Menutupi jati dirinya sebagai pemimpin dari dunia bawah yang cukup ditakuti, membuat seorang Kenzo harus tampil dihadapan publik sebagai CEO dari perusahaan Win's Diamond yang sangat besar. Namun sikapnya yang dingin, tegas serta kejam kepada siapa saja. Membuatnya sangat dipuja oleh kaum wanita, yang sayangnya tidak pernah ia hiraukan. Dengan ditemani oleh orang-orang kepercayaannya, yang merupakan sahabatnya juga. Membuat perusahaan serta klan mereka selalu mencapai puncak, namun Kenzo juga hampir setiap hari menjadi sakit kepala oleh ulah mereka.
Hingga pada akhirnya, Kenzo bertemu dengan seorang wanita bernama Aira. Yang membuat hidupnya berubah begitu drastis, bahkan begitu memujanya sampai akhirnya Aira harus pergi dari kehidupan Kenzo dan membawa dua darah daging yang tidak ia ketahui.
Bagaimana kehidupan Kenzo saat kepergian Aira dari kehidupannya serta mengetahui darah dagingnya tumbuh dan hidup dan menjadi anak yang sangat berpengaruh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BMr.K 13.
"Suara apa itu tuan?" Aira yang tiba di mansion besar itu, merasakan aura yang berbeda.
Ansel dan Fred tidak mengatakan apapun, agar Aira tidak merasa takut akan apa yang terjadi. Ansel perlahan membuka pintu kamar tersebut, sedikit demi sedikit terlihat kekacauan yang ada disana. Hingga akhirnya bayangan seseorang yang dalam keadaan cukup kacau terlihat dari mata Aira, sungguh keadaannya begitu mengkhawatirkan.
"Tuan Kenzo!" Aira kaget melihat kondisi itu.
Tanpa aba-aba, Aira yang rasa kemanusiaan dan empatinya begitu besar langsung berjalan menghampiri dimana Kenzo berada. Dengan perlahan ia mengamati kondisi pria itu, begitu pula Ansel mengikutinya untuk masuk ke dalam kamar tersebut.
"Tuan, tuan tidak apa-apa?" Aira menghampiri Kenzo dan menyentuh tangan pria itu yang sudah terluka.
Dalam keheningannya, tubuh yang masih bergetar atas rasa yang ada didalam dirinya. Kenzo menatap tangan mungil yang menyentuhnya, saat ia melihat wajah dari pemilik tangan tersebut. Tanpa memberikan waktu yang lama, ia membawanya ke dalam dekapannya dan meletakkan kepalanya pada bahu tersebut.
Sedangkan sang pemilik tubuh tersebut menjadi terdiam dengan apa yang dilakukan Kenzo, Lagi-lagi ia mendapatkan serangan mendadak. Membuat Ansel membuang mukanya jauh-jauh dari pandangan tersebut, ingin rasanya ia mengumpat sikap Kenzo.
"Tu tuan, anda sangat berat sekali." Gumam Aira yang cukup menahan tubuh Kenzo.
"Biarkan seperti ini dulu, aku sangat membutuhkanmu. Aira." Celoteh Kenzo yang tetap dalam keadaan semula.
"Badanku kecil harus menahan tuan yang besar seperti ini, jadi gepeng saya tuan." Aira sedikit mendorong bahu Kenzo.
"Kamu ini cerewet sekali." Kenzo membalikkan keadaan, dimana ia bersandar pada nakas dan tetap menahan tubuh mungil Aira dalam dekapannya.
"Tapi..." Ansel memberikan kode untuk tetap diam kepada Aira.
Al hasil membuat Aira terdiam menuruti perintah itu, disaat Kenzo lengah akan keberadaan Aira disana. Ansel bergerak memutar dan pada akhirnya ia menancapkan sebuah benda kecil tepat di tengkuk leher Kenzo.
"Lain kali jangan menggunakan obat sialan ini lagi, aku hanya butuh ketenangan bersamanya." Kenzo menggenggam jemari Aira.
"Maaf tuan." Ansel hanya menjawab seperti itu.
Dalam hitungan beberapa detik kemudian, kedua mata itu tertutup perlahan. Hanya saja genggaman tangan itu masih begitu erat, seperti enggan untuk di lepaskan. Membuat Aira menjadi begitu sulit untuk bergerak, namun dengan perlahan Ansel mengatakan alasan kenapa Aira tetap berada dalam posisinya.
