Kekasih Ku, Suami Adikku

Semetara itu, saat ini Raffa dan Alena tengah berada di taman belakang di rumah milik Alena. keduanya tengah berbincang mengenai hubungan kedepannya .

"kau ingin melangsungkan resepsi pernikahan dimana?" tanya Raffa.

"aku bagiamana kau saja Raff, tanya saja pada mama Anne. siapa tahu, dia menginginkan sebuah tempat untuk pesta pernikahan kita."

"kenapa harus bertanya pada mama? Bukankah kita yang akan menikah? Bukan mama."

Alena terkekeh mendengar ucapan Raffa. Kekasihnya bahkan sedikit menaikan nada bicaranya. Raffa kentara sekali jika tengah kesal.

"aku bergurau Raff. Hmm kau ingin dimana?"

"terserah mu. Aku tinggal ikuti apa yang kau mau, aku yakin jika pilihanmu bagus. Dan pasti aku juga menyukainya."

"mmm aku ingin menggelar pernikahan di tempat yang outdoor saja Raff. Aku malas jika di dalam gedung."

"bagus .. sebenarnya aku pun menginginkan hal itu. Dan dimana kau ingin pernikahan kita di adakan? di sini atau di kota tempat kita bekerja?"

"sepertinya di kota tempat kita bekerja saja. bagaimana? Karena banyak teman-teman yang harus kita undang."

"benar sayang. yasudah, kita akan mengadakan pesta di kota tempat kita bekerja. Dan apa kau ingin memastikan dimana tempatnya?"

"bagaimana jika mama saja yang mencari tempatnya? Aku sudah merekomendasikan konsep pernikahan yang aku inginkan. Dan lagi, aku masih ingin bekerja hingga kita menikah."

Raffa mengangguk. Dia harus menghargai keputusan Alena. Dan dia tidak akan melarang Alena untuk bekerja. Setidaknya, sampai mereka menikah.

"yasudah Raff ayo kita masuk. Kau harus tidur karena besok kita harus kembali ke kota."

"iya sayang, ayo .."

Alena mengulurkan tangannya pada Raffa. Dan Raffa tentu menyambut tangan tersebut dengan baik. Sebelum keduanya berjalan masuk kembali kedalam rumah.

"Raff kau tidur di kamar tamu, dan aku akan pergi ke kamar ku."

Raffa mengangguk. Alena tersenyum, dan saat Alena hendak berlalu. Raffa menahan pergelangan tangannya. alena menoleh ke arah Raffa dan mengernyitkan dahinya.

"ada apa Raff? Apa kau membutuhkan sesuatu?"

"tidak .."

Alena menggeleng, hanya saja tubuh nya tiba-tiba tersentak saat Raffa menarik tangan Alena dengan sedikit kencang. hingga tubuh Alena berada di dalam dekapan Raffa saat ini.

"astaga Raffa .. Katakan saja jika kau ingin memeluk ku, jangan membuatku terkejut."

Raffa hanya terkekeh, dia mendekap tubuh Alena dan membubuhkan kecupan di pucuk kepala wanita yang begitu dia cintai tersebut.

Hingga beberapa saat kemudian, pelukan keduanya terlepas. Raffa mengusak lembut pucuk kepala Alena.

"sudah sana pergi. Aku sudah memeluk dan mencium mu."

Alena lagi-lagi menggeleng dan segera pergi meninggalkan kekasihnya menuju kamarnya. Begitu juga Raffa yang masuk kedalam kamar tamu.

Sementara itu, saat ini Liana masih gelisah di atas kasurnya. Dia benar-benar takut jika ada yang mengetahui kehamilannya.

"apa yang harus aku lakukan? bagaimana jika ayah tahu?"

Liana mengambil ponselnya dan mendial nomor Vero. Dia berharap jika pria itu kau menemuinya saat ini juga.

Jika perlu, Liana akan memohon pada Vero untuk menikahinya dan bertanggung jawab atas bayi yang ada di dalam kandungannya.

Tuuuttt ...

tuuuttt ...

"hallo Lian? Ada apa malam-malam seperti ini kau menghubungiku? Apa kau tidak memiliki pekerjaan lain selain merecoki ku?"

"ver, bisakah kita bertemu sekarang?"

