Genre : Xianxia, Action, Adventure, System, OverPower, Romance.
Update 2 Chapter/Hari. Jam tidak tentu.
Lanjutan dari Strongest God System
Tidak terasa sudah dua tahun lebih ia bereinkarnasi ke Dunia Kultivator.
Berbagai masalah terus datang kemanapun ia pergi. Namun dari masalah-masalah itulah ia mendapatkan jawaban dari misteri-misteri yang ada.
"Kemarilah! Bergabung denganku! Kumpulkan semua kepingan yang terpisah!"
"Siapa kau?!"
"Kemarilah! Bergabung denganku! Kumpulkan semua kepingan yang terpisah! Cepat!"
Suara-suara yang memanggilnya terus muncul dalam pikirannya. Semakin kuat dirinya, semakin banyak pula perkataan yang muncul dibenaknya.
Lin Chen pergi ke Alam Dewa untuk membalas dendam dan mencari jawaban dari semua pertanyaan. Apakah petualangannya di Alam Dewa dapat berjalan dengan lancar? Ataukah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaKertas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 012 : Tidak Sadar Diri
Waktu berlalu dengan cepat, tidak terasa sudah 50 menit terlewati semenjak mereka keluar dari dalam Ruang Dimensi. Untuk perjalanan ini Lin Chen mencari jalan lain, ia memutar untuk menghindari tempat di mana Yan Xue menerima Petir Surgawi. Ia sudah bisa melihat Kota Tianhang yang berjarak sekitar empat mil, tapi saat ia melihat kota itu, ia menaikkan sebelah alisnya keheranan.
"Apakah ada serangan di Kota Tianhang? Siapa yang sanggup menghancurkan array yang melindungi kota? Apakah orang itu tidak tahu jika menyerang kota ini akan memicu keributan di Alam Dewa? Begitulah yang dijelaskan Qui Zhalian," ucap Lin Chen masih menatap Kota Tianhang.
Lin Chen menolehkan kepalanya ke kiri dan kanan, ia kembali membelalakkan matanya saat melihat jalur kerusakan. Terlihat lembah yang sangat dalam, lembah itu membentuk garis lurus yang sangat panjang, bahkan dengan pandangannya yang sekarang masih tidak mengetahui sampai dimana ujung lembah itu.
Ia terus mengamati jalur lembah itu. Saat ia sedang memikirkannya, Yan Xue yang berada di sampingnya menarik-narik lengan bajunya. "Gege. Bukankah itu tempat di mana aku menerima Kesengsaraan Petir?" tanyanya pelan hampir seperti berbisik.
Dengan cepat Lin Chen menolehkan kepalanya menatap Yan Xue dengan mata terbuka lebar. Ia tertunduk dengan tangan kanan mengusap dagunya mencoba mengingat apa sebenarnya yang terjadi. Tidak lama kemudian, ia mendongakkan kepalanya dengan keringat dingin mengalir di pipinya. "Itu, aku?" tanyanya menunjuk wajahnya sendiri.
Yan Xue hanya terdiam dan menganggukkan kepalanya dengan pandangan tak percaya. Ia tidak berharap jika Lin Chen akan lupa dengan apa yang dilakukannya kemarin.
Lin Chen menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. "Tapi aku tidak mendapatkan notifikasi membunuh manusia," ucapnya kecewa.
"Ada apa Gege?"
"Ah!" Lin Chen tersentak, ia menolehkan kepala menatap wajah Yan Xue. "Tidak ada," lanjutnya sembari tersenyum canggung.
Lin Chen kembali mengendalikan Pedang Langit untuk terus bergerak menuju gerbang Kota Tianhang bagian barat. Beberapa menit kemudian, ia mendaratkan pedangnya tepat di depan gerbang. Kemudian berjalan menuju gerbang masuk setelah ia menyimpan Pedang Langit ke dalam ruang penyimpanan.
"Tunggu!"
Lin Chen dan rombongannya dihadang oleh 10 penjaga kota yang mengenakan zirah cokelat.
"Dari mana kalian?"
