam menghendaki maka kita menikah, namun bila Adam menolak maka kita tidak perlu menikah."
"M... Baiklah, kapan kita bicara pada Adam?"
"Besok pagi"
...****************...
Pagi itu seperti rencana yang telah disepakati semalam antara Rini dan Papa Adam, maka kini mereka telah duduk bersama untuk berbicara dengan Adam di kamarnya.
"Adam... Boleh Papa berdiskusi dengan Adam?"
Adam tak menjawab, namun dari sorot matanya ia mau mendengarkan apa yang Papanya sampaikan.
"Adam sayang kak Rini?"
Adam mengangguk.
"Adam ingin selalu bersama kak Rini?"
Lagi-lagi Adam mengangguk.
"Bagaimana bila suatu saat Kak Rini harus pergi untuk kembali ke keluarganya?"
Pertanyaan kali ini menimbulkan respon berbeda. Adam memeluk Rini yang duduk disampingnya, pelukan itu sangat erat membuat Rini semakin merasakan bagaimana Adam sangat takut bila ia pergi.
"Adam harus tenang... Kak Rini masih disini." Rini berusaha menenangkan Adam "Coba didengarkan dulu apa yang mau Papa sampaikan pada Adam. Adam mau kan?"
Pelukan Adam semakin mengendur dan Rini memberikan kenyamanan pada Adam agar ia bisa kembali berkomunikasi dengan Papanya.
"Adam... Kak Rini bukan keluarga Adam, Kalau Adam ingin Kak Rini disini terus artinya kak Rini harus menjadi keluarga Adam. Kalau Kak Rini menjadi Mama Adam apa Adam mau?"
Adam menoleh dan memandang Rini namun kemudian kembali melihat Papanya yang duduk dihadapannya.
"Papa..."
Panggilan Adam sontak membuat papanya kaget dan terharu. Sudah berhari-hari ia merindukan panggilan dari bibir putranya.
"Iya, anak Papa. Katakan apa yang Adam mau."
"Kalau kak Rini jadi Mama Adam, Apa kak Rini akan pergi dan tidak mau bertemu Adam seperti Mama Adam?"
"Adam..." Rini tak bisa lagi membendung air matanya "Kak Rini sangat sayang kepada Adam. Kak Rini tidak mau Adam sedih. Kakak janji akan selau ada untuk Adam."
"Adam sayang kak Rini, Adam tidak mau ditinggal lagi, Mama Adam tidak menyukai Adam, Adam akan jadi anak baik, tapi kakak jangan pergi."
"Tidak akan, sayang" Rini memeluk Adam membuatnya merasa aman dan tak sendiri.
"Pa, Adam tidak mau kak Rini pergi. Jadi kalau Kak Rini jadi mama Adam, tidak akan ada yang membawa Kak Rini pergi kan?"
"Benar, sayang."
"Kalau begitu Adam mau kak Rini menjadi Mama Adam."
"Baiklah kalau itu mau Adam, kami akan kabulkan apa yang membuat Adam bahagia. Tapi apa boleh Papa meminta sesuatu pada Adam?"
Adam melihat papanya dan hanya menjawab dengan anggukan.
"Papa, Oma bahkan Kak Rini ingin Adam seperti dulu lagi. Kami merindukan Adam yang suka bercerita, bernyanyi, marah kalau Papa berbuat salah. Adam mau seperti dulu lagi?"
Adam memandang Rini. Dapat dilihatnya Rini yang mengangguk dan memberi senyum tulus kepadanya.
"Adam mau, tapi Papa janji tidak akan seperti Mama."
"Tidak ada yang perlu kamu takutkan, sayang. Papa dan Oma sangat menyayangi kamu. Dan sekarang kamu akan punya Mama yang juga sangat menyayangimu. Kamu harus selalu ingat itu."
Adam memeluk Papanya erat.
"Adam sayang Papa"
"Papa jauh lebih sayang Adam"
Suasana haru biru itu membawa perubahan. Setelahnya, Adam sudah mau dibawa keluar kamar. Mereka membawanya ke ruang tengah.
Oma Bella menyambut mereka dengan sangat antusias. Ia bahagia melihat cucunya yang mulai membaik.
"Pa, Aku ingin makan kue seperti yang ada di TV."
"Oh, aku pernah lihat di dekat taman kota ada yang jual kue itu." Rini berucap.
"Ikutlah denganku, tunjukkan dimana penjualnya. Biarkan Adam istirahat dulu di Rumah."
Papa Adam akhirnya pergi bersama Rini untuk membeli kue yang diinginkan Adam.
Sampai ditaman kota.
"Pak, kita parkir disini saja. Penjualnya ada di dalam gang itu."
"Ck, siapa yang kamu panggil Pak?"
bukan partner ranjang ?
ok ok kalau ketemu face to face ga sengaja kamu berani to the point langsung ngmng ke dia jangan lagi lagi berbuat seperti itu
good job ra
jangan Kya rea di Pendem sendiri nangis sendiri Weh ,jangan myek2 jadi wanita be strong
lanjut /Good/
kelihatannya bagus