Bagaimana perasaanmu jika jadi aku? Menjadi istri pegawai kantoran di sudut kota kecil, dengan penghasilan yang lumayan, namun kamu hanya di beri uang lima puluh ribu untuk satu minggu. Dengan kebutuhan dapur yang serba mahal dan tiga orang anak yang masih kecil.
Itulah yang aku jalani kini. Aku tak pernah protes apalagi meminta hal lebih dari suamiku. Aku menerima keadaan ini dengan hati yang lapang. Namun, semua berubah ketika aku menemukan sebuah benda yang entah milik siapa, tapi benda itu terdapat di tas kerja suamiku.
Benda itulah yang membuat hubungan rumah tangga kami tak sehat seperti dulu.
Mampukah aku bertahan dengan suamiku ketika keretakan di rumah tangga kami mulai nampak nyata?
Jika aku pergi, bisakah aku menghidupi ke tiga anakku?
Ikuti perjalanan rumah tangga ku di sini. .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wiji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Terungkap
Kalau di pikir-pikir benar juga apa yang dikatakan Rifki kemarin. Aku bersuami tapi tidak seperti punya suami, dibilang janda, aku dan mas Anang masih berstatus suami istri.
Ting ting
Notif di hape ku sukses mengagetkan aku yang sedang ayik melamun. Mataku berbinar melihat angka yang barjejer rapi di layar. Melihat angka nol yang begitu banyak membuat aku semakin berbunga saja. Ya Allah, kenapa aku jadi mata duitan seperti ini? Aku begitu senang melihat dua ratus juta masuk ke dalam rekening ku. Itu artinya, sertifikat rumah kami di terima di pegadaian.
Maafkan aku mas Anang. Aku pasti jahat di mata kamu dan ibu. Seandainya saja kamu tidak mengkhianati cinta ku mas, aku tak mungkin berbuat sejahat ini. Dan untuk mu ibu mertua ku, aku terima segala macam cacian dan hinaan dari mu, aku bertahan dengan anakmu. Tapi rupanya diam ku tidak berarti. Sekali lagi aku minta maaf, anggap saja ini harta gono gini dan uang nafkah dari anakmu untukku.
Aku lalu menghubungi Rifki melalui WA sebagai ucapan terimakasih ku karena sudah memproses dengan cepat.
[Rif, uang udah aku terima. Terkasih ya]
[Terkasih apaan? Jatuh cinta ama gue lu?]
[Idih, ogah. Terima kasih, norak benget sih mblo]
[Sorry gue bukan jomblo. Emang gue lagi nunggu lu nge janda aja. Hahaha]
[Kamu pikir aku mau apa nikah sama kamu, sorry ya. Kita cukup sahabatan aja]
[Ge er banget lagi. Siapa juga yang mau nikahin lu, ntar hubungi gue kalau lu udah nge janda. Gue kirim lu undangan nikahan gue ama cewek gue. Gue pamer ke lu kemesraan gue ntar. Kayak lu dulu. Wkwkwk]
[Dendam nih ceritanya]
Ucapan terimakasih ku malah merambat kemana-mana. Obrolan kami berakhir ketika aku tak sengaja melihat ada nomor baru yang masuk. Hampir saja aku menekan chat itu, tapi aku teringat bahwa aku sedang menyadap WA mas Anang. Aku tunggu chat tersebut sampai centang biru.
[Sayang, nanti nginep di rumah ku ya. Aku kangen]
Begitulah pesan yang aku baca. Entah kenapa aku sudah tak lagi bersedih hati saat membaca pesan itu. Terserah lah dia mau berbuat apa pun dengan wanita itu. Aku sudah punya uang untuk pergi dari rumah ini dan memulai semuanya dari nol dengan anak-anakku.
[Iya sayang, aku juga kangen. Nanti malam aku ke sana ya. Gimana kalau nanti kita ke puncak aja. Ajak sekalian Shakila nggak apa-apa. Kita liburan]
[Ok deh kalau begitu]
[Mana anak gadis ku, coba kirim fotonya]
Anak gadis ku? Jadi wanita dan anak bayi di taman waktu itu adalah Winda dan Shakila? Jadi benar dugaanku? Mereka berhubungan hingga memiliki anak? Sialan kamu Anang. Beraninya kamu mempermainkan hidupku, kamu membuat hidup ku menderita dengan nafkah lima pulih ribu mu, sedangkan kamu menghamburkan uang dengan wanita ******. Aku menyesal sudah merasa bersalah karena menggadaikan sertifikat rumahmu dengan hanya dua ratus juta saja.
Baiklah kalau begitu, aku harus memergoki mereka hari ini. Ini adalah kesempatan bagiku untuk memperkuat alasan ku ingin berpisah dengan Anang. Saking sakit hatinya aku pada laki-laki itu aku tak sudi lagi memanggilnya dengan sebutan mas.
Tapi tunggu, tidak mungkin aku menyusul mereka dengan penampilan ku yang seperti ini. Nanti bisa-bisa aku akan menjadi bahan ejekan Winda. Dan Anang akan semakin merasa menang, tidak bisa.
Untuk melaksanakan rencana besar ini aku tak mungkin mengajak anak-anak. Aku mulai mondar-mandir dengan berpikir keras, akan aku titipkan pada siapa anak-anak.
