seorang kakek yang awalnya di hina, namun mendapat kesaktian
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri muda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 4
Pak Sardi yang terlihat mulai bimbang dengan pernyataan istrinya hanya diam saja.
"Setelah itu, Pak, saat Mang Surya berusaha terus memaksa saya, saat itulah Pak Marwan datang, Pak. Dia lalu memarahi Mang Surya karena mau berbuat tak senonoh sama saya. Benar kan, Mas?" tanya Surti, menatap Pak Marwan dengan pandangan mata aneh yang cuma dimengerti oleh mereka berdua.
"Benar, Pak. Saya tak mau melihat seorang perempuan dipaksa-paksa begitu," sahut Pak Marwan.
“Lalu saya memarahi Mang Surya dan menarik Surti untuk mengajaknya pergi. Benarkan saya yang mengajak Surti waktu itu, Mang?” tanya Pak Marwan kepada Mang Surya.
"Benar, Pak, tapi di awal semuanya salah, Pak..." jawab Kakek Surya. Dia menjawab begitu karena kenyataannya memang Pak Marwan yang dua hari lalu menarik tangan Surti, setelah Mang Surya meneriakinya.
Sebelum Mang Surya selesai berkata, cepat-cepat dipotong Pak Marwan.
“Sudah dengar pengakuannya kan, Pak? Dia mengakui kalau memang saya mengajak Surti pergi, untuk menyelamatkannya dari perbuatan tercela yang mau dilakukan oleh Pak Surya," ucap Pak Marwan sambil tersenyum simpul.
Kakek Surya mau menjawab, namun cepat disuruh diam oleh Pak Jaya. Juga Pak Marwan mau menjawab lagi, juga dilarang Pak Jaya.
"Kalau begini kejadiannya, sekarang terserah sama kamu, Pak Sardi. Kamu kan sudah dengar pengakuan istrimu, juga pengakuan Pak Marwan dan Pak Surya. Saya tidak bisa memutuskan siapa yang benar di sini. Kamu yang menjalani pernikahan sama istrimu, apa kamu percaya pada istrimu atau sama Pak Surya? Saya serahkan keputusan sepenuhnya kepada kamu," ucap Pak Jaya.
Pak Sardi diam sesaat, lalu tiba-tiba Surti bangkit dan melangkah, lalu memeluk suaminya erat-erat.
"Mas, apa Mas percaya kalau aku selingkuh?" tanya Surti sambil mulai menangis.
“Istrimu tak mungkin selingkuh..." Pak Marwan mau berkata, namun kembali tangan Pak Jaya terangkat, mengisyaratkan pada Pak Marwan untuk diam.
"Pak, Anda harus percaya istri Anda. Kalau saya ingin istri Bapak, sangat mudah bagi saya. Saya tinggal mengakui saja apa yang Bapak tuduhkan itu, dan otomatis nantinya Surti menjadi istri saya. Memang istrimu cantik, tapi dia bukan tipe saya, Pak. Sebenarnya saya hanya menolong istrimu dua hari lalu, tapi saya tak tahu akan berakhir begini," ucap Pak Marwan.
"Itu semua bohong, Pak! Saya tak melakukan itu," sahut Pak Surya membela diri.
"Bapak tidak bisa menyangkalnya, karena Surti yang mengakuinya langsung. Saya sudah punya istri yang jauh lebih cantik dari Surti. Apa mungkin saya mau sama dia? Walaupun Surti memang cantik.
Sedangkan Bapak yang jelas-jelas tak punya istri untuk menyalurkan hasrat Bapak, Bapak lebih pantas tertarik dan mau berbuat tak senonoh pada Surti, tapi malah menuduh saya. Tapi saya tetap terima tuduhan Bapak itu, walaupun jelas-jelas Bapak mencemarkan nama baik saya," lanjut Pak Marwan.
Pak Surya ingin menjawab, namun cepat-cepat dipotong oleh Surti.
"Mamang diamlah. Orang baik macam Pak Marwan sangat sulit ditemui. Kalau Pak Marwan tak ada waktu itu, mungkin Mamang sudah berhasil melakukan hal tercela itu pada saya," jawab Surti dengan nada ketus, menatap Kakek Surya dengan tajam.
Sementara itu, Pak Sardi hanya tetap diam. Dia mencoba membanding-bandingkan pengakuan yang ada. Ia bingung menentukan siapa yang benar, karena hanya Pak Surya yang mengatakan istrinya selingkuh, sedangkan Pak Marwan dan Surti sendiri mengatakan bahwa istrinya jujur. Setelah mendengar pengakuan Pak Marwan dan Surti, akhirnya Pak Sardi pun mengambil keputusan.
