NovelToon NovelToon
PESONA TETANGGA BARU

PESONA TETANGGA BARU

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: Hasri Ani

"Bagaimana rasanya... hidup tanpa g4irah, Bu Maya?"

Pertanyaan itu melayang di udara, menusuk relung hati Maya yang sudah lama hampa. Lima tahun pernikahannya dengan Tama, seorang pemilik bengkel yang baik namun kaku di ranjang, menyisakan kekosongan yang tak terisi. Maya, dengan lekuk tubuh sempurna yang tak pernah dihargai suaminya, merindukan sentuhan yang lebih dalam dari sekadar rutinitas.

Kemudian, Arya hadir. Duda tampan dan kaya raya itu pindah tepat di sebelah rumah Maya. Saat kebutuhan finansial mendorong Maya bekerja sebagai pembantu di kediaman Arya yang megah, godaan pun dimulai. Tatapan tajam, sentuhan tak sengaja, dan bisikan-bisikan yang memprovokasi h4srat terlarang. Arya melihatnya, menghargainya, dengan cara yang tak pernah Tama lakukan.

Di tengah kilau kemewahan dan aroma melati yang memabukkan, Maya harus bergulat dengan janji kesetiaan dan gejolak g4irah yang membara. Akankah ia menyerah pada Godaan Sang Tetangga yang berbaha

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TIGA

Kabar tentang tetangga baru itu menyebar lebih cepat daripada api di musim kemarau. Di warung sayur Bu Tejo, di pos ronda Pak RT, bahkan di grup WhatsApp ibu-ibu arisan, nama "pria di rumah besar sebelah" menjadi topik utama. Maya mendengar bisik-bisik itu saat belanja kebutuhan dapur sore harinya. Ia mencoba bersikap acuh tak acuh, tapi telinganya tak bisa menolak setiap potongan informasi yang ia dengar.

"Katanya duda, Bu," bisik Bu Rahmi, tetangga depan rumah Maya, kepada Bu Tejo yang sedang menimbang bawang. "Masih muda sekali, kok sudah duda, ya?"

Bu Tejo membulatkan mata. "Duda? Wah, jangan-jangan... ada apa-apanya itu, Bu Rahmi. Anak muda kaya raya begitu. Pasti banyak maunya."

Maya pura-pura sibuk memilih cabai, tapi seluruh indranya menangkap setiap kata. Duda? Muda? Kaya raya? Informasi itu seperti kepingan puzzle yang belum lengkap, tapi sudah cukup membuat rasa penasarannya kian memuncak.

"Tapi katanya tampan sekali loh, Bu," timpal Bu Santi, yang baru saja datang dengan keranjang belanjaan. Ia melirik Maya sekilas. "Siapa tahu ada yang cocok, ya, Bu?" Ia terkekeh, dan Maya merasa pipinya sedikit memanas.

Bu Tejo mengibas-ngibaskan tangannya. "Hus! Jangan sembarangan, Bu Santi. Orang punya suami, kok!"

Maya buru-buru membayar belanjaannya dan

meninggalkan warung itu. Bisik-bisik itu mengikutinya pulang. Duda muda, tampan, dan kaya. Gambaran pria yang ia lihat sekilas tadi pagi kembali berkelebat di benaknya. Aura yang berbeda, senyum tipis yang mampu membuat jantungnya berdesir.

Sesampainya di rumah, Maya mencoba mengabaikan pikiran itu. Ia meletakkan belanjaan di dapur, mulai menyiapkan makan malam untuk Tama. Tapi anehnya, setiap kali ia mengiris bawang atau mencuci beras, bayangan pria itu muncul lagi. Matanya yang tajam. Rahangnya yang tegas. Bahkan, ia bisa mengingat dengan jelas kaos putih polos yang ia kenakan.

***

Malam harinya, saat Tama pulang, Maya mencoba membuka topik itu dengan santai.

"Mas, tadi di warung Bu Tejo ramai sekali," kata Maya sambil menuangkan teh hangat untuk Tama.

Tama mengangguk, melepas sepatu kerjanya yang kotor. "Oh ya? Ada diskon besar-besaran?"

Maya tersenyum tipis. "Bukan. Mereka membicarakan tetangga baru kita itu."

Tama mengernyitkan dahi. "Oh, si orang kaya itu?

Kenapa memangnya?"

"Katanya dia duda," kata Maya, mengamati reaksi Tama.