"Apa aku nanti titipkan sama supir taksi aja ya, aku harus memergoki mereka malam ini juga. Iya kalau supirnya mau, kalau nggak gimana? Atau aku minta bantuan Risa? Ya Allah, anakku ada tiga. Sungkan sekali jika aku menitipkan semuanya pada Risa." Aku sejak tadi bergumam dengan memegang kepala yang mendadak pening.
Tidak ada saudara ku yang dekat dari sini, aku bingung harus ku titipkan pada siapa mereka. Denting jam yang tarus bergerak membuat aku nekat untuk untuk menghubungi Risa. Aku menjelaskan bahwa aku ada urusan yang sangat penting. Alhamdulillah nya, tanpa pikir panjang Risa mengiyakan permintaan ku.
Aku segera mencari anak-anakku yang sedang bermain di luar rumah. Aku mengajak mereka untuk pulang dan mandi. Aku jelaskan semuanya pada Alif, aku jelaskan bahwa aku sedang ada urusan yang harus di selesaikan.
"Nggak apa-apa kan nak? Nanti di rumah tante Risa kan ada Alfan teman sekolah kamu. Nanti di jaga adiknya ya, jangan biarkan mereka menyentuh apapun, ibu janji akan pulang cepat."
"Ibu pergi sama ayah?"
"Nggak sayang. Kamu dengar ibu ya, mulai sekarang dan seterusnya, hanya akan ada ibu, kamu, Agil dan Anin. Sudah tidak ada ayah. Ibu akan jelaskan semuanya ketika kamu sudah mulai beranjak dewasa. Untuk sekarang, kamu nurut sama ibu ya." Aku mengatakan ini dengan suara bergetar dan mata berkaca-kaca. Sungguh berat mengatakan hal ini pada anak sekecil Alif.
"Ibu kenapa nangis? Ayah yang buat ibu nangis? Kenapa ayah sekarang nggak kayak dulu lagi? Sejak Anin lahir, kayaknya ayah udah berubah. Dan akhir-akhir ini sering buat ibu nangis. Aku tahu, ibu sering nangis sendirian di kamar. Ibu nangis nggak ada suaranya biar aku dan adik-adik nggak dengar kan, bu? Ayah udah jahat sama ibu ya? Ibu di sakiti? Ayah juga jarang pulang ke rumah, aku punya ayah tapi kayak nggak punya ayah."
Aku tak tahan dan menumpahkan air mataku mendengar penuturan Alif. Aku memeluknya dengan erat, aku tak sadar ternyata apa yang aku rasakan di rasakan juga oleh anakku. Hatiku semakin ngilu saat membayangkan Alif mendengar aku menangis setiap malam. Ya Allah, anakku.
"Ibu jangan sedih, ibu nggak boleh nangis. Aku akan sedih jika ibu menangis."
"Nggak, ibu nggak nangis." Aku menghapus air mataku yang terus berjatuhan. "Sebentar lagi ibu antar kamu dan adik-adik ke rumah tante Risa ya."
Setelah menyelesaikan semuanya, aku bergegas untuk mengajak anak-anak ke rumah Risa. Meskipun Agil sangat masih manja dan apa-apa harus ibunya, dia tak pernah rewel saat di manapun, asal ada Alif dan camilan, maka dia akan anteng. Itulah sebabnya aku tenang jika meninggalkan Agil bersama dengan Alif.
Tak lupa aku sudah mempercantik diriku seperti saat aku masih pacaran dengan Anang. Mungkin orang yang belum pernah melihat ku dandan akan pangling, seperti Risa saat ini.
"Masya Allah mbak, kamu cantik banget. Beda dari biasanya, aku sampai pangling. Kalau nggak ada Alif mungkin aku nggak ngenalin kamu," kata Risa memuji ku. ah aku jadi besar kepala kan.
"Kamu bisa aja Ris. Suami kamu nggak keberatan aku nitip anak-anak sebanyak ini?" tanyaku sungkan.
"Nggak mbak, mas suka anak-anak, jangan khawatir."
"Makasih ya, Ris. Aku nggak tahu lagi harus bilang apa ke kamu, kamu sudah terlalu banyak bantu aku sedangkan aku hanya merepotkan saja."
"Ngomong apa sih, mbak, aku nggak merasa di repotkan. Aku senang bisa membantu mbak."
"Ini aku bawa camilan untuk kalian, mudah-mudahan suka. Aku juga bawa asi untuk Anin. Aku pergi dulu ya, Ris." Aku menyerahkan sebuah tas kecil berisi makanan dan juga asi yang sudah aku persiapkan tadi.
"Alif jangan nakal dan jaga adiknya ya." Aku mengecup singkat kening Alif. Sedangkan Agil dan Anin sudah lebih dulu di bawa masuk oleh suami dan anak Risa.
"Iya, ibu hati-hati ya."
Aku mengangguk lalu kembali pulang, aku sudah memesan taksi online yang mungkin saja sudah sampai di depan rumah.
Aku akan pergi ke hotel dimana suami dan jalangnya akan tidur bersama menghabiskan malam. Dengan berbekal diskusi mereka di chat WA tadi, aku tahu alamat hotel itu.
ceritanya sperti di dunianya nyata.