NovelToon NovelToon
STEP FATHER FOR MY DAUGHTER

STEP FATHER FOR MY DAUGHTER

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / Single Mom / Hamil di luar nikah / trauma masa lalu / Anak Yang Berpenyakit
Popularitas:37.7k
Nilai: 5
Nama Author: Rona Risa

Cerita ini buat orang dewasa 🙃

Raya Purnama menikah di usia tujuh belas tahun setelah dihamili pacarnya, Sambara Bumi, teman sekelasnya yang merupakan putra pengusaha kaya.

Namun pernikahan itu tak bertahan lama. Mereka bercerai setelah tiga tahun menjalin pernikahan yang sangat toxic, dan Raya pulang kembali ke rumah ibunya sambil membawa anak perempuannya yang masih balita, Rona.

Raya harus berjuang mati-matian untuk menghidupi anaknya seorang diri. Luka hatinya yang dalam membuatnya tak ingin lagi menjalin cinta.

Namun saat Rona berusia tujuh tahun dan meminta hadiah ulang tahun seorang ayah, apa yang harus Raya lakukan?

Ada dua lelaki yang menyita perhatian Raya. Samudera Dewa, agen rahasia sekaligus penyanyi yang suara emasnya menguatkan hati Raya di saat tersulit. Alam Semesta, dokter duda tampan yang selalu sigap merawat Rona yang menderita leukimia sejak kecil.

Di antara dua pilihan, Raya harus mempersembahkan hadiah terindah bagi Rona.

Siapa yang akan dipilih Raya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rona Risa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CALON AYAH

"Bunda, Doktel Al mana?"

Rasanya sudah selusin kalinya, Rona menanyakan hal yang sama kepada Raya, sejak Raya datang menjenguk dan menemani putrinya di Kamar Bimbi 3--salah satu nama kamar perawatan khusus anak-anak penderita kanker di Rumah Sakit CHC (Children's Healing Center)--pada pukul delapan pagi tadi.

Sekarang, baru pukul sembilan.

"Dokter Al masih harus ngobatin sayap peri yang patah kena serbuan pasukan belalang kemarin, Sayang... sabar, ya. Setelah ini Dokter Al pasti datang."

Siapa sih Dokter Al ini? batin Raya bingung.

Raya memang sempat beberapa hari belakangan absen mendampingi Rona. Ia sengaja datang saat Rona sudah hampir tidur atau saat Rona sudah tidur. Ia tak berani menghadapi putrinya yang hampir selalu menanyakan kehadiran sang ayah sejak dirawat di rumah sakit dan melihat banyak pasien anak dijenguk dan didampingi kedua orangtuanya.

Namun sejak Riris menyemangatinya semalam, Raya kini kembali tegar dan berani menemui Rona, sudah siap menjawab jika Rona kembali menanyakan sang ayah.

Selama Rona dirawat di CHC, ia tidak hanya dicek kesehatannya secara berkala dan diberi obat dan terapi penyembuhan, tetapi juga diasuh dan diajak bermain seperti anak-anak yang dititipkan di daycare. Para suster dan dokter ini bergiliran mengasuh dan bermain dengan anak-anak setiap harinya.

Ini merupakan bagian dari program penyembuhan itu sendiri--menciptakan ikatan dan kasih sayang sehingga anak-anak merasa nyaman dengan para suster dan dokter, menganggap mereka sahabat, dan dengan begitu anak-anak tidak akan rewel dan lebih mudah diajak bekerja sama untuk menjalani sejumlah terapi.

Selain itu, hati yang gembira adalah obat yang baik untuk segala jenis penyakit. CHC bahkan telah merilis bukti penelitian yang menyatakan pasien-pasien memiliki peluang lebih besar atau lebih cepat sembuh jika suasana hati pasien riang gembira selama menjalani perawatan intensif.