Tama mengangkat bahu, meneguk tehnya. "Oh ya? Ya sudah, memangnya kenapa?"

"Ya, kan aneh saja, Mas. Muda, kaya raya, tampan...

Kok sudah duda?" Maya memancing.

Tama terkekeh. "Ya mungkin istrinya meninggal, atau cerai, kan kita tidak tahu. Itu bukan urusan kita, Yank. Yang penting dia tidak mengganggu ketenangan."

"Tapi katanya dia tampan sekali, Mas," Maya melanjutkan, sedikit penasaran apakah Tama akan bereaksi cemburu.

Tama hanya menghela napas. "Ya sudah. Mau tampan atau tidak, buat Mas ya kamu yang paling cantik." Ia meraih tangan Maya, menggenggamnya sebentar, lalu bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Maya menatap tangannya yang baru saja digenggam Tama. Hangat. Tapi entah mengapa, terasa seperti kebiasaan, bukan lagi luapan emosi. Respons Tama yang terlalu santai justru membuatnya sedikit kecewa. Seolah suaminya tak peduli, bahkan jika ada pria lain yang secara tak langsung mulai mengusik pikirannya.

***

Keesokan harinya, Maya bangun dengan perasaan yang aneh. Rasa penasaran tentang tetangga barunya itu semakin menguat. Setelah membersihkan rumah dan menyiapkan sarapan untuk Tama, ia memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak. Ia punya alasan yang masuk akal: meminjam gula atau garam. Alasan klasik yang aman.

Ia mengenakan daster rumahan yang bersih, menyisir rambutnya yang panjang, dan memastikan penampilannya tidak terlalu mencolok. Ia mengambil sebuah mangkuk kecil, lalu melangkah keluar. Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya saat mendekati rumah besar di sebelah.

Rumah itu terlihat berbeda di siang hari. Halamannya luas, dengan rumput yang baru dipangkas rapi. Ada pohon mangga besar yang rindang di sudut. Jendelanya lebar, dengan gorden putih bersih yang berkibar lembut ditiup angin. Benar-benar kontras dengan rumah kecilnya yang sederhana, hanya terpisah tembok beton yang dingin.

Maya melangkah maju, mendekati pagar. Terdengar suara tawa dari dalam, sepertinya dari para pekerja.

Sebuah mobil mewah berwarna hitam mengkilat terparkir rapi di carport. Itu pasti mobilnya.

Ia memberanikan diri melangkah ke gerbang.

Gerbang besi tempa yang tinggi, dengan ornamen bunga yang rumit. Ia menekan bel. Tak ada jawaban. Mungkin belum ada penghuni tetap di dalam. Atau mungkin pria itu sedang keluar?

Tiba-tiba, suara motor berhenti di depan rumah Maya. Tama. Ia pulang untuk mengambil sesuatu yang tertinggal.

"Lagi ngapain di depan rumah orang, Yank?" tanya Tama, turun dari motor.

Maya terkejut. "Eh, Mas! Aku... aku cuma mau pinjam gula. Mau bikin kue. Tapi kayaknya belum ada orangnya." Ia berbohong cepat.

Tama mengangguk. "Oh, ya sudah. Nanti saja kalau begitu." Ia membuka kunci pintu rumah mereka. "Mas cuma mau ambil kunci inggris. Tadi lupa bawa."

Maya mengikuti Tama masuk. Keberaniannya luntur

seketika. Ia merasa lega sekaligus sedikit kecewa. Gagal. Ia tak bisa bertemu pria itu.

***

Sepanjang hari itu, pikiran Maya terus melayang pada rumah di sebelah. Siapa sebenarnya pria itu? Apakah ia akan tinggal sendirian di rumah sebesar itu? Rasa ingin tahu yang murni, atau setidaknya, itulah yang ia coba yakinkan pada dirinya sendiri.

Sore harinya, saat Maya sedang menyiram tanaman di teras, ia mendengar suara mobil dari rumah sebelah.

Sebuah mobil yang berbeda. Kali ini sedan mewah berwarna perak. Ia melirik diam-diam.

Dari mobil itu, turunlah seorang wanita paruh baya dengan pakaian rapi, diikuti oleh seorang pria muda dengan seragam tukang kebun. Wanita itu mulai memberi perintah kepada tukang kebun, menunjuk-nunjuk beberapa area di halaman. Sepertinya dia adalah pengurus atau mungkin bibi dari pemilik rumah.