"Mamang memang tak bisa dipercaya. Ternyata Mamang mau berbuat tak baik pada istriku. Sudah kuberikan mencari rumput di kebunku, malah mau berbuat tak senonoh pada istriku," jawab Pak Sardi.
Pak Sardi lebih percaya pada Pak Marwan dan Surti, karena alasan mereka lebih masuk akal, yang membuat akhirnya Pak Sardi menyalahkan Mang Surya, yang menurut pengakuan Surti ingin memaksa Surti untuk melayaninya.
Sedangkan Kakek Surya hanya diam, merasa dirinya kalah, dan berbuat baik pada orang yang salah.
"Terima kasih, Mas. Mas sudah percaya padaku. Aku jujur, memang itu yang terjadi, Mas. Kita harus berterima kasih pada Pak Marwan, karena berkat dia, aku masih bisa menjaga kesucian pernikahan kita. Cepat, Mas, berterima kasih pada Pak Marwan sebelum dia tersinggung," ucap Surti.
Mendengar perkataan Surti, Pak Marwan langsung tersenyum sombong karena sudah dianggap sebagai pahlawan.
"Iya, Pak. Maafkan saya sudah membawa Bapak dalam masalah keluarga saya. Tapi ini semua karena ulah Mang Surya. Saya sangat berterima kasih Bapak sudah menolong istri saya, dan menyelamatkan istri saya dari niat jahat Mang Surya," ucap Pak Sardi dengan raut wajah yang sangat bersalah.
Cepat-cepat Pak Jaya berkata, sebelum Pak Surya terus dipersalahkan atas kejadian ini, "Ya sudah. Sekarang titik terangnya sudah ketemu. Saya tidak membela siapa pun di sini, itu murni keputusan kalian. Saya juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, karena saya hanya bisa mendengarkan keterangan dari kalian semua. Untuk Pak Marwan dan Pak Surya, sekali lagi saya ucapkan terima kasih sudah mau hadir siang ini untuk menyelesaikan masalah rumah tangga mereka. Jadi, segala tuntutan Pak Sardi otomatis batal, ya?" tanya Pak Jaya menatap Pak Sardi.
"Iya, Pak. Saya sudah salah menuduh istri saya selingkuh, padahal Surti istri yang baik dan setia. Juga menuduh Pak Marwan yang sebenarnya sudah menolong istri saya," jawab Pak Sardi.
"Baiklah, acara pertemuan siang ini kita cukupkan sampai di sini," ucap Pak Jaya mengakhiri pertemuan itu.
"Sekarang, pulanglah bersama istrimu dan jangan lagi bertengkar. Kalian saling sayangilah, jangan menuruti hawa nafsu saja untuk kalian berdua. Jangan sampai anak kalian jadi korban jika kalian bercerai. Ingat itu," nasihat Pak Jaya kepada suami-istri tersebut.
"Kalau begitu, saya pulang dulu, Pak," jawab Pak Sardi sambil memeluk Surti. Lalu keduanya melangkah pergi, diikuti oleh saudara kandung Surti yang sejak tadi hanya diam saja, melihat pertemuan tersebut sampai berakhir.
Saat mereka melangkah pergi, Pak Sardi masih terus memeluk istrinya, sedangkan Surti terlihat melirik ke arah Pak Marwan dengan kerlingan mata dan mengangkat kedua alisnya, memberikan kode yang sulit diungkapkan artinya.
Sementara itu, Pak Marwan juga menatap ke arah Surti sambil membalas kode dari Surti.
Pak Surya hanya diam saja karena merasa terpojok saat itu. Namun, karena dia sudah cukup berumur, dia mengerti bahwa tangisan Surti adalah tangisan palsu.
"Besok-besok jangan ikut campur urusan rumah tangga orang. Hampir saja Bapak membuat orang bercerai. Apa Bapak senang kalau mereka bercerai? Atau jangan-jangan memang Bapak mau pada janda Surti? Ingat umur, Pak! Bapak sudah tua, sudah bau tanah. Kenapa tak Bapak pikirkan anaknya kalau mereka bercerai? Percuma tua, masalah begini saja tak tahu. Bapak mau Pak Sardi tak punya istri? Mau melihat anaknya tak punya ibu? Mau...!" ucap Pak Marwan menatap tajam pada Kakek Surya, setelah Pak Sardi dan Surti pergi cukup jauh.
Pak Jaya langsung mengangkat tangan, mau memarahi Pak Marwan. Namun, cepat-cepat Pak Marwan ikut berdiri.
“Pak!” teriak Pak Jaya, menatap tajam pada Pak Marwan.