Dan selama Raya absen, rupanya ada satu dokter yang sangat menarik perhatian Rona. Dokter Al. Jujur Raya tidak tahu siapa dan yang mana Dokter Al. Rona baru dua minggu dirawat di CHC, dan sejauh ini ada tiga dokter yang Raya tahu bergantian merawat Rona dan bermain dengannya--Dokter Sienna, Dokter Kevin, dan Dokter Agselle.

Jadi siapa ini Dokter Al? Dokter baru?

"Hmm," Rona cemberut. "Doktel Al telat gala-gala belalang nakal... kasihan pala peli... tapi cuma Doktel Al yang bisa ngobatin meleka... Doktel Al sepelti penyihil hebat..."

Raya tersenyum melihat tingkah polos putrinya.

"Sambil nunggu Dokter Al, mau makan puding dulu?"

Rona masih cemberut. "Nggak mau..."

"Terus, Rona maunya apa?" tanya Raya sabar dan lembut.

Rona menatap polos Raya.

"Lona mau Ayah..."

Senyum di wajah Raya memudar. Hatinya pedih, tapi ia sudah berjanji pada dirinya untuk tetap tegar.

"Rona, maaf sebelumnya, tapi Ayah nggak bisa datang, Nak..."

"Kenapa? Kalena Ayah nggak sayang Lona?"

Entah bagaimana Rona bisa menarik kesimpulan seperti itu sekarang. Bahkan wajah Rona tampak muram. Bibirnya mencebik sedih, seakan mau menangis.

"Rona, bukan begitu... Ayah sayang Rona. Tapi Ayah nggak bisa datang karena Ayah ada di luar kota. Ayah lagi bekerja di hutan kurcaci yang jauh. Pekerjaannya banyak. Kereta yang bisa menjemput Ayah cuma datang setahun sekali. Karena itu... Ayah nggak bisa datang sekarang."

Dusta sepenuhnya. Raya belum bisa bilang bahwa ia dan Sambara tak lagi bersama. Nalurinya mengatakan, Rona belum bisa memahami arti perpisahan.

"Hmm..."

Rona makin murung. Ia berbaring miring, memeluk Bimbi si unicorn biru kecil. Air matanya menetes.

"Rona...," tangan Raya terulur dan menghapus tangis putri kecilnya dengan lembut. Ia sendiri hampir menangis sekarang. "Jangan menangis, Sayang..."

"Lona kangen Ayah, Bunda... pengen ketemu dan main sama Ayah..."

Tuhan, tolong. Aku harus apa?

"Selamat pagiii!"

Pintu kamar biru terbuka. Raya terkejut saat melihat Riris masuk sambil mendorong sebuah kotak putih berpita merah sangat besar masuk ke dalam ruangan, senyumnya girang.

Yang membuat Raya nyaris terguncang, Samudera juga berjalan di belakang Riris, sambil membawa seikat balon warna-warni. Senyum lembutnya terkembang saat memandang Raya.

"Tante Lilis!"

Rona tersenyum dan bangun perlahan. Riris meninggalkan kotak raksasanya di tengah kamar dan bergegas memeluk Rona.

"Apa kabar, cantiknya Tante? Udah enakan badannya?" tanya Riris sambil menggendong Rona dalam pelukannya.

"Masih lemes...," gumam Rona. "Tapi Lona senang di sini, Tante..."

"Karena banyak teman dan mainannya, ya?" senyum Riris.

Rona mengangguk. "Kalena ada Doktel Al juga."

"Dokter Al?" Riris bingung sejenak, lalu matanya melebar. "Dokter Alam Semesta?"

"Kamu tahu dia, Ris?" tanya Raya ingin tahu. "Rona nanyain dia terus dari tadi."

"Yah, dia kan..."

"Tante, itu siapa?"

Rona menunjuk dan menatap Samudera penasaran. Samudera tersenyum lembut dan melambai padanya.

Rona balas melambai sambil tersenyum.

"Ah, itu," Riris tersenyum sangat lebar. "Namanya Om Samudera. Panggil Om Sam aja. Dia calon ayah."

Rona melongo. Raya bagai keruntuhan bulan.

