NovelToon NovelToon
Gadis Centil Milik CEO Dingin

Gadis Centil Milik CEO Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Crazy Rich/Konglomerat / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: siti musleha

Di dunia ini, tidak semua kisah cinta berawal dari tatapan pertama yang membuat jantung berdegup kencang. Tidak semua pernikahan lahir dari janji manis yang diucapkan di bawah langit penuh bintang. Ada juga kisah yang dimulai dengan desahan kesal, tatapan sinis, dan sebuah keputusan keluarga yang tidak bisa ditolak.

Itulah yang sedang dialami Alira Putri Ramadhani , gadis berusia delapan belas tahun yang baru saja lulus SMA. Hidupnya selama ini penuh warna, penuh kehebohan, dan penuh canda. Ia dikenal sebagai gadis centil nan bar-bar di lingkungan sekolah maupun keluarganya. Mulutnya nyaris tidak bisa diam, selalu saja ada komentar kocak untuk setiap hal yang ia lihat.

Alira punya rambut hitam panjang bergelombang yang sering ia ikat asal-asalan, kulit putih bersih yang semakin menonjolkan pipinya yang chubby, serta mata bulat besar yang selalu berkilat seperti lampu neon kalau ia sedang punya ide konyol.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siti musleha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16 Ancaman

Mobil hitam Adrian melaju pelan di jalanan kota yang mulai lengang. Dari luar, lampu-lampu malam berkelip, tapi suasana di dalam mobil begitu tegang.

Alira duduk dengan gelisah di kursi penumpang, sesekali melirik Adrian yang fokus ke jalan dengan wajah kaku. Sejak meninggalkan hotel, pria itu tak mengeluarkan sepatah kata pun.

“Mas…” panggil Alira hati-hati.

“Hm.” Suara itu singkat, dingin.

“Kertas tadi… apa isinya?”

Adrian tetap menatap lurus. “Tidak penting.”

Alira menggigit bibir. “Kalau nggak penting, kenapa Mas kelihatan tegang banget?”

“Alira,” ucap Adrian, masih dengan nada formal, “ada hal-hal yang tidak perlu kau tahu.”

Alira manyun, menatap jendela. “Aku ini istrimu, Mas. Kalau ada masalah, bukannya harusnya aku ikut tahu? Biar aku bisa… minimal ikut mikirin.”

Adrian menoleh sekejap, lalu kembali ke jalan. “Saya tidak ingin kau ikut terbawa masalah ini.”

Hening lagi. Alira menatap tangannya sendiri, jantungnya berdetak resah.

Begitu mereka sampai di rumah, Alira langsung melepas high heels-nya dan berjalan ke ruang tamu. Tapi bukannya santai, ia justru menunggu Adrian yang masih meletakkan jas di gantungan.

“Mas,” panggilnya lagi, kali ini lebih serius. “Tolong, jangan anggap aku anak kecil yang nggak ngerti apa-apa. Aku nggak mau cuma jadi pajangan.”

Adrian menatapnya dalam-dalam. Sorot matanya seperti ada perang batin, antara ingin melindungi dan ingin jujur.

Akhirnya ia merogoh saku jas, mengeluarkan kertas terlipat, dan meletakkannya di meja. “Baca sendiri.”

Alira segera meraih kertas itu. Tulisan di dalamnya singkat tapi menusuk:

“Jika kau ingin bisnis besarmu tetap aman, biarkan Alira menghadiri pertemuan privat bersamaku. Hanya dia dan saya. Kau boleh memilih: kehilangan proyek, atau kehilangan kepercayaan istrimu.”

Tangan Alira bergetar. “A-apa maksudnya ini? Jadi Mr. Seto…”

Adrian menyela dengan suara berat, penuh amarah yang ditahan. “Dia mencoba menjadikanmu alat tawar.”

Wajah Alira pucat. “Mas, ini… gila. Dia pikir aku barang yang bisa ditukar gitu aja?”

Adrian mengepalkan tangan di atas meja. “Saya sudah menduganya. Cara dia memandangmu, kata-katanya… semua sudah melewati batas.”

Adrian berdiri tiba-tiba, kursi bergeser keras ke belakang. “Saya tidak akan pernah membiarkanmu didekati dengan cara seperti itu.”

Alira ikut berdiri, menatapnya cemas. “Tapi kalau Mas menolak, proyek Mas bisa hancur, kan? Aku nggak mau gara-gara aku, karier Mas terganggu.”

Adrian menoleh cepat, tatapannya menusuk. “Kau pikir saya akan mengorbankanmu demi bisnis?”

Alira terdiam, tak bisa menjawab.

Adrian mendekat, jarak mereka hanya tinggal sejengkal. “Dengar baik-baik, Alira. Kau bukan barang tawar-menawar. Kau istriku. Dan siapa pun yang berani menyentuhmu dengan cara salah… akan berhadapan dengan saya.”

