Diandra Anastasya Mulawarman(23th) seorang wanita berparas cantik, mandiri dengan karier yang begitu cemerlang. Siapa sangka disaat detik terakhir kepergian sang ibu, dirinya harus menerima kenyataan bahwa ia adalah seorang bayi yang diadopsi dari sebuah panti asuhan.
Berbekal secarik surat dan sebuah liontin, ia berusaha keras untuk bisa menemukan keluarga kandungnya. Dan sebuah kenyataan pahit kembali ia terima, ternyata istri kedua Papanya merupakan dalang dibalik kematian sang ibu.
Dengan menyamar menjadi orang yang berbeda, ia bertekad untuk membalas orang-orang yang telah menghancurkan keluarganya.
" Kau mengambil Papa dari Ibuku. Maka aku akan mengambil tunangan dari putrimu. Raka Syailendra, kau harus jadi milikku."tekadnya dalam hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KENANGAN RAKA
Semalaman Rakapun tidak dapat tidur dengan nyenyak. Bukan karena ia menyesali pertengkarannya dengan Lilian, pria itu justru selalu terbayang wajah Diandra. Tatapan mata Diandra seolah mampu menghipnotisnya hingga ia tak sanggup berpaling dari mata indah wanita tersebut.
Raka bangun dari peraduannya, ia mengambil Laptob untuk memeriksa beberapa pekerjaannya. Mungkin dengan begitu dirinya bisa melupakan kegelisahan yang ia rasakan saat ini.
" Akhhh.."
Pria itu menutup labtopnya kembali, dirinya tidak mampu berkonsentrasi sama sekali. Ia merutuki kebodohannya lantaran memikirkan wanita lain disaat dirinya hampir menuju jenjang pernikahan.
Pikirannya menerawang pada peristiwa yang terjadi sekitar 15 tahun yang lalu. Peristiwa saat dirinya hampir diculik oleh beberapa orang preman sepulang sekolah.
Waktu itu, sepulang sekolah dirinya ditodong oleh seorang pria berwajah sangar. Lelaki itu memaksanya untuk naik ke dalam mobil. Ternyata ada beberapa orang preman lain yang telah menunggunya disana.
Raka yang kala itu masih duduk dibangku SMP tak bisa berbuat banyak, meskipun dirinya berusaha untuk memberontak. Ia tak mampu berkutik ketika sebilah pisau dihadapkan padanya. Anak lelaki itu terpaksa menuruti kemana para penjahat tersebut membawanya.
Terdengar salah satu dari mereka meminta tebusan pada orang tuanya dengan jumlah yang sangat besar. Mereka membawa Raka ke daerah pinggiran kota agar jejaknya tak terendus oleh pihak kepolisian.
Akan tetapi, semua itu hanyalah akal-akalan mereka agar mendapat uang lebih. Padahal yang sebenarnya, mereka adalah orang suruhan rival bisnis Papanya. Mereka diminta untuk membunuh Raka sebagai wujud balas dendam lantaran kalah tender dengan Papa Gio.
Beruntung, mobil penjahat itu tiba-tiba mengalami ban kempes. Dengan terpaksa salah satu mereka yang duduk dibelakang turun untuk memperbaikinya.
Kesempatan itu digunakan Raka untuk kabur dari sana. Meskipun daerah tersebut asing baginya, tetapi ia memilih berusaha kabur. Bertahan atau tidak, iapun pasti akan dibunuh oleh mereka.
Raka merasa asing dengan daerah tersebut. Ia berlari tak tentu arah dijalanan yang nampak sepi penduduk.
" Aaarrrgghhh.."
Anak itu tanpa sengaja terjatuh akibat tersandung batu jalanan yang cukup besar. Darah mengucur dari lututnya, ia merasakan perih yang teramat dikakinya.
Samar terdengar suara para preman yang tengah mencari keberadaannya. Raka mencoba bangkit dan menepis rasa sakit dikakinya. Ia memaksakan diri untuk bisa berlari menjauh meskipun dengan keadaan pincang.
Raka menoleh kebelakang, ia terkejut lataran darah di kakinya menetes kemana-mana. Pasti para penjahat itu akan dengan mudah menangkapnya lewat jejak darah yang mereka lihat.
Raut wajah Raka dipenuhi rasa takut dan cemas. Netranya berkaca-kaca, ia merasa lelah dan hampir berputus asa.
Namun, sesosok tangan mungil tiba-tiba menariknya kesemak-semak. Raka terkejut dan hampir berteriak, tetapi gadis itu langsung membekap mulutnya.
Bergegas anak perempuan tersebut menalikan syal yang ada dibonekanya kepada Raka. Raka hanya menurut dan memperhatikan anak gadis tersebut, ia membiarkan anak itu menolongnya. Satu hal yang paling Raka kagumi dari gadis kecil itu, mata bulatnya begitu indah dengan bulu mata panjang nan lentik.