"Riris!" pekik Raya panik.

"Calon... ayah... itu apa?" tanya Rona bingung.

"Calon ayah itu suatu hari akan jadi ayah. Rona mau ayah, kan?"

Ingin rasanya Raya menyumpal Riris dengan keranjang buah di atas meja sebelah ranjang, tapi ia tak bisa melakukan apapun di depan Rona. Menegur Riris pun tak bisa.

"Mau... tapi Lona udah punya Ayah... Ayah Sam..."

"Ini juga Ayah Sam," lanjut Riris tanpa dosa.

Raya tak tahan lagi.

"RIRIS!"

Rona yang paling terkejut saat Raya membentak Riris. Wajahnya semakin pucat, ekspresinya ketakutan.

Perasaan Raya campur aduk antara frustasi dan menyesal.

"Rona, maaf, Bunda--"

"Siapa mau naik unicorn sama Om?"

Samudera sudah membuka kotak putih besar itu, yang isinya ternyata adalah mainan kuda-kudaan elektrik berbentuk unicorn putih bersurai merah jambu--persis hadiah Raya untuk Rona saat merayakan ulang tahun ketiga Rona di mansion Sambara dulu.

Hadiah yang diimpikan Raya untuk dimainkan Rona bersama Sambara. Impian yang tak pernah menjadi nyata.

"Mauuu!"

Rona melonjak senang dalam pelukan Riris. Riris dan Samudera tertawa melihat reaksi Rona.

"Kalau gitu, sini... Om ajak keliling naik ini ya..."

"Asyiiik! Yaaay!"

Raya hanya bisa terpana saat Riris mendudukkan Rona dengan hati-hati di atas unicorn itu, sementara Samudera dengan sigap menunggangi unicorn sambil memeluk Rona dari belakang, menjaganya agar tak jatuh dengan lengannya yang kekar.

"Siap?"

"Yaa!"

Samudera mengaktifkan mesin yang tertanam dalam unicorn. Seketika surai merah jambunya bercahaya, dan terdengar melodi lagu anak-anak mengalun lembut, seakan si unicorn yang tengah bersenandung.

Rona tertawa bahagia saat Samudera mengendalikan unicorn itu berjalan pelan keluar kamar. Raya masih bisa mendengar derai tawa itu bahkan setelah keduanya berbelok dan menghilang dari pandangan Raya.

Raya tak pernah mendengar Rona tertawa selama itu, sebahagia itu, sebelumnya.

"Bagus, kan, ide gue?"

Kalimat Riris menghentak kesadaran Raya. Seketika emosi Raya meledak dan menuding Riris murka.

"Keterlaluan kamu, Ris! Kenapa kamu bilang kayak gitu tentang Samudera ke Rona? Calon ayah? Yang benar aja kamu!"

"Memang kenapa?" Riris memandang Raya tak gentar. "Benar kan Samudera calon ayah? Suatu hari, dia akan jadi ayah."

"Maksudmu, ayahnya Rona?"

"Ya. Kenapa enggak?"

"Terlalu kamu, Ris!" jerit Raya histeris. "Udah cukup! Kamu jangan ikut campur lebih jauh lagi soal aku dan Rona! Jangan ngomong sembarangan kayak gitu lagi di hadapan Rona! Kamu nggak berhak--"

"Tapi kenyataannya Rona butuh ayah, kan?" sela Riris tanpa ampun. "Dia nangis barusan karena pengen ketemu dan main sama ayahnya, kan? Gue bisa denger percakapan kalian dari balik pintu ini."

Dada Raya terasa sesak.

"Kamu--"

"Daripada marah-marah dan nyalahin gue, mending cari solusi yang jelas gimana nyelesaiin masalah ini buat Rona!" tegur Riris. "Anak lo sakit. Dia butuh ayahnya. Dia butuh sembuh dan bahagia. Sebagai ibunya, kenapa lo gak perjuangkan itu buat dia? Bukannya seorang ibu rela memberikan dan melakukan apa aja yang terbaik untuk anaknya?"

