NovelToon NovelToon
Mawar Merah Berduri

Mawar Merah Berduri

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Aini

Mawar merah sangat indah, kelopak merah itu membuatnya tampak mempesona. Tapi, tanpa disadari mawar merah memiliki duri yang tajam. Duri itulah yang akan membuat si mawar merah menyakiti orang orang yang mencintainya.

Apakah mawar merah berduri yang bersalah? Ataukah justru orang orang yang terobsesi padanyalah yang membuatnya menjadi marah hingga menancapkan durinya melukai mereka??!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13 Pertengkaran

Hari ini Inne kembali mengajar Brian dan sesuai janjinya, Adit ikut dengannya.

Adit duduk di meja yang sama dengan Brian dan Inne. Suasana jadi agak panas dan tentu sangat mengganggu konsentrasi Inne mengajar. Tapi, dia tidak bisa berbuat banyak.

"Brian, kamu lanjutkan soalnya ya. Aku pesan minuman dulu."

"Iya kak."

"Dit, kamu mau minum apa?" tanya Inne sambil tersenyum manis pada Adit.

Brian melihat jelas hal itu, tentu itu menyakiti hatinya. Konsentrasinya pun buyar.

"Gak usah, In. Aku bisa minta minuman kamu aja." ucap Adit sengaja dengan suara lantang untuk memanas manasi Brian.

"Ya udah. Tunggu sebentar ya."

"Hmm."

Inne pun menemui Bimo untuk memesan minuman.

"Panas ya, In?" tanya Bimo.

"Iya, bang. Aku kira cuma Brian yang masih bocah, eh ternyata Adit juga masih bocah." gumam Inne tampak lelah.

"Maklumi saja, In. Cowok kalau cemburu memang gitu. Tapi, menurut abang sih, Adit terlalu berlebihan."

"Nah itu dia, bang. Aku gak tau ada masalah apa dia sama Brian sampai Adit segitu tidak sukanya sama itu bocah."

"Sabar ya, In."

Inne pun hanya bisa mengangguk.

Sementara itu, di meja sepeninggalan Inne dua bocah itu tidak hanya diam saja. Mereka mulai adu argumen.

"Sebenarnya lu itu siapanya kak Inne sih? Kok suka banget ngatur ngatur." celetuk Brian memancing amarah Adit.

"Inne itu segalanya buat gue. Dan asal lu tau, Inne akan melakukan apapun yang gue mau. Ya, misalnya gue suruh dia berhenti ngajar lu, udah pasti dia akan berhenti."

"Halah, coba aja kalau bisa. Tapi, aku rasa kak Inne gak akan pernah berhenti ngajar gue. Secara pemasukan kak Inne jauh lebih besar saat dia ngajar gue."

"Mulut Lu kurang ajar juga ya." Adit menarik kerah baju Brian, dia tidak suka Brian merendahkan Inne seperti itu.

Saat itu juga Inne tiba, dia menarik Adit menjauh dari Brian.

"Kamu apa apaan sih Dit."

"Dia yang mulai duluan, In."

"Gak kok, kak. Aku gak ngapa ngapain. Dia aja yang tiba tiba ngancam aku. Dia bilang akan membuat kak Inne berhenti ngajar aku." Adu Brian yang membuat amarah Adit semakin memuncak.

"Eh kurang ajar lu bocah." Adit hendak memukul Brian lagi.

"Adit, cukup." Mencoba menarik Adit menjauh dari Brian.

"Brian, kita sampai disini dulu, sampai ketemu sabtu depan."

Inne langsung menarik Adit keluar dari cafe. Brian tersenyum puas, merasa menang karena berhasil memancing emosi Adit.

"Dit, kamu tu kenapa sih. Aku lagi ngajar, bisa gak sih gak usah kek anak kecil gini."

"Apa? Kamu bilang aku anak kecil? Tu bocah yang anak kecil tapi berani kurang ajar sama orang yang lebih tua."

"Kalau kamu merasa lebih tua dari dia, harusnya kamu bisa lebih tenang dong, bukan malah lebih menggebu gebu sepeti ini."

"Aaah terserah. Pokoknya aku benci tu bocah. Kamu harus berhenti ngajar dia. Dia natap kamu nakal banget, In. Aku gak suka."

"Itu perasaan kamu aja, Dit. Brian anak baik kok."