" Ayo, kita harus segera pergi dari sini. Kita pergi kesana saja, mereka pasti melihat darahmu ini. "
Anak itu mengajaknya berlari kearah yang berlawanan, ia menarik tangan Raka agar mereka dapat berlari bersama-sama, tentu saja dengan boneka ditangan sebelahnya. Raka kagum, ternyata anak sekecil itu memiliki sudut pandang yang jeli, ia yakin gadis itu pasti sangat pintar.
Gadis kecil itu membawanya ke sebuah taman, ia mengajak Raka untuk naik keatas rumah pohon yang ada disana. Merekapun bergantian menaiki rumah pohon tersebut, dari sana mereka bisa melihat para preman itu berlari ke arah yang berlawanan. Mereka pasti menuruti jejak darah Raka.
" Huhhh ! Untung saja. Rasanya aku sudah mau mati. Terima kasih kau sudah menolongku. " gumam Raka lega. Ia mengusap kepala gadis kecil cantik itu karena gemas.
" Sama-sama. Kata Mama, hidup mati itu ditangan Tuhan. Kakak harus bersyukur, kita masih diberi keselamatan. Berarti Tuhan masih sayang kepada kita. " gadis itu mulai menceramahinya.
Raka tersenyum geli, gadis sekecil itu bisa melontarkan kata-kata bak orang dewasa. Merekapun akhirnya mengobrol dan bermain sebentar diatas sana. Mereka takut, jika para penjahat itu tiba-tiba muncul kembali.
" Astaga, ini sudah sore. Mama pasti mencariku! " gadis itu nampak cemas dan gelisah.
Ia berniat untuk turun dari rumah pohon itu, tetapi Raka mencoba menahannya.
" Hei. Jika kau pergi, bagaimana denganku?"
" Kakak tenang saja. Kakak lebih baik disini, aku akan meminta bantuan. Jika kakak ikut pergi, penjahat itu pasti dengan mudah mengenalimu. "
Rakapun akhirnya menurut, ia menunggu bala bantuan tiba disana. Ia memandangi syall yang mengikat lututnya,
" Hiiiss. Kenapa aku lupa menanyakan namanya! " sesalnya.
Ia baru tersadar, ternyata boneka teddy bear berukuran cukup besar milik anak gadis itu tertinggal disana. Rakapun mengambil boneka itu dan berniat menyerahkannya saat anak itu kembali.
Malampun tiba, para warga berbondong-bondong mendatangi rumah pohon tempat Raka berada.
Ibu Panti yang telah meminta para warga untuk datang kesana. Ia diberitahu oleh anak gadis itu agar menolong seorang anak dirumah pohon. Akan tetapi, anak gadis itu harus segera pergi. Ia akan ikut Papanya dalam perjalanan bisnis keluar negeri. Sedangkan Mama gadis tersebut meminta agar identitas putrinya tidak diketahui oleh siapapun.
Beruntung, tak berselang lama orang tua Rakapun telah tiba disana bersama aparat hukum. Mereka berhasil melacak dan meringkus para penjahat tersebut lewat GPS.
Nyonya Delia dan Tuan Gio merasa sangat bersyukur akhirnya Raka bisa ditemukan dalam keadaan selamat. Sebagai bentuk rasa syukur, merekapun menjadi donatur tetap panti asuhan tersebut, Panti Nirmala.
Rakapun menanyakan tentang gadis kecil yang menolongnya, tetapi ibu panti tidak dapat berbicara jujur. Ia mengatakan bahwa gadis itu bukanlah warga setempat. Ia terpaksa menutupi identitas gadis sesuai perintah Nyonya, Veronica.
Raka begitu kecewa, ia bertekad mencari gadis itu bahkan hingga ia beranjak dewasa. Namun hasilnya nihil sebab dirinya tak memiliki petunjuk sama sekali mengenai gadis itu.
Baginya gadis itu adalah pahlawan, bahkan mungkin cinta pertamanya. Ia selalu saja bersikap dingin terhadap para gadis yang memperebutkannya.
Jika bukan paksaan Mama Delia, mungkin dirinya hingga saat ini tidak akan mau menjalin hubungan dengan gadis yang lainnya. Mamanya tidak ingin putranya terlalu berharap pada sesuatu yang bisa dikatakan mustahil untuk didapatkan.
Rakapun akhirnya mengalah, ia tak ingin membuat Mamanya cemas. Iapun akhirnya menerima cinta Lilian yang telah bertahun-tahun mengejarnya. Lagi pula, Lilian gadis yang sangat baik, sopan, dan berasal dari keluarga yang terhormat.
Namun dilubuk hatinya yang terdalam, gadis kecil itu takkan pernah tergantikan. Ia adalah kenangan terindah dalam hidup Raka. Raka selalu menyimpan boneka dan syall milik gadis tersebut dengan baik, bahkan terkadang benda itulah yang menemani saat dirinya mengalami gangguan dalam tidurnya.
Bersambung....