Air mata Raya bercucuran sekarang.

"Jadi maksudmu aku harus menikah dengan Samudera? Menjadikannya ayah tiri Rona? Menurutmu itu yang harus kulakukan untuk Rona... sekalipun aku secacat ini? Sehancur ini?

"Dan kalau aku nggak melakukannya... berarti aku ibu yang jahat? Aku bukan ibu yang baik buat Rona?"

Raya terjatuh ke lantai. Reruntuhan tak kasat mata itu, entah apa itu, begitu tajam dan membebani. Terlampau dalam menghujam dan melukai.

Sangat gelap. Sangat sakit.

Inikah yang dirasakan Samudera dan Riris... hingga mereka nekat ingin bunuh diri bertahun lalu?

"Raya..."

Riris merengkuh Raya lembut, memapahnya duduk di sofa. Lengannya sedikit gemetar saat melakukan semua itu.

Raya tak bereaksi apa-apa. Namun Riris memahami derita jiwa tanpa suara itu. Tampak jelas di mata Raya yang kian gelap dan hampa. Membuatnya teringat rasa sakitnya sendiri dulu.

Riris berusaha keras menahan tangis.

"Gue tahu rasa sakit lo... derita lo... trauma lo...," gumam Riris parau. "Tapi pelan-pelan elo pasti bisa tinggalin jurang berduri yang gelap itu... pelan-pelan elo pasti bisa sembuh dari luka yang terlalu dalam itu... kali ini, please, izinin gue dan Sam nolong elo buat bebas dari semua nyeri batin itu..."

"Nggak bisa, Ris, nggak bisa...," Raya menggeleng kalut. Entah bagaimana, suara dan kesadarannya kembali. "Terlalu sakit, Ris... please jangan paksa aku... aku belum siap--luka ini masih sangat berdarah... please, please, jangan paksa aku melakukan itu, se-sekalipun itu untuk Rona... Rona... tapi aku..."

Raya mulai meracau. Linglung.

"Ssshh," Riris memeluk dan membelai lembut rambut Raya, seperti seorang ibu. "Nggak akan ada yang maksa lo... gue dan Sam nggak sekejam itu... kita paham situasi dan kondisi elo... tapi kita juga perlu melakukan sesuatu untuk nolong Rona... jadi please izinin kita bantu kalian... jangan tolak kami dan pergi menghilang lagi dari kami, Ra... biarkan kami melakukan sesuatu kali ini..."

"M-melakukan apa?"isak Raya.

"Biarin Samudera jadi ayah pengganti buat Rona."

"Nggak bisa!" tolak Raya, hatinya makin terluka. "Aku nggak bisa menikah dengannya dan menjadikannya ayah tiri Rona! Aku nggak bisa--"

"Siapa bilang, kamu harus menikah sama Samudera?"

Raya mengerjap. Terpana beberapa saat.

"Apa?"

"Kan udah gue bilang, kita paham elo, kita enggak sejahat itu," ulang Riris. "Lo tahu konsep orangtua angkat dan orangtua asuh, kan? Izinin Sam jadi Ayah angkat atau Ayah asuh anak elo. Dengan begitu, Rona akan tahu rasanya punya ayah."

Hening. Butuh waktu bagi Raya meredakan semua buncahan batin yang dirasakannya barusan dan kembali berpikir jernih.

"Apa... apa itu akan berhasil? Apa Rona akan mengerti...?"

"Kita coba dulu, pelan-pelan. Asal elo, sebagai ibunya, mengizinkan semua itu."

"Aku--"

"Bundaaa!"

Rona kembali dan memanggil ceria dalam pelukan Samudera di atas unicorn yang berjalan sambil bernyanyi 'Twinkle Twinkle Little Star' ke dalam kamar.