"Pokoknya kamu harus berhenti ngajar dia."

"Gak bisa, Dit."

"Kenapa? Apa karena dia bayar kamu mahal? Berapa yang dia bayar, aku bisa bayar kamu berlipat ganda, In."

Kalimat itu membuat Inne tersinggung, rasanya aneh saat Adit yang mengatakan itu padanya.

"Kamu tu benar benar belum dewasa ya, Dit. Wajar om sama tante kamu bilang kamu tu anak manja yang gak bisa apa apa. Kamu masih kekanak kanakan. Dari dulu sampai sekarang kamu tu gak pernah berubah, merasa paling punya segalanya. Kamu bangga bisa menyelesaikan masalah dengan uang..." celoteh Inne yang tanpa sadar kalimatnya jauh lebih menyakiti hati Adit.

"Inne?!" Adit menatap wajah Inne dengan tatapan penuh kekecewaan.

Saat itulah Inne sadar, bahwa dia telah melukai perasaan Adit.

"Dit, aku..."

Belum selesai Inne berucap, Adit sudah lebih dulu masuk ke mobilnya. Dengan cepat dia menyusul Adit tentu saja dengan perasaan bersalah.

Mobil melaju cepat, tidak ada pembicaraan apapun antara Inne dan Adit sepanjang perjalanan. Inne tidak berani bicara saat ini, karena dia tahu itu akan percuma. Adit masih sangat emosi dan kecewa.

"Loh, mau kemana?" Gumam Inne dalam hati saat Adit tidak berbelok ke jalan menuju rumah.

Rupanya Adit membawa Inne ke rumahnya. Dan saat tiba di rumah, Adit masih diam saja. Dia masuk ke rumah tanpa bicara apapun pada Inne.

Huh

Inne menghela napas dalam dalam sebelum mengikuti Adit masuk ke rumahnya. Ini bukan kali pertama Inne ke rumah Adit. Tapi, selalunya kalau ke rumah Adit, pasti bersama teman teman yang lain. Dan hari ini Inne datang ke rumah Adit sendirian.

Langkah kaki Inne melangkah ragu mencari keberadaan Adit yang ternyata duduk melamun di pinggir kolam renang. Inne pun menghampirinya dan duduk di sampingnya.

"Dit, aku minta maaf ya. Aku tidak bermaksud mengatakan itu. Aku hanya sedang dalam suasana hati yang penuh amarah." ucap Inne memulai perbincangan.

Adit tidak merespon sama sekali. Dia hanya fokus menatap jauh kedepan.

"Ternyata kita bertengkar sehebat ini hanya karena Brian." Kalimat Inne barusan berhasil membuatnya mendapat tatapan sinis dari Adit.

"Maaf ya, Dit."

"Kalau memang kamu tidak suka aku mengajar Brian, karena dia juga membuat kita bertengkar, aku akan berhenti mengajarnya." ucapan Inne kali ini berhasil membuat mata Adit gemetar.

"Aku akan berhenti mengajar Brian." ulang Inne.

"Kamu yakin?" Tanya Adit.

"Hmm, aku yakin."

"Janji?" Adit mengulurkan kelingkingnya untuk mengikat janji mereka.

"Iya, aku janji." Inne menautkan jari kelingkingnya dengan kelingking Adit. Tapi itu belum membuat Adit tampak senang. Dia masih marah terlihat dari raut wajahnya.

"Dit..."

"Hmm."

"Apa yang akan terjadi kalau kita suatu saat nanti harus putus."

"Apa kamu mau putus?!" Tanya Adit tambah kesal.

"Tidak. Hanya seandainya saja, kita harus putus. Aku harap, kita masih bisa menjadi teman baik seperti sebelumnya."

Adit menggeser duduknya mendekat pada Inne. Lalu dia merebahkan kepalanya tepat di pundak Inne.

"Jangan pernah membahas tentang putus, In. Karena kita tidak akan pernah putus." ucap Adit lebih tenang dari sebelumnya.

Inne menahan air matanya, entah mengapa dia merasa sangat sedih juga terharu mendengar kalimat Adit barusan. Tapi, mengingat lagi pertengkaran mereka beberapa waktu lalu, membuat Inne tidak bisa berhenti membayangkan seandainya mereka harud putus suatu hari nanti.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!