Maya memberanikan diri menyapa. "Selamat sore, Bu"

Wanita itu menoleh, tersenyum ramah. "Oh, selamat sore. Tetangga ya?"

"Iya, Bu. Saya Maya. Tinggal di sebelah sini," jawab Maya, menunjuk rumahnya.

"Oh, salam kenal, Mbak Maya. Saya Bi Sumi. Saya di sini bantu-bantu mengurus rumah Tuan Arya," kata wanita itu.

Maya mengangguk. "Tuan Arya? Jadi itu nama pemilik rumahnya?"

"Betul, Mbak. Tuan Arya baru pindah dari Jakarta.

Dia sendirian di sini. Kasihan, ya, padahal masih muda," Bi Sumi menghela napas.

"Oh... ya, saya dengar begitu juga," Maya mencoba terdengar netral. "Dia jarang terlihat, ya, Bi?"

"Iya, Mbak. Tuan Arya sibuk sekali. Dia pengusaha, jadi sering keluar kota. Tapi kalau pulang, dia biasanya ada di rumah," jelas Bi Sumi. "Ini saya baru saja datang untuk memastikan semuanya beres sebelum Tuan Arya pulang besok."

Jantung Maya berdesir. Besok. Arya akan pulang besok.

"Mbak Maya ada perlu apa ya tadi?" tanya Bi Sumi.

Maya sedikit tersentak. "Oh, tidak, Bi. Hanya... menyiram tanaman saja. Kebetulan lihat ada Bibi, jadi menyapa." Ia merasa bersalah karena telah berbohong, tapi tidak mungkin ia mengatakan sedang mencari tahu tentang pemilik rumah.

"Oh, begitu. Senang bisa kenalan, Mbak Maya," kata Bi Sumi sambil tersenyum.

"Sama-sama, Bi Sumi," balas Maya.

Bi Sumi kembali fokus pada pekerjaannya, memberi instruksi kepada tukang kebun. Maya kembali ke rumahnya, pikirannya penuh dengan informasi baru. Arya. Nama itu terasa pas dengan aura yang ia rasakan dari pria itu. Pengusaha. Sendirian. Besok akan pulang.

Rasa penasaran Maya berubah menjadi sesuatu yang lebih intens. Ada secercah harapan samar, seolah ada pintu baru yang tiba-tiba terbuka di depan matanya. Pintu menuju apa, ia belum tahu. Tapi ia merasakan g4irah yang sudah lama mati, kini berdenyut pelan di dalam dirinya. Sebuah denyutan yang terasa berbahaya, namun sangat menggoda.

***

Malam itu, di ranjang, Tama bercerita tentang motor pelanggan yang mogok dan harus ia derek sendiri. Maya mendengarkan, mengangguk sesekali, tapi pikirannya melayang ke rumah sebelah. Besok. Arya akan kembali.

Di tengah cerita Tama yang panjang, Maya merasakan matanya berat. Ia terlalu lelah. Lelah dengan rutinitas, lelah dengan kehampaan, lelah dengan dirinya sendiri.

"Sudah malam, Mas. Besok Mas juga harus kerja," kata Maya, memejamkan mata.

Tama mengangguk. "Iya, sudah, tidur saja."

Maya memejamkan mata, tapi bukan kegelapan yang ia lihat. Melainkan sepasang mata tajam yang menatapnya, senyum tipis yang mengundang, dan sebuah nama: Arya.

Bayangan itu begitu nyata, begitu kuat. Jauh lebih nyata daripada kenyataan yang ia hadapi setiap hari. Ia tidur dengan bayangan Arya, mengabaikan pria di sampingnya yang sudah terlelap. Sebuah perasaan yang belum pernah ia rasakan, bergejolak di dalam dirinya.

Apakah ini awal dari sesuatu yang baru? Atau hanya sekadar delusi sesaat? Esok akan menjawabnya.

1
Mar lina
kalau sudah ketagihan
gak bakal bisa udahan Maya..
kamu yg mengkhianati Tama...
walaupun kamu berhak bahagia...
lanjut Thor ceritanya
lestari saja💕
klo sdh kondisi gtu setan gampang bgt masuk menghasut
lestari saja💕
ya pasti membosan kan bgt.bahaya itu
lestari saja💕
mampir,penulisannya bagus,semoga ga berbelit2
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!