Suasana menegang. Alira terpaku, wajahnya memanas karena kedekatan mereka.

Ia mundur setengah langkah, gugup. “M-mas… jangan tiba-tiba ngomong serius gini. Aku jadi deg-degan, tau.”

Adrian mengangkat alis. “Kau bisa bercanda di saat seperti ini?”

Alira tersenyum canggung. “Hehe… itu caraku biar nggak terlalu tegang. Kalau aku serius terus, bisa meledak kepalaku, Mas.”

Adrian menatapnya lama, lalu tanpa pikir panjang, tangannya terulur, meraih dagu Alira, mengangkatnya perlahan.

“M-mas…” suara Alira bergetar, pipinya merah merona. Jantungnya berdetak sekeras drum.

“Kau harus janji,” ucap Adrian pelan tapi tegas. “Apa pun yang terjadi, jangan pernah pergi menemui Seto sendirian. Kau hanya bersama saya. Mengerti?”

Alira mengangguk cepat, hampir tak bisa berkata-kata. “I-iya, Mas.”

Perdebatan Kecil

Setelah beberapa detik hening, Alira buru-buru melepaskan diri, berlari kecil ke sofa. “Astaga… suami dinginku ini kalau udah serius bikin aku mau pingsan.”

Adrian menghela napas, duduk di seberangnya. “Kau harus mengerti, Alira. Dunia bisnis tidak sebersih yang kau kira. Banyak orang yang akan menggunakan kelemahan kita.”

Alira menopang dagu, matanya berkaca-kaca. “Kalau begitu… aku kelemahan Mas?”

Adrian menoleh tajam. “Bukan. Kau justru alasan saya harus semakin kuat.”

Alira langsung menutup wajah dengan bantal, mencoba menahan senyum sekaligus deg-degan. “Mas… jangan ngomong manis gitu, nanti aku nggak bisa tidur.”

Adrian hanya menggeleng kecil, tapi sorot matanya tetap serius.

Waktu sudah lewat tengah malam, tapi Alira masih gelisah. Ia duduk di ranjang, menatap Adrian yang sibuk menatap layar laptop dengan wajah keras.

“Mas, apa Mas yakin nggak akan apa-apa kalau menolak Mr. Seto?” tanya Alira hati-hati.

Adrian tidak menoleh. “Saya tidak pernah takut dengan ancaman. Yang saya takutkan hanya satu: kalau sampai sesuatu terjadi padamu.”

Alira terdiam, matanya membesar. Kata-kata itu sederhana, tapi menusuk hati.

Ia menarik selimut, lalu perlahan bergeser, duduk di samping Adrian. “Mas…” bisiknya.

Adrian akhirnya menoleh. “Hm?”

Alira tersenyum kecil, pipinya masih merah. “Aku janji nggak akan bikin Mas khawatir. Tapi Mas juga jangan bikin aku gelisah sendirian. Apa pun yang terjadi, kita hadapi bareng, ya?”

Untuk pertama kalinya malam itu, Adrian menutup laptop, lalu menatapnya lekat-lekat. “Baiklah.”

Ketika suasana mulai mereda, tiba-tiba ponsel Adrian bergetar. Ia meraihnya, melihat layar. Nomor tak dikenal.

Ia membuka pesan masuk. Tatapannya langsung berubah gelap.

Alira mencondongkan tubuh. “Apa lagi, Mas?”

Adrian tak menjawab. Ia hanya menunjukkan layar pada Alira.

Pesan itu berisi foto. Foto candid Alira saat masuk ke hotel malam tadi—jelas diambil diam-diam dari kejauhan.

Di bawahnya ada tulisan:

“Kau tak bisa selalu menjaganya. Cepat atau lambat, dia akan jadi milikku.”

Alira terkejut, tubuhnya merinding. “I-ini… gila! Jadi dari tadi aku diikuti?”

Adrian mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. “Seto sudah kelewatan.”

Adrian berdiri dengan aura dingin yang lebih kuat dari sebelumnya. “Kalau dia ingin bermain kotor, saya akan buat dia menyesal.”

Alira menatapnya dengan cemas, menggenggam tangan suaminya. “Mas… jangan lakukan sesuatu yang berbahaya sendirian.”

Adrian menatapnya dalam, lalu berkata lirih tapi tajam:

“Mulai malam ini, kau tidak boleh keluar rumah tanpa saya. Apa pun alasannya.”

Alira tercekat, tak bisa berkata-kata.

Dan sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, ponsel Adrian kembali bergetar—kali ini sebuah panggilan masuk. Nama yang tertera di layar membuat wajahnya semakin tegang.

Mr. Seto.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!