"Saya harap, nona bisa membuat tuan menjadi lebih baik dan bersama dengan masa lalunya. Biarkan dia menikmati kehidupan yang saat ini sangat nyaman untuknya, dan itu terjadi saat bersama nona." Setelah mengatakan hal tersebut, Ansel pamit untuk membereskan semua kegaduhan yang terjadi.
Dalam keheningan itu, Aira mencoba meresapi setiap kata yang telah disampaikan oleh Ansel padanya mengenai Kenzo. Kedua mata itu menatap jauh pada wajah pria yang kini sedang terlelap, ia tidak menyangka jika dibalik sikapnya yang begitu dingin dan kejam. Terdapat luka yang begitu besar dan dalam, entah kapan luka itu akan sembuh serta hilang.
Waktu yang terus berjalan, membuat Aira terserang oleh rasa kantuk. Yang membuatnya terpejam disisi Kenzo, cukup lama mereka berdua dalam posisi seperti itu. Yang tak lama kemudian dimana Kenzo membuka kedua matanya, tangan itu terus merasakan kehangatan dan tetap menggenggamnya.
"Jangan pergi, aku sangat membutuhkanmu Aira. Entah mengapa, diriku merasakan ketenangan dan kenyamanan saat bersamamu." Memanfaatkan situasi dan keadaan saat itu, Kenzo mencium kening Aira dengan cukup lama.
Air mata itu kembali menetes dari kedua sudut mata Kenzo, setelah sekian waktu tidak pernah ia rasakan. Dan kini, dihadapan seseorang yang baru saja ia temui. Hal itu terjadi dan ia rasakan kembali, sungguh ia berharap akan selalu bisa menjaganya.
"Argh!" Kenzo merasakan bagian wajahnya terserang rasa sakit.
"Dasar omes!" Aira terbangun dan mendapati Kenzo yang masih mencium keningnya.
Tak hanya itu, Aira memberikan serangan beberapa gerakan spontanya kepada Kenzo. Namun bagi pria itu, pukulan dan serangan yang diberikan hanyalah bentuk rasa peduli terhadap dirinya. Bukannya marah, Kenzo semakin tertawa mendapati sikap Aira yang cukup bar-bar.
"Hahaha, Sudah-sudah. Nanti tenagamu akan habis ninjaku, lebih baik tenaga itu disimpan saja untuk malam pertama kita nanti." Kenzo semakin tak tahan untuk tertawa.
"Dasar omes dan tidak waras, sia-sia saja datang kemari. Kalau tahu begini,..." Kalimat tersebut terhenti.
"Lama-lama aku tidak bisa menahannya, kamu terlalu cerewet." Kenzo menyeringai.
Dalam kekesalan dan kemarahannya, Aira menendang kembali aset milik Kenzo dengan cukup keras. Dan berhasil membuat Kenzo merasakan lagi bagaimana rasa sakit yang diberikan oleh Aira, akan tetapi kali ini Aira tidak dapat melepaskan diri.
"Kamu harus bertanggung jawab sayang, ini sakit sekali. Kamu mau nanti asetku ini tidak dapat berfungsi, bagaimana dengan keturunan kita hah." Kenzo menahan tubuh Aira.
"Anda sudah g**la! Lepaskan!" Air mata Aira sudah membasahi wajahnya.
"Jangan pergi, Aira. Kamu adalah obat dari segala luka dalam hidupku, kamu adalah jiwaku. Jangan pergi, aku mohon." Ucapan itu terlontarkan begitu lembut, Aira dapat merasakan jika itu adalah sebuah ketulusan.
Namun Aira sadar, jika apa yang terjadi saat itu bersama Kenzo adalah sebuah kesalahan yang tidak seharusnya terjadi. Begitu malunya ia terhadap apa yang sudah terjadi, mengumpulkan semua tenaga dan kekuatan yang ia miliki. Memberontak melepaskan diri dan segera pergi menjauh, tidak menghiraukan apapun yang dilontarkan oleh Kenzo padanya.
Menuruni anak tangga dengan deraian airmata, langkah kaki itu terus membawanya menjauh dari rumah besar tersebut. Akan tetapi, langkahnya harus berhenti saat Ansel menghalanginya.
"Saya mau pulang." Ucap Aira dengan bergetar.
"Saya akan mengantarkan anda nona, mari." Ansel mengarahkan Aira untuk masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah terbuka.
Dalam pikiran Aira kala itu, ia tidak ingin bertindak gegabah. Ia tidak tahu mengenai daerah tersebut, jika menolak apa yang Ansel katakan. Sangat pasti jika dirinya akan tersesat, maka dari itu ia menuruti Ansel agar bisa segera pulang.