"untuk apa? bukankah kita sudah tidak memiliki hubungan lagi? untuk apa kita bertemu?"

"aku mohon ver. Ada sesuatu yang harus aku katakan padamu."

"ck .. dimana?"

"datanglah ke rumah ku. Aku akan menemui mu dari pintu belakang tepat di belakang halaman rumahku."

"baiklah .. Tunggu, aku ke sana sekarang."

"iya Vero."

Liana mematikan panggilan teleponnya dan segera bersiap untuk ke taman belakang.

Meski kepalanya masih pusing, dan tubuhnya sedikit lemas. Lian harus tetap pergi menemui Vero malam ini.

Liana beranjak perlahan dari atas kasur dan berjalan mengendap keluar dari kamarnya.

Lian memperhatikan keadaan sekitar. Dan sepertinya semua orang di dalam rumah ini sudah terlelap.

"aku harus bisa keluar. Dan jangan sampai ada yang tahu jika aku keluar diam-diam."

Liana mengangguk, dia segera keluar dari kamarnya. menuruni tangga perlahan dan langsung menuju pintu belakang.

Liana membukanya perlahan, dan segera berlari keluar saat melihat jika keadaan aman. Dan Liana segera keluar dari halaman belakang menuju sebuah jalan kecil yang ada di belakang rumahnya.

Liana berjongkok di sana. Karena sungguh, kepalanya benar-benar berdenyut nyeri.

Hingga tidak lama kemudian, Liana bisa melihat sebuah lampu motor yang menyorot ke arah dirinya. Dia tahu jika itu Vero.

Motor tersebut berhenti di hadapan Liana, dan Vero sama sekali tidak turun dari motor tersebut.

"ada apa Lian? Kau benar-benar mengerjai ku malam ini. Tadi, kau memintaku membeli makanan pedas dan testpack. Dan sekarang, kau memintaku kemari lagi. Kau kira rumah kita dekat?"

"maafkan aku vero, aku hanya ingin berbicara dengan mu."

"apa? katakan. Aku tidak memiliki banyak waktu untuk terus mengikuti kemauanmu."

"ver, aku hamil .."

Vero mengernyit, apa maksud Liana mengatakan hal itu padanya.

"apa maksud mu mengatakan hal itu padaku? Apa urusan ku jika kau hamil?"

"ver .. Apa kau lupa terkahir kali aku melakukannya dengan mu? Apa kau tidak ingat itu? Ini anak mu Vero."

Vero terkekeh mengejek .. Dia sudah menebak jika Liana akan meminta pertanggung jawaban dirinya.

"stop Liana!! Aku sudah tidak memiliki hubungan apapun lagi denganmu. Untuk apa aku bertanggung jawab? Dan lagi, ingat !! bukan hanya aku yang sudah menjarah tubuhmu. Tapi, masih banyak pria lain yang sudah menikmati tubuhmu."

Air mata Liana mengalir begitu saja, sungguh ucapan Vero membuat hatinya berdenyut nyeri.

"Lian, dengar ini. Kau wanita murahan, dan bukan hanya aku yang sudah memakai mu. Aku bukan pria bodoh yang mau bertanggung jawab atas anakmu. jadi, jangan pernah seret aku kedalam masalahmu. Dan jika mau, kenapa kau tidak menggugurkan bayimu saja? Dia tidak memiliki ayah Lian, dan keluargamu akan menanggung malu."

"ver aku mohon ver."

Lian bersimpuh di bawah kaki Vero. Sungguh, dia berharap jika Vero mau bertanggung jawab agar Ditto tidak begitu murka padanya.

"maaf Liana, aku tidak bisa. Kau cari saja pria bodoh lain yang mau bertanggung jawab atas anakmu."

Vero menyingkirkan tubuh Liana kasar, hingga tubuh Liana jatuh terdorong.

"ahhkk ver .."

"maaf Lian, aku harus pergi."

Liana mencekal kaki Vero, dan hal itu membuat Vero kesal. Hingga Vero menendang kasar tubuh Lian.

"ahh ver .. Kumohon jangan pergi .."

"maaf .."

Vero menarik gas motornya dan pergi meninggalkan Liana yang saat ini tengah menangis sendirian di jalanan yang sepi .. Sungguh, Liana hanya bisa meratapi nasibnya.