Di sebelah unicorn itu, seorang laki-laki berjas putih panjang melangkah masuk. Tubuhnya padat berisi dengan bahu lebar dan dada bidang, sedikit lebih pendek dari Samudera. Kulitnya bersih. Wajahnya lebar, berstruktur tegas, tampan, dihiasi cambang rapi kecokelatan, warna alami seperti rambutnya yang dipotong rapi. Kulitnya bersih. Matanya cokelat lembut. Hidungnya lurus. Bibirnya penuh.

"Dokter Alam Semesta," Riris mengangguk di sebelah Raya.

"Halo, Riris," Dokter Al tersenyum menawan. "Kita ketemu lagi. Ah... Anda pasti Raya Purnama, ibunya Rona."

Dokter Al maju dan mengulurkan tangan. Raya menjabatnya. Tangan itu besar, kuat, dan sangat hangat.

"Halo," sapa Raya pelan.

"Saya Dokter Alam Semesta--saya yang bertanggung jawab menangani anak Rona sekarang," tutur Dokter Al lembut.

"Doktel Al!"

Samudera sudah turun dari unicorn dan menggendong Rona maju. Rona tampak begitu semangat hingga menjulurkan kedua lengannya, kentara ingin digendong Dokter Al.

Dokter Al tertawa, merdu bagai melodi.

"Rona! Apa kabar, Princess? Sini--mari kita tanya Bimbi, Princess butuh sihir dan ramuan ajaib apa untuk ikut kelas penyihir hari ini?"

"Yaaa!"

Samudera menyerahkan Rona, dan Dokter Al menggendong Rona, yang langsung menempel dan memeluknya erat dengan wajah ceria.

"Terima kasih... saya izin periksa Rona dulu. Anda ayahnya Rona?"

Samudera tersenyum. "Saya bukan ayah kandung Rona. Tetapi saya berniat menjadi ayah asuhnya Rona."

Dokter Al tersenyum dan mengangguk. "Itu bagus. Rona sering menanyakan soal ayahnya. Kadang saya sendiri kewalahan, sampai terpaksa menjawab, 'Nanti tanya Bunda ya... tapi kalau mau, Rona boleh kok manggil Dokter Al 'Ayah'. Anggap saja Dokter sebagai Ayah Rona di sini. Selalu menjaga dan bermain bersama Rona.' Maaf lancang... tapi mau bagaimana lagi?"

Dokter Al memandang Raya dengan sorot lembut dan penuh permohonan maaf.

Hati Raya bergetar. Ia tak bisa berkata apa-apa.

...***...

1
F.T Zira
🌹 buat Rona.. jangan sampai kenapa kenapa
F.T Zira
noooo😭😭😭
F.T Zira
berarti iya...
ahh.. Raya mengisi hati 3pria luar biasa🥹
F.T Zira
Al masih sangat setia.. tapi yg dengar di sampingmu merana😥
F.T Zira
Btw aku penasaran.. Alvaro itu manusia bukan sihhh... esmoni nih aku..
butuh banyak banget cuma buat nyerang dia
F.T Zira
Aahhhh.... ternyata benar kannn....😙
F.T Zira
Alvaro sih mau aja kali ya asal dapet untung
F.T Zira
entar.... rrrr...
apa ini.... apakah Al punya rencana???
F.T Zira
udah keriput tapi ya gak bina.. juga😮‍💨
F.T Zira
masih kurang aja sih nih aki aki😑
Zhu Yun
Ambil aja tuh si Sambara buat kamu, Raya cintanya sama Samudera 😝😝😝😝😝
Zhu Yun
Waduh sama akik-akik si Riris 😱
Zhu Yun
🤧🤧🤧🤧🤧
Zhu Yun
binal nya keluar 🤭
Zhu Yun
3 vs 1 langsung depak aja tuh bapak kalian 😆😆😆
Zhu Yun
Amin... kalau gak nikah reader demo sama kakak authornya 🤭😆😆✌️
Zhu Yun
Dulu bilangnya mau mati kamu Ris 😆😆✌️
Zhu Yun
Bapak edan... 😏
Zhu Yun
Semangat Raya 💪💪💪
Zhu Yun
plot twist nya keren 🥰🥰👏👏👏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!