"Kami dari wilayah barat. Kami ingin menggunakan Portal Dimensi untuk bepergian ke Daratan Tianlu." Lin Chen menjawabnya tanpa berpikir panjang, sepanjang jalan ia sudah membuat alasan jika diberi pertanyaan seperti ini.
Penjaga kota mengerutkan keningnya, ia menatap tajam mata Lin Chen. "Apakah kau melihat ada orang yang sangat kuat pergi ke sana? Sepertinya orang itu mencapai Ranah Raja Dewa."
"Raja Dewa?" Lin Chen menyilangkan kedua tangannya sembari memiringkan kepala. Ia memandang wajah penjaga kota dengan pandangan penuh tanya. "Untuk apa Raja Dewa ke sini? Bukankan biasanya mereka hanya berdiam di wilayah kekuasaan mereka?"
"Langsung saja. Apakah kau melihatnya atau tidak!"
Lin Chen tersenyum, bukan hanya bibirnya, namun matanya juga terlihat seperti sedang tersenyum. Bukan tersenyum indah, melainkan tersenyum mengerikan yang dapat membuat tubuh orang bergetar hanya dengan melihatnya. "Aku tidak mengetahuinya, bagaimanapun aku hanya memiliki basis kultivasi Ranah Half God. Aku tidak bisa mengetahui tingkatan kultivasi orang yang lebih tinggi dariku," jawabnya dengan suara pelan.
Penjaga kota berambut cokelat pendek itu menatap tajam Lin Chen. Ia mengedarkan energi spiritualnya di sekitar tubuh Lin Chen untuk mengetahui tingkatan kultivasinya. Kemudian ia menghela napas panjang setelah mengetahui tingkat kultivasi Lin Chen dan rombongannya.
Dari sudut pandang penjaga kota, basis kultivasi Lin Chen dan rombongannya diantara Ranah Mahayana sampai Half God. Tentu saja yang tertinggi adalah Lin Chen.
Penjaga kota itu terdiam sejenak, ia kembali mengamati Lin Chen dari atas sampai bawah berkali-kali. Setelah dirasa tidak ada yang mencurigakan, ia menghela napas panjang lagi dan mengizinkan Lin Chen dan lainnya memasuki kota. "Silakan, maaf telah mengganggu waktu kalian."
Lin Chen menangkupkan kedua tangannya. "Tidak masalah, itu sudah menjadi tugas penjaga kota untuk memastikan siapa saja yang masuk ke dalam kota. Kalian sudah menjalankan tugas kalian dengan baik," balasnya antusias.
"Hahaha. Terimakasih anak muda, kau sangat baik." Penjaga kota itu tertawa sembari menggaruk tengkuknya, dan kemudian menepuk-nepuk pundak Lin Chen dengan akrab.
Yan Xue dan lainnya terdiam dengan mulut terbuka saat melihat cara berbicara Lin Chen. Yang mereka tahu, Lin Chen tidak pernah berkata seperti itu, apalagi memuji orang lain yang tidak dikenalnya dan yang memang tidak pantas untuk dipuji.
Setelah mereka sudah melewati gerbang. Raut wajah Lin Chen kembali datar seperti biasanya, rekan-rekannya juga tidak bisa lagi menahan tawanya. Bahkan Yan Xue juga ikut terkekeh dan mengulangi perkataan yang dikatakan Lin Chen dengan nada yang sama.
"Oho? Apakah begitu caramu bersikap pada suamimu?" tanya Lin Chen mencubit lembut pipi Yan Xue.
"Hahaha. Maaf Gege."
Lin Chen dan rombongannya terus berjalan menuju ke tengah-tengah kota yang jaraknya cukup jauh. Sekitar 68 mil untuk sampai ke tengah kota, lebih tepatnya Portal Dimensi yabg menghubungkan antar tempat di Alam Dewa.
Jika saja di dalam kota diizinkan untuk terbang, maka hanya akan memakan waktu beberapa menit saja untuk sampai ke pusat kota. Namun jika berjalan kaki seperti ini, entah berapa hari untuk sampai ke sana.
Puluhan menit kemudian, mereka beristirahat di kursi panjang yang terletak di samping jalan utama. Di depan mereka terlihat stand makanan, namun tampak sepi tanpa ada yang berjualan, ia merasa aneh akan hal ini, terlebih lagi banyak penjaga kota yang berlalu lalang dengan wajah serius.