"Saya pergi dulu, Pak. Malas menghadapi orang tua yang suka menghancurkan pernikahan seseorang yang bahagia dan berkah macam Pak Sardi dan Surti," ucap Pak Marwan setelah berdiri lalu berbalik, kemudian melangkah pergi, diikuti oleh dua orang anak buahnya.
"Pak, Bapak yang sabar. Kadang niat baik kita salah di mata orang-orang," jawab Pak Jaya menenangkan Kakek Surya setelah Pak Marwan cukup jauh.
"Iya, Pak. Saya juga heran. Saya hanya bermaksud baik dan kasihan pada Sardi, kok jadi saya yang salah. Seumur-umur saya sangat bingung atas persoalan ini," ucap Pak Surya.
"Saya tahu mereka, Pak. Saya juga yakin kalau mereka selingkuh. Hal itu bukan hanya Bapak saja yang mengetahui, bahkan sebagian penduduk desa ini sudah tahu kalau Surti selingkuh sama Pak Marwan. Tetapi cinta Sardi membuat matanya tertutup pada kenyataan ini. Kita sama-sama tahu gimana perbuatan Pak Marwan. Saya sangat yakin apa yang Bapak ucapkan benar adanya," jawab Pak Jaya membela Mang Surya. Dan memang benar, desas-desus perselingkuhan mereka sudah banyak yang tahu.
"Iya, Pak, terima kasih banyak. Maaf sudah ngerepotin Pak Jaya. Saya tak tahu akan berakhir begini. Kalau tahu, tak akan susah-susah untuk memberi tahu Sardi," jawab Mang Surya, menyesali perbuatannya.
“Iya, Pak. Tak apa-apa kok.”
***
Beberapa hari kemudian, Kakek Surya kembali mencari rumput untuk pakan sapinya. Karena musim makin kemarau, dia pun mencari rumput di pinggir sungai, di mana rumput masih segar dan menghijau, tak seperti di ladang-ladang.
Kakek Surya mulai malas berhubungan dengan Pak Sardi sejak kejadian pertemuan di rumah Pak Jaya. Ia tak lagi datang ke kebun Pak Sardi untuk meminta rumput.
Hari ini, sedikit sore Kakek Surya baru mencari rumput karena tadi dia kedatangan tamu dari orang yang menggarap sawahnya. Sebenarnya, Kakek Surya memiliki sepetak sawah yang digarap oleh tetangganya karena dia sudah tidak mampu bertani lagi.
Saat dia sedang jongkok menyabit rumput di pinggir sungai itu, tiba-tiba datang tiga orang gadis yang mau mandi, tak jauh dari tempat Mang Surya mencari rumput.
Kehidupan di desa ini memang begini, setiap sore akan terlihat beberapa gadis dan para orang-orang akan mandi di sungai. Karena di desa ini, hanya Pak Marwan yang mempunyai kamar mandi. Mereka mandi menyebar, tidak berkelompok, dari hulu sampai ke hilir sepanjang sungai itu.
Terlihat tiga orang gadis itu langsung membuka pakaiannya, lalu menggunakan handuk. Setelah masuk ke air, handuk mereka dilepas. Para gadis ini tidak benar-benar polos, hanya membuka baju dan celana saja.
Karena posisi Kakek Surya yang sedikit tersembunyi akibat kerimbunan pohon-pohonan juga rumput-rumputan, hingga para gadis itu tak menyadari keberadaan Kakek Surya.
Karena merasa tak ada orang, gadis-gadis itu sedikit bebas, membuat terlihat bagian tubuh mereka yang seharusnya tertutup.
Kakek Surya yang melihat itu, beberapa kali menelan ludahnya. Walau tertutup, masih terlihat bentuk kulit mereka yang membuat Kakek Surya cukup tergoda saat menatapnya. Saat sedang asyik memperhatikan tiga gadis itu mandi, tiba-tiba datang dua orang anak buah Pak Marwan, dan langsung berteriak.
“Mang Surya, kamu mengintip ya? Hai gadis-gadis, kalian diintip oleh Mang Surya!” teriak salah satu anak buah Pak Marwan, hingga beberapa orang yang mandi mendengar itu, juga tiga gadis tersebut, dan langsung menyilangkan tangannya di dada.
Salah satu gadis langsung berteriak, “Dasar aki-aki berotak mesum, sukanya mengintip orang lagi mandi. Tolong, Mang, singkirkan dia. Saya tak bisa mandi nanti!”
Sehingga dua orang anak buah Pak Marwan langsung mendekat dan menarik tubuh renta Mang Surya.
“Dasar kakek ngeres, rasain ini!” bentak salah satu anak buah Pak Marwan, lalu memukul orang tua tersebut.
Bersambung...