Dambi nekat mencari gigolo untuk memberikan keperawanannya. Ia pikir kalau dirinya tidak perawan lagi, maka laki-laki yang akan dijodohkan dengannya akan membatalkan pertunangan mereka.
Siapa sangka kalau gigolo yang bertemu dengannya di sebuah hotel adalah profesor muda di kampusnya, pria yang akan dijodohkan dengannya. Dambi makin pusing karena laki-laki itu menerima perjodohan mereka. Laki-laki itu bahkan membuatnya tidak berkutik dengan segala ancamannya yang berbahaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lelaki menyebalkan
"Ppffttt.... Jadi laki-laki yang dijodohkan denganmu adalah lelaki yang sama di hotel waktu itu? Dan lelaki itu kebetulan juga adalah pak Angkasa?" Yuka memang masih tidak percaya, tapi tetap saja merasa lucu sambil menahan tawanya ketika mendengar cerita Dambi. Ternyata kebetulan seperti ini memang ada. Dia pikir hanya di film-film saja.
Gerry ikut tertawa pelan, ternyata dunia memang kecil. Sementara Dambi terus mengerucutkan wajahnya sejak tadi. Ia merasa kesal. Yuka dan Gerry juga, bukannya merasa simpati padanya, mereka malah menertawai kesialan yang menimpanya ini. Kalau saja ia tahu akan seperti ini, ia tidak akan setuju bertemu dengan kakak Yuka waktu itu. Karena ujung-ujungnya dirinya malah bertemu dengan calon tunangannya sendiri.
"Aku masih nggak nyangka ada kebetulan semanis ini. Itu tandanya kalian memang berjodoh." ujar Gery yang langsung mendapat tatapan tajam Dambi.
"Jodoh apaan. Aku merasa pria itu adalah mimpi burukku. Sejak bertemu dengannya aku selalu sial dan merasa terancam. Dia sendiri yang bilang hanya mau main-main denganku!" pungkas Dambi jengkel. Sementara Gerry dan Yuka malah saling berpandangan dengan senyum penuh arti.
"Bisakah kalian memikirkan cara agar aku terlepas dari perjodohan bodoh ini?" Dambi menatap kedua temannya itu bergantian.
"Menurutku kau terima saja. Jalani saja dulu. Siapa tahu cocok. Apalagi pak Angkasa wajahnya sangat tampan. Kamu yakin mau nyia-nyian wajah setampan itu?" tutur Yuka. Kalau dia jadi Dambi, dia pasti tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Angkasa itu laki-laki yang punya segalanya, ia sudah memeriksanya.
Latar belakang Angkasa bagus dan Yuka yakin sekali dia pria yang lurus. Jarang ada hubungan dengan perempuan, bahkan hampir tidak pernah. Itu yang dia dengar sih. Pokoknya Dambi sangat bodoh kalau menolak lelaki seperti Angkasa.
"Cocok? Kalian saja yang belum lihat bagaimana pria itu mempermainkanku." cetus Dambi. Ia terus mengomel-ngomel sampai-sampai telinga Gery dan Yuka panas mendengarnya. Beginilah Dambi kalau sedang kesal pada orang. Yuka dan Gery jadi pendengar saja.
***
"Dambi Andara, Jika kau tidak bisa berkonsentrasi pada kelasku, kau bisa segera angkat kaki dari sini." ucap Angkasa saat menangkap basah Dambi yang tengah menguap di tengah kelasnya.
Sialan, dia sengaja menyebut nama lengkapku. Dambi segera mengatupkan bibirnya rapat-rapat namun dalam hati menyimpan kekesalan pada dosen muda yang ia yakini sengaja membuatnya malu didepan anak-anak lain. Lihat, semua menatapnya sekarang. Bagaimana dia tidak malu coba.
Saat pandangannya bertemu dengan Angkasa, ia bisa lihat lelaki itu tersenyum miring padanya. Oh ya ampun, kenapa harus pria menyebalkan itu yang dijodohkan dengannya? Ketampanannya memang di atas rata-rata, hanya saja Dambi yakin tipe laki-laki seperti Angkasa pasti bukan sosok yang setia. Orang tampan biasanya suka banyak wanitanya. Dan Dambi tidak mau menghabiskan sisa hidupnya dengan laki-laki seperti itu.
Dambi kembali fokus pada kelas Angkasa yang cukup sulit tersebut. Sebenarnya dia tidak mengerti semua penjelasan Angkasa tadi, mengakibatkan dirinya mengantuk dan tidak konsentrasi. Gadis itu kembali mencatat materi.
Setelah hampir setengah jam, kelas Angkasa berakhir. Dambi jelas langsung lega. Bahkan dia yang pertama keluar kelas dengan terburu-buru. Alasannya karena dia tidak mau melihat Angkasa lama-lama. Dosen sekaligus calon tunangannya itu berhasil membuatnya kesal hari ini. Dan dia lagi tidak berselera berhadapan langsung dengan lelaki tersebut.