Setelah cukup beristirahat, mereka kembali melanjutkan perjalanannya menuju pusat kota. Namun baru saja mereka mengangkat tubuhnya dari kursi, terdengar suara yang memanggil namanya. Lin Chen menolehkan kepalanya, terlihat pemuda yang pertama ditemuinya saat tiba di Alam Dewa, Qui Zhalian.
"Kita bertemu lagi anak muda." Qui Zhalian menghampiri Lin Chen. Ia menolehkan kepalanya melihat beberapa orang yang berada di sekitar Lin Chen. "Siapa mereka? Saat pertama kali aku melihatmu, kau hanya seorang diri di Kota Tianhang."
Tanpa pikir panjang lagi, Lin Chen tersenyum dan menjawabnya dengan rasa percaya diri yang tinggi. "Besok harinya setelah kita bertemu atau tadi pagi, aku pergi ke arah barat untuk mencoba peruntungan di sini dan siapa tahu mendapatkan harta yang dikatakan dari Zaman Keemasan. Tapi saat aku sedang berkelana, aku bertemu dengan mereka sedang bertarung melawan monster Ranah Immortal, itu adalah monster yang cukup sulit dikalahkan untuk mereka yang tingkatan tertingginya hanya sampai Ranah Holy Monarch."
Qui Zhalian terdiam, ia mengerutkan keningnya dengan mata yang menyipit menatap Lin Chen. Apa yang dikatakan Lin Chen sangat tidak masuk akal, orang-orang yang berada di sekitar Lin Chen menggunakan pakaian mewah yang biasanya hanya bisa dimiliki oleh keluarga besar. Namun anehnya orang-orang dari keluarga besar malah datang bersama anak kecil, dan bukan orang tua yang menjaga mereka.
Qui Zhalian menolehkan kepalanya menatap seorang pemuda di sebelah Lin Chen yang tak lain ialah Lin Huang. "Apakah benar begitu?"
Lin Huang menganggukkan kepalanya. "Benar. Saat itu kami sedang mencari tanaman herbal yang diperintahkan oleh guru kami, namun saat itu kami bertemu dengan monster, mungkin Anda penasaran mengapa kami tidak memiliki pengawal mengingat pakaian yang kami kenakan. Tapi sebenarnya dari tempat kami belajar, tentu saja saya tidak bisa menjelaskan di mana kami belajar. Kami diharuskan untuk bepergian sendiri tanpa harus mengandalkan pengawal ..." jelasnya.
Tempat tersembunyi? Qui Zhalian kembali terdiam, ia memang pernah mendengar ada tempat tersembunyi yang sangat aneh. Dikatakan orang-orang dari sana memang memiliki metode pelatihan yang sangat gila, dan orang-orang yang berasal dari sana nantinya akan sangat kuat. Tapi itu hanyalah sebuah rumor, tidak ada yang tahu tentang kebenarannya.
"Uhuk!" Lin Chen terbatuk dengan sengaja untuk menyadarkan Qui Zhalian dari lamunannya.
"Ah!" Qui Zhalian tersentak dan kemudian mendongakkan kepala menatap Lin Chen.
"Mengapa aku melihat banyak sekali keributan di kota? Lalu apa itu lembah yang membelah kota dalam garis lurus? Bukankah tadi pagi masih baik-baik saja?" tanya Lin Chen penasaran dan sedikit tatapan khawatir terlihat di matanya.
"Sejauh mana kau pergi ke arah barat sampai tidak mengetahuinya?"
"Tiga ribu mil dari sini."
Qui Zhalian mengangguk kecil, ia menghela napas berat sembari menggelengkan kepala. Ia tidak tahu harus menjelaskannya dari mana, karena pada saat itu sendiri kejadiannya terjadi dalam hitungan detik dan tiba-tiba sudah tercipta lembah yang menghancurkan kota dalam garis lurus.
"Aku tidak tahu harus mengatakan apa. Pada saat itu semua orang masih melakukan pekerjaan mereka dengan normal, dan tidak lama kemudian terdengar suara gesekan dibarengi dengan gempa bumi dari arah utara. Kemudian dalam sekejap mata, ribuan bangunan hancur, bahkan array yang melindungi kota juga tidak bisa menahannya bahkan untuk satu detik."
