Adinda Khairunnisa gadis cantik yang ceria, yang tinggal hanya berdua dengan sang ayah, saat melahirkan Adinda sang bunda pendarahan hebat, dan tidak mampu bertahan, dia kembali kepada sang khaliq, tanpa bisa melihat putri cantiknya.
Semenjak Bundanya tiada, Adinda di besarkan seorang diri oleh sang ayah, ayahnya tidak ingin lagi menikah, katanya hanya ingin berkumpul di alam sana bersama bundanya nanti.
Saat ulang tahun Adinda yang ke 17th dan bertepatan dengan kelulusan Adinda, ayahnya ikut menyusul sang bunda, membuat dunia Adinda hancur saat itu juga.
Yang makin membuat Adinda hancur, sahabat yang sangat dia sayangi dari kecil tega menikung Adinda dari belakang, dia berselingkuh dengan kekasih Adinda.
Sejak saat itu Adinda menjadi gadis yang pendiam dan tidak terlalu percaya sama orang.
Bagaimana kisahnya, yukkk.. baca kisah selanjutnya, jangan lupa kasih like komen dan vote ya, klau kasih bintang jangan satu dua ya, kasih bintang lima, biar ratingnya bagus😁🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
"Ya ampun, tinggi banget sih, ini rak yang ketinggian, apa aku yang terlalu pendek ya." gerutu Adinda melompat lompat berusaha mengambil buku di rak paling atas.
"Ck, susah bener sih, ini siapa yang bikin rak sih, ngak kasihan apa sama yang pendek, bukan pelajarannya aja yang susah, ngambil bukunya juga susah." dumel Adinda seorang diri.
Tampa di sadari oleh Adinda, ada seseorang yang memperhatikannya sambil terkekeh melihat tingkah Adinda itu.
"Lucu banget sih, kamu." gumamnya Aldo sambil mendekat ke arah Adinda dan mengambil buku yang sedang berusaha Adinda ambil.
"Ya... Yah.... Kok di ambil sih." cibik Adinda melihat tangan seseorang mengambil buku yang dia inginkan.
Adinda membalik menatap sedih buku di tangan seseorang itu. "sudah capek loncat loncat, kamu malah di ambil orang." cibik Adinda menatap sedih buku itu, tanpa melihat sedikit pun ke arah orang yang mengambil buku.
"Ya ampun, bener kata kata anak anak, pesona gue keknya sudah luntur." gumam Aldo dalam hati, karena Adinda tidak sekalipun menatap ke arah wajah tampannya, malah terus menatap buku yang ada di tangan Aldo.
"Kamu mau buku ini." tanya Aldo dingin, sengaja bersikap cool, padahal sudah tertarik dari pertama kali melihat Adinda.
Adinda mengangguk polos.
"Ambillah." ujar Aldo menyodorkon buku yang ada di tangannya.
"Serius!" pekik Adinda senang.
"Hmmm..." Aldo hanya mendehen dan menganggukan kepala.
"Akk... Terimakasih kak." ujar Adinda dengan tersenyum senang mengambil buku di tangan Aldo dan berlalu dengan santainya.
Membuat Aldo melongo, baru kali ini dia di cuekin oleh makhluk yang bernama perempuan, biasanya setiap perempuan di hadapannya akan tebar pesona, namun Adinda jauh dari kata tebar pesona, menatap kagum dia saja pun tidak sama sekali.
"Wooiii... kesambet apa loe bro, sampe bengong di sini" ujar Saga menegur Aldo yang menatap punggung Adinda.
"Ck." decak kesal Aldo, meninggalkan Saga.
"Astaga beruang kutup itu." gerutu Saga.
"Din. Kenapa lama banget sih, kita sudah lapar tau." keluh Sita memegang perutnya.
"Maaf, tadi aku cari buku dulu di perpus." sahut Adinda penuh sesal.
"Ya udah ke kantin yuk, keburu penuh ini kantin, ngak kebangian tempat duduk kita." ujar Lusi menggandeng tangan Adinda.
keempat gadis cantik itu lansung berjalan menuju kantin, banyak pasang mata menatap penuh kagum, dan ada juga yang menatap iri kepada mereka, namun ke empat gadis itu tidak pernah perduli, mereka datang ke kampus ini untuk menuntut ilmu, agar cepat selesai kuliah, bukan untuk tebar pesona, jadi mereka hanya acuh dengan tatapan orang orang sekitarnya.
"Haiii Din." tegur seorang gadis berkaca mata kepada Dinda.
"Eh. Haiii... Juga Elsa." sahut Adinda ramah, gadis yang menegur Adinda adalah mahasiswa yang satu jurusan dengannya, dan duduk mereka kebetulan juga dekat.
"Boleh gabung." ujar Elsa.
"Ohh... Boleh kok, duduk aja, kenalin. Mereka sahabat sahabat aku." ujar Adinda memperkenalkan Lusi, Sita dan Rini.
"Haii... Salam kenal aku Rini." sahut Rini ramah.
"Aku sita." mengulurkan tangan.
"Lusi." sahut Lusi santai.
"Ya udah yuk pesan, katanya sudah lapar." ujar Lusi.
"Kamu pesan apa Din?" tanya Sita.
"Aku mau nasi pecel aja deh, sama es jeruk." sahut Adinda.
"Aku samain aja, biar cepat." ujar Lusi.
"Samain semua ngak pa apa nih." sahut Sita menatap Elsa.
"Ngak pa apa kok." jawab Elsa tersenyum ramah.
"Ya udah aku pesan dulu." ujar Sita.
"Aku temanin, biar aku yang bawa minumnya." seru Rini mengikuti Sita.
"Kalian tinggal dimana?" tanya Elsa memecah keheningan sambil menunggu makanan datang.
"Kami tinggal ngak jauh dari kampus kok." sahut Lusi.
"Kalian tinggal bareng?" tanya Elsa lagi.
"Iya, kami tinggal satu rumah, kebetulan kami sahabat dari sekolah, jadi pas kuliah juga bareng." sahut Adinda.
"Oohhh... Seru ya." ujar Elsa.
"Seru banget, rame mulu." kekeh Adinda.
"Kamu tinggal di mana?" tanya Lusi.
"Aku tinggal di menteng." sahut Elsa.
"Huaaa.... Orkay dong." ujar Sita yang baru datang, sedikit banyak tentu saja Sita tau daerah itu.
"Ahhh.. Ngak kok, biasa aja." jawab Elsa tersipu malu.
"Ya udah yuk makan, nanti keburu bel." sahut Lusi.
Mereka makan dengan tenang, tanpa ada obrolan.
"Itu cewek yang nyuekin loe tadi bos." kekeh Saga, menunjuk Adinda dengan dagunya.
Aldo hanya melirik sekilas, tanpa menyahut ucapan Saga.
"Kejar bos, klau suka mah, takut di embat orang duluan." kekeh Bian.
"Habisin makan kalian, bukan ngegosip kek mak mak." tegur Aldo dingin.
"Ck, ngeselin." cibik Saga menyantap makanannya dengan kesal.
Aldo sesekali melirik Adinda dengan sudut matanya.
Bersambung....