"Kenapa dengannya?" Yuka memandangi kepergian Dambi dengan wajah bingungnya. Sebagai sahabat, dia yang paling tidak peka. Gery saja yang disebelahnya bisa tahu alasan Dambi buru-buru keluar.
Pria itu memiringkan kepalanya ke arah depan. Dahinya mengernyit bingung karena mendapati dosen baru mereka tersebut senyum-senyum sendiri dengan pandangan lurus ke Dambi sampai gadis itu menghilang dari dalam kelas. Gerry tampak berpikir, sih Angkasa itu sepertinya tertarik pada sahabatnya. Sebagai sesama laki-laki, ia cukup tahu ekspresi pria yang seperti itu.
Saat masuk ke toilet, Dambi tidak berhenti-berhenti mengutuk Angkasa sambil menatap gambar dirinya di cermin. Dia masih tidak berhenti-berhenti dirinya sendiri yang begitu sial.
"Percuma tampan kalo nyebelin! Dasar iblis gila, otaknya saja yang pinter tapi sikapnya mines." umpatnya sambil terus menatap penampakan dirinya di cermin. Mahasiswi yang keluar dari salah satu bilik tersebut menatapnya heran. Tapi Dambi tidak peduli. Ia terlalu kesal. Biar saja mereka menganggapnya aneh atau apalah. Yang penting ia bisa melampiaskan semua kekesalannya pada sih dosen iblis itu.
Ketika gadis itu keluar dari toilet, ia kaget bukan main bahkan hampir menjerit karena mendapati laki-laki yang ia maki-maki didalam toilet tadi kini berdiri tepat didepannya. Ya, Angkasa sedang santai bersandar di tembok menghadap toilet wanita dengan kedua tangan terlipat di dada. Ia mengangkat wajahnya menatap Dambi lalu tersenyum menyeringai.
Dambi berubah gugup seketika. Kira-kira pria itu mendengar semua umpatannya didalam tadi atau tidak ya? Aduh... Kenapa dia jadi parno begini? Mana tempat ini jadi sunyi gini lagi. Tidak, tidak. Dambi berusaha menjernihkan otaknya. Dia tidak boleh kelihatan takut didepan laki-laki ini. Lagian dia tidak merasa ada salah.
"Toilet wanitanya disebelah sana pak dosen yang terhormat." katanya menunjuk ke bagian kiri toilet wanita. Sementara Angkasa yang mendengarnya tergelak.
"Siapa bilang aku mau ke toilet?" balasnya menatap Dambi dengan tatapan sulit di artikan. Dambi sendiri sangat benci berada di situasi seperti ini.
"Terus ngapain di sini? Kau bukan lelaki mesum kan?" kata Dambi menyipitkan mata ke pria itu. Mereka saling berpandangan cukup lama.
"Kau tenang saja. Kau akan tahu aku mesum atau tidak ketika hubungan kita sudah jelas." ucap Angkasa pelan dengan nada menggoda. Bagaimana Dambi tidak salah tingkah coba. Apalagi laki-laki yang didepannya sekarang wajahnya sangat tampan. Kalau saja dia memperlakukan Dambi dengan lembut dan tidak bersikap menyebalkan, pasti Dambi sangat senang dijodohkan dengannya. Sayang sekali pertemuan pertama mereka membuat Dambi sangat malu berhadapan dengan pria ini lagi. Angkasa sudah tahu aibnya, mau taruh di mana coba mukanya nanti.
Karena merasa kalah berdebat dengan Angkasa, Dambi mencari cara untuk pergi secepatnya dari situ. Ia sudah bertekad sampai di rumah nanti, ia harus belajar bagaimana menghadapi laki-laki dengan sifat menyebalkan seperti calon tunangannya ini. Namun sebelum benar-benar berhasil meninggalkan tempat itu, perkataan Angkasa menghentikan langkahnya.
"Datang ke ruanganku sekarang juga, kalau kau tidak ingin mengulang semester depan di kelasku."
sial. Dambi mengumpat dalam hati lalu menutup matanya dalam-dalam dan mengatur nafas.
"Sekarang aku akan bicara serius sebagai dosenmu." benar saja. Ketika Dambi berbalik, ia melihat Angkasa sangat serius.
"Aku sudah memeriksa beberapa tugas yang kau kerjakan. Semuanya salah. Sepertinya kau ada kendala dalam menghitung. Kalau tidak diperbaiki secepatnya, kau hanya bisa mengulang semester berikut. Jangan salahkan aku kalau di ujian nanti kau tidal lulus." lanjut pria itu.
"Lalu apa yang harus aku lakukan?" tanya Dambi. Khawatir juga dia kalau tidak lulus ujian semester ini. Angkasa menatap tempat mereka berdiri sebentar, lalu menatap Dambi lagi.
"Bicarakan di ruanganku saja."