Lin Chen tidak bisa menahan keterkejutannya terhadap apa yang didengarnya. "Apakah kau mengetahui apa penyebabnya?" tanyanya kembali mencoba untuk tidak tahu apa-apa.
"Saat aku, Tuan Kota dan lainnya pergi ke arah selatan, mencoba untuk mencari tahu apa yang terjadi. Kami melihat lembah dalam garis lurus yang sangat panjang, bahkan sampai ke ujung pulau dan membuat air di lautan mengalir deras. Untungnya dengan sigap kami menahannya agar tidak membelah Daratan Tianyun ini." Qui Zhalian kembali menjelaskan apa-apa saja yang diketahuinya.
Qui Zhalian terdiam sejenak, ia memijat keningnya tampak pusing dengan apa yang menjadi penyebab terjadinya semua ini. "Hah... Penyebabnya adalah sebuah tombak hitam, tombak itu menancap pada gunung yang berada di tengah-tengah samudera yang memisahkan antara Daratan Tianyun dengan Daratan Tianhu," lanjutnya menjelaskan dengan suara berat.
"Tombak, hanya dengan sebuah tombak. Bayangkan kekuatan yang dimiliki oleh penggunanya, dari apa yang terlihat, tombak itu melesat di langit dengan ketinggian satu sampai dua mil. Jadi bisa dikatakan daratan hanya terkena efek dari embusan anginnya saja, tapi itu sudah sanggup membuat lembah yang sangat panjang dengan lebar 10 mil dan dalam beberapa ratus meter."
"Lalu ... apa yang terjadi jika tombak itu melesat di permukaan tanah?" Qui Zhalian bertanya pada dirinya sendiri, ia memegangi kepalanya karena tak kuat memikirkan apa yang akan terjadi ke depannya. Bahkan sekarang sudah terlihat keringat yang mengucur deras di wajahnya.
Hei hei hei. Apa aku sekuat itu? Aku hanya mengeluarkan seluruh kekuatan fisik dari Tubuh Naga ... ah! Sebentar! Kekuatan fisikku berbeda seperti kekuatan orang lain, saat aku masih berada pada Ranah Kaisar Surgawi, kekuatan fisikku sudah bisa mengalahkan Ranah Nirwana sampai Mahayana. Lalu sekarang, setelah berevolusi, secara terus-menerus menerima kekuatan petir dan mencapai Ranah Dewa Perak, sepertinya hal itu... wajar saja.
Lin Chen menghela napas panjang, sepertinya ia harus menjalani latihan lagi untuk bisa menyesuaikan kekuatannya. Bagaimanapun sampai sekarang, setelah ia tiba di Alam Dewa, ia belum pernah sekalipun bermeditasi untuk menyesuaikan kekuatannya seperti sebelum-sebelumnya.
"Apakah pihak kota sudah mengetahui siapa dalang dibalik semua ini?" tanya Lin Chen penasaran.
"Kami tidak tahu secara pasti. Tapi untuk saat ini kami hanya dapat menyimpulkan jika dalang dibalik ini semua adalah orang yang menerima Petir Surgawi, orang yang membantai habis dua juta jiwa, dan orang yang membekukan wilayah Hutan Malam." Qui Zhalian menjawabnya sembari menundukkan kepala dengan tangan kanan menyentuh dagu.
Hutan Malam, itu adalah hutan di mana Lin Chen membuatkan tubuh untuk Yun Li Dong dan Yun Li Ning. Dinamai seperti itu sendiri karena menyesuaikan dengan keadaan di sana yang terlihat selalu malam karena sinar matahari tidak bisa menembus lebatnya hutan.
Lin Chen terdiam, ia tidak lagi bertanya. Karena semakin ia bertanya, maka akan semakin tinggi pula rasa bersalahnya karena menghancurkan kota. Tapi, apa mau dikata, itu semua sudah terjadi. Jika ia memberikan bahan-bahan pembangunan, maka ia bisa saja dicurigai sebagai pelaku.
...
***
*Bersambung...